Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Menu Oscars selalu jadi perbincangan hangat. Bagaimana tidak, makanan untuk menjamu selebriti dunia bukanlah perkara sederhana. Suasana dapur juga jelas berbeda; dengan tekanan yang tentu tinggi.
ADVERTISEMENT
Pemilihan menu, bahan baku, hingga orang yang menggarapnya juga tak main-main. Namun, tahukah kamu, ada seorang pemuda asal Samarinda yang berhasil masuk ke dapur Oscars 2020? Ia adalah Renzky Kurniawan.
Berawal dari ketertarikannya mendalami kuliner Italia, laki-laki asal Samarinda ini mengenyam pendidikan kuliner secara formal di luar negeri. Darinya, saya jadi belajar bahwa mimpi bukanlah sekadar angan-angan.
Dengan kerja kerasnya, jebolan KDU University College, Malaysia ini bisa bekerja di bawah bimbingan sang idola; Wolfgang Puck.
Setelah bergabung di salah satu restoran milik koki Michelin Star tersebut, Renzky diajak menjadi tim penyaji hidangan acara penghargaan bergengsi dunia tahunan tersebut.
Pemuda berusia 24 tahun tersebut tergabung dalam tim dari Restoran Spago, yang diminta untuk membantu Wolfgang Puck Catering mempersiapkan ribuan sajian untuk para bintang Hollywood ternama, pada 9 Februari 2020 lalu.
ADVERTISEMENT
kumparan berhasil menghubungi Renzky, saat kami hubungi ia masih sibuk bukan kepalang dengan Oscars 2020. Selang beberapa hari, barulah kami berkesempatan untuk mengobrol dengannya via telepon.
Ia bercerita tentang perjalanan karirnya, bagaimana awal mula sepak terjangnya mulai berkecimpung di industri kuliner, hingga berhasil meraih impiannya satu per satu, sebagai seorang chef profesional.
Mari simak obrolan kami bersama Renzky berikut ini:
Kapan pertama kali mulai memasak?
Aku pertama kali masak itu mulai minat masak dari jaman SMA. Tapi aku bukan dari SMK Tata Boga, atau kejuruan. Aku dari SMA Negeri. Malah bisa dibilang aku enggak bisa masak, karena jarang banget masuk dapur. Aku sih basically hobi makan dan traveling. Kalau traveling, selalu coba apa sih yang asli situ.
ADVERTISEMENT
Apa yang bikin tertarik belajar kuliner?
Aku memang dari dulu minatnya itu dari masakan Italia. Karena aku ingin mempelajari masakan Italia lebih dalam; jadi aku ambil kuliah culinary.
Aku ambil culinary sebenarnya bukan hanya karena kepengin belajar masak, tapi juga dulu mikirnya, ya waktu dulu kan biasanya orang tua nyuruh anaknya untuk masuk kedokteran, sekolah bisnis, hukum, yang bagiku mainstream.
Kedua, aku mikirnya buat dapat slot jurusan di suatu kampus kan susah, apalagi kalau lulus, belum tentu kita belajar di bidang yang kita pelajari. Itu juga sih yang kira-kira jadi pertimbanganku. Jadi cari jurusan kuliah yang ibaratnya masih jarang.
Apalagi kan aku aslinya dari Samarinda, jadi waktu itu 6-7 tahun yang lalu, orang kayak masih aneh mendengar kuliah jurusan memasak. Karena masih belum tahu, ambil S1 Culinary Management di Malaysia, langsung fokus masakan Italia.
ADVERTISEMENT
Kenapa tertarik sama masakan Italia?
Masakan Italia itu simpel, straight forward, dan flavorful. Dibandingkan makanan luar negeri lainnya, kayak French, Spanish, yang bagiku agak rumit.
Susah enggak buat kuliah masak dari nol, apalagi sebelumnya kan jarang berada di dapur? Gimana adaptasinya?
