Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Produksi film animasi kini didukung pula oleh animator yang bertalenta. Tidak sedikit dari mereka yang namanya telah mendunia, dan ikut menggarap film berskala internasional.
Mulai dari Ronny Gani yang memoles tampilan visual Hulk dan kawan-kawan di film Avengers, Rini Sugianto yang terlibat dalam penggarapan The Adventures of Tintin, sampai Griselda Sastrawinata yang ikut memproduksi Moana dan Frozen 2.
Namun begitu, geliat film animasi seperti belum menunjukkan taringnya. Industri ini seakan masih dikelilingi problema yang sama, baik dari dalam maupun luar.
Di antaranya, proses pembuatan film animasi yang tidak sebentar. Produser film Genesis Timotius menyebut, animator Indonesia masih belum terbiasa menggarap film berdurasi panjang.
Genesis mengibaratkan produksi film animasi berdurasi panjang layaknya sebuah lari maraton. Ketahanan kerja dalam waktu yang panjang menjadi kendalanya.
ADVERTISEMENT
"Animator kita enggak biasa sama proyek seperti ini. Bukan karena enggak mampu. Produksi film animasi durasi panjang itu harus menjaga agar para animator langkahnya selalu sama dan konsisten. (Jadi) hasil selalu bagus. Ini yang sulit," jelas dia kepada kumparan.
Stigma yang menempel pada film animasi lokal turut menambah persoalan. Genesis menilai, selama ini film animasi masih sekadar dianggap kartun anak-anak. Bila terus begini, otomatis film animasi di bioskop hanya ditonton pada akhir pekan atau hari libur sekolah.
Alhasil, profit dari film animasi tidak bisa cuma bergantung kepada jumlah penonton. Tapi juga kepada produk turunannya, seperti merchandise.
"Ini bagian dari film animasi. Cara kami mempromosikan sebuah ikon. Making money from the other side," ucap Genesis yang pernah menggarap film Petualangan Singa Pemberani.
Problema ini turut melahirkan PR terbesar bagi kreator film animasi di Indonesia, yakni membangun kesadaran ke kelompok usia yang lebih dewasa.
ADVERTISEMENT
Memperbanyak konten menjadi salah satu jalan keluarnya. Semakin bervariasinya pilihan film animasi dalam negeri, diharapkan dapat diikuti dengan meluasnya pasar animasi di Indonesia.
"Sebenarnya ada peluang besar, tinggal pengemasannya bagaimana. Sebab, film animasi memang masih dalam fase pengenalan. Sama-sama membesarkan market-lah, supaya awareness juga berkembang. Enggak cuma konten di YouTube aja," katanya.
Harapan Genesis patut diamini dan didukung, melihat makin banyaknya film animasi yang dijadwalkan tayang tahun ini. Salah satunya ialah Riki Rhino, film animasi dari studio Batavia Pictures, tentang terusiknya kehidupan satwa langka oleh para pemburu.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya soal film animasi berdurasi panjang, proses produksi Riki Rhino juga tidak sebentar. Film ini memakan waktu 4,5 tahun karena lamanya riset dan pengumpulan aset yang dimulai dari nol.
ADVERTISEMENT
Sumber daya yang dikerahkan pun tidak main-main. Sebanyak 75-100 animator terlibat dalam Riki Rhino, dan memakan biaya produksi hingga melebihi USD 1 juta atau sekitar Rp 16 miliar.
Film animasi Riki Rhino berpusat kepada seekor badak Sumatera bernama Riki. Genesis yang terlibat dalam produksinya mengatakan, alasan memilih badak karena menjadi salah satu satu satwa langka di Indonesia.
"Kami melihat badak emang unik di Indonesia. Dari lima jenis badak di dunia, Indonesia punya dua, badak Jawa dan badak Sumatera. Tapi, di film ini enggak cuma badak, ada juga harimau Sumatera, gajah Lampung, bekantan, sampai penyu sisik," sebutnya.
Di antara para pengisi suara di film animasi ini ialah, Hamish Daud Wyllie, Ge Pamungkas, Zack Lee, Mo Sidik, Raden Mas Cemen, Aurel Hermansyah, Arsy Hermansyah, Mikaela Lee, dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
ADVERTISEMENT