Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Restoran Michelin Milik Gordon Ramsay Tutup Usai Digeruduk Aktivis Lingkungan
25 November 2022 16:24 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Restoran berbintang Michelin milik Gordon Ramsay digeruduk oleh para aktivis lingkungan pada Sabtu, (19/11). Sekelompok aktivis lingkungan yang menamai diri mereka sebagai Animal Rebellion, memasuki restoran yang berada di Hospital Road, Chelsea, pada sekitar pukul 6 waktu setempat, dan mengganggu waktu makan malam para pelanggan.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentu menambah daftar panjang serangkaian aksi nekat para aktivis lingkungan dalam menyerukan tujuan mereka. Sebelumnya, diketahui juga para aktivis lingkungan dari berbagai tempat, telah melakukan aksi nekat dengan berbagai hal; seperti pelemparan kue terhadap patung lilin Raja Charles III, pelemparan kentang tumbuk ke sebuah lukisan di Belanda, dan lainnya.
Mengutip The Guardian, para aktivis lingkungan, atau anggota Animal Rebellion ini memasuki restoran pada saat jam makan malam yang padat. Mereka mengeklaim bahwa aksi menggeruduk restoran berbintang Michelin milik Gordon Ramsay tersebut, adalah untuk mengkampanyekan sistem pangan nabati dan pelestarian kehidupan alam liar.
Lucia Alexander, salah satu anggota aktivis lingkungan, mengatakan bahwa restoran milik Gordon Ramsay adalah contoh sempurna dari ketidaksetaraan di Inggris. Hal ini dikarenakan, restoran tersebut menyajikan makanan dengan biaya yang mahal, sedangkan masih banyak masyarakat di Inggris yang kelaparan.
“Gordon Ramsay menyajikan makanan dengan biaya minimal 155 pound sterling (sekitar Rp 2,8 juta) per orang, (sedangkan) lebih dari dua juta orang bergantung pada bank makanan dalam krisis biaya hidup ini,” ujar Alexander.
ADVERTISEMENT
Alexander menambahkan, bahwa alih-alih restoran terkenal tersebut menghasilkan keuntungan yang menggiurkan dari mengorbankan hewan, pekerja, dan iklim; mereka seharusnya mendukung proses transisi menuju sistem pangan nabati. Dengan begitu, para petani dan nelayan lokal, serta masyarakat luas bisa mendapatkan dampak yang positif.
“Ini adalah jawaban atas biaya hidup dan krisis iklim. Sistem pangan nabati membutuhkan 75 persen lebih sedikit lahan pertanian untuk menanam makanan. Hal ini memungkinkan kami memberi makan jutaan orang tambahan, tanpa bergantung pada industri peternakan hewan yang eksploitatif dan tidak efisien,” jelas perempuan berusia 39 tahun tersebut.
Tanggapan dari restoran Michelin milik Gordon Ramsay
Seorang juru bicara restoran Gordon Ramsay, mengatakan bahwa setiap orang memang berhak atas pendapat dan keyakinan mereka. Akan tetapi, mengganggu aktivitas dan pekerjaan orang lain itu dinilai sangat tidak sopan. Terlebih, hingga memaksa restoran tersebut harus tutup lebih awal.
ADVERTISEMENT
“Untuk memaksa masuk ke restoran, mengganggu staf pekerja yang melakukan pekerjaan mereka dengan sungguh-sungguh, dan merusak makan malam tamu yang telah menunggu berbulan-bulan untuk reservasi. Mereka sangat tidak pantas dan sangat tidak sopan,” ujar juru bicara tersebut.
Di sisi lain, seorang juru bicara Kepolisian Metropolitan mengatakan bahwa tidak ada penangkapan atas aksi para aktivis lingkungan, Animal Rebellion. Pihak keamanan terpaksa didatangkan oleh restoran, karena para pengunjuk rasa menolak untuk meninggalkan tempat tersebut.
Adapun, diketahui terdapat 14 anggota Animal Rebellion yang ikut serta melakukan unjuk rasa di dalam restoran milik Gordon Ramsay tersebut. Meskipun restoran merasa sangat terganggu dan harus tutup lebih awal, yaitu pada pukul 8 malam waktu setempat; tetapi pada aksi kali ini tidak ada penangkapan yang dilakukan.
ADVERTISEMENT
Setelah sebelumnya, diketahui juga bahwa dua aktivis dari kelompok tersebut telah ditangkap pada pekan yang sama. Hal ini dikarenakan, mereka dilaporkan mendekati Sir David Attenborough, dan menolak untuk mematuhi petugas di sebuah restoran berbintang Michelin lainnya, di Weymouth, Inggris .
Penulis: Riad Nur Hikmah