Susah banget, aku dulu dari awal semester satu sampai dua, wah hancur. Tapi ya, kembali lagi coba coba terus juga. Aku ikut cari kegiatan yang berhubungan dengan kuliner di luar kampus, ibaratnya kayak referensi tambahan, ilmu tambahan, terus nambah-nambah pengalaman ya kayak part time.
Hidangan Italia sebenarnya susah enggak untuk dipelajari?
Kalau aku pribadi sih makanan traditional authentic Italia, enggak susah. Mereka pakai bahan-bahan enggak rumit, cuma sekitar 3-5 ingredients, kita bisa menghasilkan hidangan Italia.
ADVERTISEMENT
Kalau teknik masaknya, sebenarnya tergantung region-nya ya. Masakan Italia terbagi dua, masakan Italia di bagian Utara dan bagian Selatan. Kalau masakan Italia bagian Utara agak sedikit rumit ketimbang makanan Italia Selatan.
Italia Selatan lebih banyak pasta, dan rempah-rempahnya lebih kuat karena ada pengaruh dari Timur Tengah ada, Afrika Utara, Mediteranian.
Belajarnya butuh berapa lama?
Aku belajar 3 tahun untuk S1, dapatnya dua gelar; dari Malaysia dan Italia. Aku sempat belajar di Italia, magang, dan kerja di sana. Hampir dua tahun di sana. Jadi sebetulnya bisa dibilang 1,5 tahun di Malaysia, dan sisanya di Italia.
Jadi, sesuai program kampusnya, pada tahun 1,5 atau tahun kedua, kita harus melanjutkan studi ke Italia. Waktu aku kuliah di Italia, aku magang di sana. Kuliahnya waktu itu di ALMA La Scuola Internazionale di Cucina Italiana di Parma, Italia.
ADVERTISEMENT
Di situ aku magang dengan Chef Fulvio Pierangelini (2 Michelin Stars) di Roma, kemudian aku pindah kerja di Milan, dengan chef Andrea Berton (1 Michelin Star). Aku belajar banyak.
Waktu di Italia, aku juga kerja. Saat itu ada kesempatan untuk training, belajar lagi dengan chef-chef lain di Italia. Aku belajar dengan Chef Carlo Cracco (2 Michelin Stars), terus sempat juga dengan Massimo Bottura sebentar.
Setelah itu kembali ke Malaysia, lanjut S2. Tapi bukan culinary, ambilnya bisnis. Di Malaysia, masih berhubungan dengan culinary, aku aktif di Chef Association, jadi semacam freelance, tapi lebih ke private dining, consultant.
Berarti, total sudah berapa lama menekuni profesi chef secara profesional?
Karena aku melakukan kerja dan kuliah dalam waktu bersamaan, mungkin hitungannya aku sudah masuk ke industri ini selama tujuh tahun.
Saat ini sedang sibuk berkarier di mana?
ADVERTISEMENT
Di Spago Beverly Hills, sudah hampir setahun, nih. Sebagai salah satu chef di sana, jadi aku di sini di Spago juga, juga di bagian development. Wolfgang Puck itu punya lebih dari 80 grup restoran. Ada Spago, ada CUT, ada Wolfgang Puck Express, ada macam-macam.
Jadi aku jadi salah satu development chef-nya, tugasnya desain menu, atau evaluasi menu yang disajikan di restoran Wolfgang Puck. Sementara aku fokusnya di beberapa outletnya Wolfgang Puck yang ada di bawah nama Spago.
Jadi, Spago ada di Beverly Hills, ada di Las Vegas, di Hawaii, di Istanbul, terus di Singapura.
Pada perhelatan Oscars 2020, Renzky jadi salah satu chef yang bertugas menyajikan hidangan untuk para bintang Hollywood. Gimana ceritanya, tuh?
ADVERTISEMENT
Jadi, ini memang sudah tahun ke-26 Chef Wolfgang handle hidangan buat Oscars, ya. Jadi, memang biasanya kalau sudah hari Oscars-nya dia akan panggil beberapa chefnya dari seluruh dunia untuk membantu mendesain menu dan di hari-H nya.
Ada seleksinya enggak sih, buat bisa join team Wolfgang Puck yang bikin hidangan buat Oscars?
Biasanya dia randomly picked ya.. Jadi sebenarnya beliau sendiri punya Wolfgang Puck Catering. Nah, di Wolfgang Puck Catering itu, dia juga memanggil beberapa orang, untuk membantu desain menu, termasuk aku.
Berapa lama persiapannya?
Kalau ditanya sudah berapa lama persiapannya kita menuju Oscars, bisa dibilang dari tahun lalu. Jadi, sekitar tiga sampai empat bulan persiapan.
Menu yang dihidangkan kayak apa, sih? Kalau dari pemberitaan, 70 persen plant based, dan 30 persen ikan sama daging, ya?
ADVERTISEMENT
Iya, plant-based. Jadi menunya dibagi dari amuse bouche, itu semuanya vegetarian. Terus, tray passed, ada 13 item, nah di situ aku handle Hors d’Ouevre. Terus kita ada savory bites, kita ada sushi, seafood station, terus ada small plates, cold small plates, dessert, bahkan ada milkshake station. Ada chocolate buffet juga.
Wow, banyak banget, ya. Total ada berapa hidangan yang disajikan?
Totalnya lebih dari 40 jenis hidangan, untuk 2200 tamu.
Makanan sebanyak itu, disiapkan oleh berapa orang, dan berapa lama?
Kita total ada 220 chef. Ada beberapa item yang disiapkan jauh-jauh hari, contohnya cokelat, ya. Karena kita bikin satu cokelat miniatur piala Oscar itu buat semua orang, souvenir. Itu kalau enggak salah dari tim pastry sudah menyiapkan 3-4 hari sebelum.
ADVERTISEMENT
Ada juga beberapa item yang disiapkan dari subuh. Contoh steak, steak itu kita siapkan on the spot di hari-H.
Nah, di tahun ini kan ada hidangan ikonik, irisan ikan berbentuk piala Oscars, ya? Ide awalnya gimana sih?
Oh, itu ikan salmon, smoked salmon dibentuk piala Oscars, terus di bawah ada semacam pancake, dan ada caviar di atasnya. Itu baru dibuat tahun ini, salah satu inovasi saja.
Kalau biasanya dulu pizza, kita menyajikan smoked salmon pizza. Menu itu memang sudah signature dish-nya Wolfgang dari pertama kali buka restorannya. Lalu akhirnya, ya, kita ambil inspirasinya dari situ, terus kita bikin miniatur piala Oscars.
Gimana rasanya ikut terlibat dalam memasak hidangan pada salah satu penghargaan bergengsi dunia? Ada hambatan tertentu enggak?
ADVERTISEMENT
Kalau bagiku sih yang kemarin agak sedikit ruwet adalah; kita cuma punya waktu satu jam untuk menyajikan semua. Jadi begitu announcement Best Director, kita harus sudah at least menyajikan 100 pieces dari tiap menu itu sudah siap. Diambil oleh waiter di ballroom.
Jadi aku semacam supervisor ya, in charge untuk 13 items, tapi di bawah saya dan dua rekan lainnya ada yang on hands langsung jadi live cook-nya. Aku lebih ke plating-nya.
ADVERTISEMENT
Setelah ikut turun tangan dalam menyajikan makanan di Oscars, ada mimpi atau target yang selanjutnya pengin dicapai?
Aku dari dulu orangnya memang selalu punya target ya. Jaman aku kuliah pengin kerja di restoran , sudah kesampaian sekarang. Dan, kerja dengan idola, kesampaian. Dengan Wolfgang Puck pun, kesampaian, itu salah satu mimpi.
Tapi kalau ditanya sekarang, emmm apa ya, targetnya masih pengin di grupnya Wolfgang Puck, dan mempertahankan standarnya. Karena, Spago kemarin masuk 500 restoran terbaik di dunia versi La Liste. Target pribadi sih, pengin dapetin Michelin Star untuk Spago.
