Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Industri Makanan Meningkat, Bagaimana Standardisasi Pangan Olahan di Indonesia?
9 Agustus 2023 13:35 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
PT Heinz ABC Indonesia, BPOM, dan GAPMMI menggelar sesi sharing dan edukasi dengan tema ‘Mengenal Proses Pembentukan Peraturan Produk Pangan Olahan di Indonesia’ bertempat di salah satu restoran di Jakarta, Selasa (8/8).
ADVERTISEMENT
Sebagai pelaku industri pangan, Heinz ABC memahami bahwa pentingnya memproduksi, menyediakan hingga mengedukasi pelanggan tentang olahan pangan; yang tak hanya nikmat, tapi juga sehat dan aman.
Untuk itu, perusahaan yang sudah ada sejak 1975 tersebut menggandeng beberapa pakar pangan di Indonesia dalam menggelar sesi sharing soal standardisasi pangan olahan.
Acara bertajuk “Ngobrol Baik Bareng ABC” itu mendatangkan pakar, mulai dari Direktur Standardisasi Pangan Olahan (BPOM) RI, Anisyah, S.Si, Apt, MP, lalu perwakilan dari Pusat Pelayanan Konsultasi Anggota Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), Tetty H Sihombing, serta pakar sekaligus Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, dan tentunya Snr. Manager Quality Regulatory Affairs and Compliance, Kraft Heinz Indonesia & Papua New Guinea, Putri A. Cahyaningrum.
Anisyah menjelaskan dalam paparannya bahwa BPOM selama ini menentukan standardisasi pangan olahan di Indonesia berdasarkan standar pangan olahan tingkat nasional maupun internasional.
ADVERTISEMENT
“Setiap pembentukan aturan produk pangan olahan menerapkan Good Regulatory Practices melalui rangkaian proses yang sistematis, transparan, dan akuntabel, dengan mempertimbangkan kajian berbasis risiko/evidence based dan regulasi internasional," ujarnya.
Lebih lanjut, Anisyah juga mengungkapkan bahwa standar pangan saat ini ditentukan bukan hanya oleh WHO, melainkan juga Codex Alimentarius Commission; lembaga yang diberi mandat untuk mengembangkan standar pangan internasional.
Codex sendiri merupakan lembaga buatan WHO dan FAO. Adapun, standar pangan internasional ini dikembangkan dengan dua tujuan; yaitu memberikan perlindungan konsumen, dan memfasilitas praktik adil perdagangan pangan global.
Sebagai badan pengawas makanan, BPOM perlu mengkaji mulai dari paparan, risiko, hingga bahaya yang ditimbulkan dari suatu bahan pangan maupun tambahannya. Dalam menentukan standar pangan, BPOM juga berkolaborasi dengan ahli pangan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Namun tentunya, setiap negara harus memiliki standar keamanan pangan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya. "Tidak setiap negara lantas menerapkan sesuai standar Codex, karena sebuah negara itu berdaulat dan memiliki standar masing-masing. Namun, standar pangan Codex bisa menjadi referensi dalam menentukan aturan keamanan pangan," jelas Prof. Dr. Purwiyatno Hariyadi, Guru Besar Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB yang turut hadir dalam acara ini.
Selanjutnya, laki-laki yang juga pernah menjabat sebagai Vice Chair of CODEX Alimentarius Commission (2017-2021), mengatakan bahaya pangan yang umum ditemukan sejatinya berupa mikroba, kimia, dan fisika.
Sebagai pakar, Prof Pur juga meminta pelaku industri pangan untuk bisa terbuka mengenai rata-rata konsumsi produk mereka. Sehingga, menurutnya, data ini bisa menjadi bantuan untuk pemerintah menentukan standar pangan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Heinz ABC sendiri sebagai pelaku industri makanan yang sudah memproduksi produk secara besar-besaran, mengungkapkan bahwa menghasilkan makanan yang sesuai dengan standar pangan memang rumit.
"Tantangannya, tentu kami harus menciptakan produk yang sesuai standar pangan, sampai supplier bahan pun kami memiliki standar sendiri agar sesuai dengan standar pangan yang sudah ada. Harus bebas kontaminasi dan berkualitas baik. Begitu produk diluncurkan ke pasaran kami juga monitoring sampling produk, apakah sudah sesuai praktiknya," ujar Putri A. Cahyaningrum.
Maka itu, Prof Pur mengingatkan kembali agar masyarakat selalu membaca label produk dan nutrisi yang terkandung dalam makanan atau minuman yang hendak dibeli. Dengan begitu, masyarakat bisa terhindar dari paparan, risiko, hingga bahaya pangan yang tidak aman bagi dirinya.
ADVERTISEMENT