Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hanung Bramantyo Keluhkan Sikap Produser Indonesia, Nia Dinata Angkat Bicara
30 Maret 2020 22:11 WIB
ADVERTISEMENT
Karena pandemi COVID-19, industri film Indonesia saat ini tidak bisa banyak bergerak. Proses syuting harus tertunda dan pra-produksi, mau tidak mau, digelar menggunakan video conference.
ADVERTISEMENT
Namun, kondisi krisis tidak menghentikan langkah para sutradara yang tergabung di Indonesian Film Directors Club atau IFDC untuk merayakan Hari Film Nasional yang ke-70. Mereka pun menggelar video conference yang disiarkan melalui Instagram @ifdclub.
Enam sutradara ternama yang ikut di video conference itu adalah Hanung Bramantyo, Nia Dinata, Joko Anwar, Garin Nugroho, Riri Riza, dan Upi. Lukman Sardi pun hadir sebagai moderator.
Mereka membahas berbagai hal, mulai dari permulaan karier di industri film hingga tantangan-tantangan apa yang hingga saat ini masih dialami oleh filmmaker Indonesia. Namun, perbincangan menjadi seru ketika Lukman bertanya, apakah remaja yang saat ini ingin menjadi sutradara perlu memahami berbagai pengetahuan teknis.
Mengenai hal itu, Joko Anwar menjawab, sutradara memang perlu untuk setidaknya mengerti bahasa teknis. Hal itu akan sangat berguna untuk membangun komunikasi dengan para pemeran serta kru yang terlibat.
"Gue percaya, semua sutradara harus punya basic knowledge untuk bagaimana mengomunikasikan visinya pada kru. Nah, dari kru dan pemain mereka perlu untuk memberikan skill dan talenta mereka agar isi kepala sutradara bisa terwujud, bahkan jadi lebih baik," ucap Joko ketika melakukan video conference, Senin (30/3).
ADVERTISEMENT
Upi dan Nia Dinata setuju dengan pernyataan Joko. Keduanya menjelaskan bahwa sutradara adalah seorang arsitek yang perlu mengatur berbagai hal, mulai dari akting para pemeran hingga bagaimana pengambilan gambar yang baik.
Nia pun menekankan, kemampuan komunikasi harus terus diasah, jika ingin menjadi sutradara yang andal. "Jangan sampai kerja, tapi enggak tahu bagaimana mengungkapkannya. Bukan cuma ke pemain, tapi chief dari semua department," kata Nia.
Sebenarnya Hanung pun setuju pada apa yang dikatakan oleh Joko, Nia Dinata, dan Upi mengenai komunikasi dan pengetahuan dasar. Namun, ia memberi satu kasus yang agaknya sudah sangat lama ia pendam.
"Tapi, banyak yang saya hadapi, produser yang punya peranan penting di distribusi film, punya bayangan sendiri terhadap film. Saya dulu waktu disodori novel Ayat Ayat Cinta, produser itu sudah punya bayangan sendiri filmnya mau feel-nya seperti apa," ungkap Hanung.
ADVERTISEMENT
"Nah, itu enggak cuma satu orang. Gue pernah punya visi, seperti yang Joko bilang, gue sudah komunikasi, shoot harus begini, editing begini. Tapi, saat semua selesai, tiba-tiba warna diubah oleh produser. Alasannya, dia punya privilege di jualan, mereka punya strategi marketing," sambungnya dengan nada frustasi.
Mendengar pernyataan Hanung, Nia Dinata pun bereaksi dan mengatakan bahwa seharusnya seorang sutradara bisa mengomunikasikan semua hal sebelum proses produksi dimulai. Hanung setuju, tapi ia merasa, apa yang terjadi di lapangan itu berbeda dengan teori yang Nia bicarakan.
Karena situasi memanas, Lukman pun coba untuk meredam. