Asma Nadia Minta Bantuan Pemda soal Penolakan '212 The Power of Love'

19 Mei 2018 11:05 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Jumpa pers Film 212 The Power of Love. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Jumpa pers Film 212 The Power of Love. (Foto: Munady Widjaja)
ADVERTISEMENT
Film '212 The Power of Love' yang disutradarai oleh Jastis Arimba mendapat penolakan di beberapa daerah di Indonesia, seperti misalnya Palangkaraya, Manado, dan Ternate.
ADVERTISEMENT
Associate Producer film '212 The Power of Love', Asma Nadia, mengaku sangat menyayangkan hal ini. Sebab, sebenarnya orang-orang yang menolak film tersebut, sama sekali belum mencoba untuk menonton film yang bercerita tentang agama Islam yang cinta damai itu.
Awalnya, pihak XXI memberikan total 20 layar di seluruh Indonesia untuk film yang dibintangi oleh Fauzi Baadilla ini. Namun, dengan adanya kejadian tersebut, sekarang tinggal ada 11 layar saja yang tersisa. Asma pun merasa banyak pihak yang dirugikan karena insiden ini.
"Jadi, energi kami kepakai banyak, benar-benar terkuras lah, layar berkurang, ketakutan itu menyebar ke yang lain, enggak make sense gitu," ungkap Asma saat dihubungi kumparan (kumparan.com) lewat sambungan telepon, Jumat (18/5).
Film 212 The Power of Love. (Foto: Instagram @212movie)
zoom-in-whitePerbesar
Film 212 The Power of Love. (Foto: Instagram @212movie)
"Apalagi, ada yang sampai menjual mobil demi buat mendanai film ini, karena kami kan PH kecil, ya. Padahal kan kita niatnya mau buat PH-PH kecil baru supaya bisa bersaing juga kan. Mungkin buat PH besar enggak masalah, tapi kalau ini jadinya kasihan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penulis novel berusia 46 tahun ini berharap agar Pemerintah Daerah setempat mau turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Salah satunya dengan melakukan mediasi kepada pihak-pihak yang melakukan penolakan tersebut.
"Mungkin pihak Gubernur dan staf pimpinan daerah bisa menggelar nobar (nonton bareng), mengundang ketua adat, sehingga tidak ada fitnah ini," kata Asma.
Menurut Asma, kegiatan nobar itu bisa menjadi suatu bentuk mediasi yang cocok, karena pihak-pihak yang melakukan penolakan terhadap filmnya itu bisa menonton dan mengkaji terlebih dulu isi film '212 The Power of Love'. Namun jika ada yang tak sesuai dengan kaidah yang ada, mereka bisa mendiskusikannya.
Jumpa pers Film 212 The Power of Love. (Foto: Munady Widjaja)
zoom-in-whitePerbesar
Jumpa pers Film 212 The Power of Love. (Foto: Munady Widjaja)
"Kita juga sama-sama belajar untuk tidak judge book by its cover. Nonton dulu, kalau ada gimana-gimana, ayo kita diskusi. Tapi nonton dulu, bagian mana keberatannya," ucap penulis buku 'Assalamualaikum, Beijing' itu.
ADVERTISEMENT
Film yang dibintangi oleh Fauzi Baadilla, Meyda Safira, Asma Nadia, Adhin Abdul Hakim, Hamas Syahid, Rony Dozer, Humaidi Abbas dan sederet bintang lainnya ini menceritakan pergulatan batin Rahmat yang diperankan oleh Fauzi Badilla seorang jurnalis di sebuah media terkemuka.
Adegan film 212: Power of Love (Foto: Warna Pictures)
zoom-in-whitePerbesar
Adegan film 212: Power of Love (Foto: Warna Pictures)
Pada suatu hari, ia mendapat kabar bahwa ibunya meninggal dan membuat Rahmat harus pulang ke kampung halamannya. Selama hidupnya Rahmat sering bersitegang dengan ayahnya, seorang tokoh agama desa yang dianggapnya keras dan konservatif. Tiba-tiba, ayah Rahmat yang sudah memasuki usia senja, memutuskan untuk melakukan longmarch bersama para kaum muslim dari desanya menuju Jakarta.
Berbeda dengan ayahnya, Rahmat menganggap aksi 212 dan aksi-aksi sebelumnya adalah gerakan politik yang menunggangi umat Islam untuk kepentingan kekuasaan. Namun, melihat kondisi ayahnya yang sudah tua akhirnya Rahmat memutuskan untuk menemani ayahnya untuk melakukan longmarch. Perjalanan itu berubah menjadi sebuah pengalaman spesial bagi Rahmat.
ADVERTISEMENT