AKSI Ciptakan Skema Aplikasi Direct License, FESMI Langsung Kritik

11 April 2025 15:01 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Musisi sekaligus anggota DPR Ahmad Dhani bersama musisi Piyu Padi dan pengacara Minila Sebayang saat konferensi pers penyataan sikap terkait putusan pengadilan Ari Bias dengan Agnez Mo di Istana Al Barat, Cipete, Jakarta, Senin, (17/2/2025). Foto: Agus Apriyanto
zoom-in-whitePerbesar
Musisi sekaligus anggota DPR Ahmad Dhani bersama musisi Piyu Padi dan pengacara Minila Sebayang saat konferensi pers penyataan sikap terkait putusan pengadilan Ari Bias dengan Agnez Mo di Istana Al Barat, Cipete, Jakarta, Senin, (17/2/2025). Foto: Agus Apriyanto
ADVERTISEMENT
Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) menciptakan aplikasi pembayaran dari regulasi direct license lewat Digital Direct Licensing (DDL). Badai eks Kerispatih, sebagai wakil ketua umum AKSI, membagikan skema aplikasi tersebut lewat Instagram.
ADVERTISEMENT
Badai menyebut aplikasi itu dibuat AKSI sebagai bukti konkret kepedulian mereka terhadap para pencipta lagu.
Badai Kerispatih Foto: Giovanni/kumparan
Secara ringkas, Badai menjelaskan bahwa DDL adalah platform inovatif yang dikembangkan untuk modernisasi sistem royalti digital yang transparan.
Sejak 2023, AKSI memperkenalkan dan mempresentasikan platform ini ke berbagai lembaga terkait. Badai dan kawan-kawan pernah mempresentasikan aplikasi ini kepada Kantor Staf Presiden (KSP), serta Kementerian Ekonomi Kreatif pemerintahan yang baru. Sambutan dari pemerintah pun positif.
Bahkan, AKSI melakukan simulasi secara real-time dalam FGD bersama Menteri Ekonomi Kreatif, Event Organizer (EO), dan manajemen artis. Simulasi ini menunjukkan bagaimana hak ekonomi para pencipta lagu dapat didistribusikan langsung sebelum konser diselenggarakan.
Dalam sistem itu, tertera juga pajak yang dikenakan untuk tiap lagu adalah 10 persen dari nilai kontrak artis atau sang penyanyi. DDL disebut Badai sebagai solusi yang ditawarkan AKSI untuk mengatasi carut marut UU Hak Cipta dan royalti musik.
ADVERTISEMENT

Kritik dari FESMI

Menanggapi DDL, Panji Prasetyo sebagai Direktur Hukum FESMI (Federasi Serikat Musisi Indonesia) buka suara. Pihaknya tak masalah soal aplikasi digital tersebut.
Hanya saja, FESMI menyoroti ada hal yang tak sesuai hukum dari aplikasi tersebut.
"Enggak wajib orang untuk pakai, kenapa? Dasar hukumnya apa? Di Undang Undang Hak Cipta performing itu bayarannya kan lewat LMK, enggak ada celah untuk direct license," ujar Panji Prasetyo dihubungi pada Rabu (9/4).
Yovie Widianto Ditunjuk Jadi Ketua FESMI. Foto: FESMI
Panji merujuk ke Pasal 81 UU Hak Cipta, soal lisensi eksklusif non eksklusif. Ada juga Pasal 80 yang menekankan lisensi secara umum dan performing.
"Jadi apa dasarnya itu DL (direct license)" lanjut Panji Prasetyo.
Panji juga menyoroti, seharusnya AKSI bisa membedakan antara royalti dan honor.
ADVERTISEMENT
"Honor itu kan imbalan buat penyanyi dan penyanyi itu bagian dari pertunjukan. Yang jelas penyelenggara dong harus tanggung jawab. Itu jelas ya, di Undang Undang, di PP 56," tutur Panji.
Meski begitu, Panji tetap setuju apabila AKSI menghidupkan DDL sebagai metode kolektif, hanya di kalangan mereka saja.
"Jadi ini kan kemauan private-nya mereka. Ya sudah pakai aja kelompok mereka, jangan memaksakan hukum private kalian buat dijadikan hukum publik," tegas Panji Prasetyo.