Sering kangen makan makanan Indonesia enggak, sih?
Itu pasti, ya. Karena aku sudah di luar negeri, sudah mau masuk delapan tahun, dan aku belum balik Samarinda tiga tahun. Jadi, kalau masalah kangen masakan Indonesia iya, tapi untungnya di LA kan sudah banyak restoran Indonesia, dan banyak orang kita di sini.
ADVERTISEMENT
Ya, kadang, makan ke restoran Indonesia, tapi kalau makanan Samarinda, ya kalau ada yang bahannya, bikin sendiri.
Lima rempah-rempah Indonesia paling favorit?
Jahe, serai, kayu manis, lada (sarawak pepper), terus cengkih. Semuanya sering dipakai di tempat aku kerja.
Pernah iseng memadukan masakan Indonesia dengan Italia, enggak?
Umm, enggak sih, tapi aku sering bikin masakan Indonesia,i pakai teknik masakan Prancis. Atau di molecular, iya.
Kalau di sini, ketika lagi benar-benar senggang, aku bikin pop up dining untuk mengenalkan masakan Indonesia, modern Indonesia. Sayangnya baru ngadain dua kali di sini karena sibuk banget. Itu biasanya aku cuma mengundang untuk 20 orang.
ADVERTISEMENT
Oh menarik, ya. Biasanya, makanan yang dihidangkan di pop up dinner apa saja?
Rendang, tapi sekarang aku enggak pakai daging, pakai jamur. Rasa pedasnya enggak aku kurangin, aku samakan dengan lidah orang Indonesia.
Karena kan biasanya kalau orang Indonesia kalau ngenalin makanan Nusantara, tingkat pedasnya dikurangi, disesuaikan dengan lidah orang luar. Tapi aku enggak, tetap menyamakan rasanya.
Soalnya, aku memang mau mengenalkan rasa rendang yang asli. Kedua, aku berani mempertahankan rasa yang sama karena orang-orang di Los Angeles terbiasa buat makan pedas dari Mexican food, Philippines, dan Korean. Jadi ibaratnya mereka sudah familiar dengan pedas rempah-rempah.
Last but not least, ada kiat untuk mereka yang tertarik untuk belajar kuliner?
ADVERTISEMENT
Yang harus diingat sih, kalau mau masuk industri ini, harus benar-benar siapin diri. Secara fisik dan mental. Apa yang dilihat oleh mereka, seperti di televisi, kelihatannya enak kerja jadi chef. Iya, enak, kalau sudah melewati fase-fase kerja rodinya.
Banyak pengorbanan yang harus dilakukan. Contoh, kita kerja tidak seperti orang kantoran pada umumnya. Aku kerja 16 jam, 18 jam, dari dulu awal mulai sampai sekarang. Bahkan 20 jam, aku pun pernah tidur di dapur restoran.
Bulan kemarin di Spago, aku kerja 18 jam selama 13 hari. Jadi, ibaratnya, mengorbankan waktu, enggak bisa social hours.
Jangan pernah malu untuk berkenalan dengan orang-orang di luar sana. Cari teman dari kampus lain, kalau bisa datang ke restoran yang benar-benar diminati. Kenalan dengan chefnya. Dari situ kita bisa mulai membangun relasi.
ADVERTISEMENT
Selalu usahakan untuk mengorbankan sedikit material untuk pergi ke suatu restoran, mencoba makanan tertentu. Bukan cuma nambah networking, tapi juga experience. Hal-hal semacam itu membantu banget, terbukti dengan yang aku lakukan sekarang.
Karena menurutku untuk terjun ke dunia F&B itu kita harus punya relasi yang kuat. Ya itu nantinya akan berguna, cepat atau lambat akan berguna. Selain belajar, cooking, dan sacrifice, itu jadi kunci untuk meniti karier di dunia kuliner.