Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Starbucks Indonesia Dukung Pemberdayaan 3.600 Petani Kopi Perempuan di Jabar
17 Oktober 2024 7:58 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bahkan tak hanya itu, peran perempuan di industri kopi juga tak bisa dipandang sebelah mata. Sebab, menurut data dari Organisasi Kopi Internasional (ICO) kontribusi perempuan terhadap industri kopi global cukup signifikan, yakni sekitar 20-30 persen penanaman kopi dikelola oleh perempuan, dan 70 persen lagi didominasi oleh tenaga kerja perempuan.
Sayangnya, kaum perempuan jarang sekali mendapatkan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pelatihan atau dukungan lain dibandingkan laki-laki. Melihat hal tersebut, PT Sari Coffee Indonesia selaku pemegang lisensi Starbucks Indonesia, Starbucks Foundation, dan juga Yayasan Mercy Corps Indonesia (YMCI) menggelar program Brewing Change: Women’s Empowerment In Coffee Origin Communities in Indonesia (BENTANI).
Dilaksanakan di tiga kabupaten di Jawa Barat (Jabar ) yaitu Bandung, Garut, dan Bandung Barat, program BENTANI Fase II ini menargetkan 3.600 petani kopi perempuan, istri petani kopi, dan perempuan dengan rentang usia 15-34 sebagai peserta.
ADVERTISEMENT
"Semuanya adalah perempuan memang fokus Starbucks adalah pada pemberdayaan perempuan terutama di kantong-kantong komunitas kopi di seluruh dunia. Karena memang target areanya di tempat-tempat yang ada komunitas kopi, kopi origin," kata Executive Director Yayasan Mercy Corps Indonesia (YMCI), Ade Soekadis, saat ditemui kumparanFOOD di Desa Buninagara, Kabupaten Bandung, pada Rabu (16/10.
Program BENTANI sendiri memiliki tiga pilar atau fokus yang jadi acuan pelaksanaan program ini. Pertama adalah peningkatan kesehatan melalui akses sanitasi, edukasi kesehatan masyarakat terkait stunting dan nutrisi keluarga serta pengelolaan sampah rumah tangga.
Sedangkan yang kedua adalah peningkatan literasi keuangan, akses terhadap lembaga keuangan formal dan manajemen agen bank. Serta yang ketiga adalah peningkatan kemampuan usaha melalui pendampingan usaha dan pemasaran digital.
ADVERTISEMENT
Ade menambahkan, program ini tidak hanya memberikan pemahaman mengenai kesehatan, nutrisi, hingga pengelolaan keuangan, tetapi diharapkan juga bisa meningkatkan taraf hidup komunitas petani kopi.
"Kita bisa memberdayakan ibu-ibu di kantung-kantung petani kopi Indonesia supaya lebih berdaya dari sisi ekonomi, kesehatan, dari sisi mereka sendiri, itu sih esensi dari program ini," kata dia.
Pemberdayaan Petani Kopi Perempuan
Dari 3.600 peserta petani kopi perempuan, ada tiga peserta yang dihadirkan secara langsung untuk menceritakan bagaimana pengalaman mereka mengikuti program ini. Seorang peserta bernama Cucu Sumiati yang berasal dari daerah Pangalengan, Jawa Barat, bercerita bagaimana ia akhirnya ikut dan terjun langsung dalam program ini.
Setelah mengikuti pelatihan ini, ia mengatakan bahwa dirinya menjadi lebih paham dan mengerti tentang bagaimana memenuhi nutrisi yang baik, pengelolaan sampah yang benar hingga mengelola penghasilan atau pendapatan.
ADVERTISEMENT
"Lewat literasi keuangan akhirnya kita paham dan mengerti bagaimana mengelola penghasilan suami yang kebetulan dari petani kopi. Selain itu ada target dan sasaran kita harus menabung juga," ujar Cucu.
Meski mulai menabung, Cucu mengatakan salah satu kendala yang dihadapi adalah penghasilan yang kurang memadai. Hingga tercetuslah sebuah ide untuk membuat bisnis.
"Kita terinspirasi membuka usaha dari pelatihan dari program BENTANI ini. Itu ada namanya (pelatihan) pengembangan bisnis saya terinspirasi bagaimana ibu-ibu mendapat penghasilan lebih, petani kopi kan 6 bulan panen dan sisanya dari buruh aja," kata dia.
Dia pun akhirnya membuat ide bisnis makanan ringan arum manis atau rambut nenek yang dijual-jual ke sekolah-sekolah, toko dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, cerita lain datang dari peserta lain yang bernama Rika Ernawati. Perempuan yang berasal dari Desa Buninagara itu mengatakan bahwa dirinya menjadi lebih mengerti dan memahami bagaimana cara pemilahan sampah yang baik dan benar.
"Dulu itu kita kalau buang sampah masih disatuin organik dan non-organik tapi setelah mengikuti pelatihan ini kita jadi mengerti bagaimana cara memilah sampah dengan baik dan benar," katanya.
Selain itu, setelah mengikuti pelatihan finansial literasi, Rika juga lebih bisa mengelola keuangan keluarga terutama dalam hal pencatatan harian untuk pendapatan dan pengeluaran.
"Lebih bisa memahami apa yang menjadi prioritas dan kebutuhan rumah tangga, dan bisa menyisihkan sedikit penghasilan untuk biaya pendidikan anak," ujar Rika.
ADVERTISEMENT
Lain hal dengan Rika, peserta lain yang bernama Eva Maryana yang merupakan ibu dengan satu orang anak dan suaminya yang bekerja dengan penghasilan upah harian mengatakan mampu mengelola finansialnya dengan lebih baik.
Setelah mengikuti kelas finansial literasi, Eva mampu membuat catatan keuangan sederhana tentang pendapatan dan pengeluaran dalam rumah tangga.
"Suami saya memberikan penghasilannya sebesar Rp 100 ribu dan kemudian akan dipecah menjadi beberapa kelompok kebutuhan yang dimasukkan ke dalam beberapa keler (bahasa Sunda yang artinya toples). Toples pertama Rp 20 ribu untuk beli bensin ke tempat kerja, toples kedua Rp 20 ribu untuk simpanan uang, jaga-jaga, Rp 15 ribu jajan anak, dan Rp 30 ribu untuk lauk pauk," kata dia.
Ketiga peserta BENTANI tersebut mengatakan bahwa mereka merasakan banyak manfaat setelah mengikuti program pelatihan tersebut.
ADVERTISEMENT
"Setelah mengikuti program ini dari desa saya belum ada pelatihan seperti ini. Kita sebagai peserta lebih tahu kesehatan, peningkatan ke masyarakat, terus ada perubahan di pengelolaan sampah juga gitu," kata Cucu.
"Kita termotivasi untuk menabung, banyak yang lebih bermanfaat. Sebelum ada program ini tidak ada edukasi ke rumah-rumah. Semenjak, program ini Alhamdulilah banyak manfaatnya," lanjut dia.
Senada dengan Cucu, Eva dan Rika juga merasakan hal yang sama.
"Pengelolaan sampah dari yang tadinya berserakan tidak paham cara memilah sampah jadi sekarang sudah mulai bisa membedakan mana yang organik dan non-organik dan tidak membuang sampah sembarangan," pungkas Eva.