Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Sejumlah film superhero Indonesia, yakni Satria Dewa: Gatotkaca, Sri Asih , dan Virgo and The Sparklings memperoleh hasil yang kurang memuaskan dari segi jumlah penonton.
ADVERTISEMENT
Pengamat film Shandy Gasella menduga performa film superhero Indonesia yang ‘loyo’ disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya dari segi cerita yang kurang mengena untuk penonton.
“Mungkin karena menurut kebanyakan penonton, filmnya enggak seru, ceritanya enggak seru,” kata Shandy kepada kumparan.
“Mungkin kalau teknis penggarapannya, CGI, di bawah kualitas Hollywood, masih bisa dimaafkan,” lanjutnya.
Film Superhero Tidak Mungkin Berhasil Jika Cerita Tak Relate
Menurut Shandy, jalan cerita dalam film superhero Indonesia menjadi hal yang perlu diperhatikan.
“Aku pikir kembali ke script, kalau enggak relate, ya, enggak jalan. Penonton enggak merasa jagoan di film itu menarik empati mereka,” tuturnya.
Lebih lanjut, kata Shandy, para penonton memahami bahwa film superhero Indonesia tidak mungkin bisa dibandingkan dengan Hollywood.
Sementara itu, produser film Satria Dewa: Gatotkaca, Celerina Judisari, tetap memiliki prospek yang bagus untuk ke depannya.
ADVERTISEMENT
“Oh bagus. Semua film berprospek,” ucap Celerina kepada kumparan.
Celerina menjelaskan lebih lanjut mengenai prospek film superhero Indonesia. “Kita melihatnya, prospeknya as a universe bahwa kita membangun sebuah IP (Intellectual Property),” tuturnya.
Lewat film superhero Indonesia, Celerina mengungkapkan bahwa dirinya berusaha untuk membangun sebuah brand.
Karena itu, Celerina tidak akan putus asa meski film Satria Dewa: Gatotkaca yang ia produseri tidak memperoleh hasil yang memuaskan.
“Kalau saya sebagai produser saya juga tidak mau putus asa, karena apa? Kaitannya adalah kita membangun brand,” ucap Celerina.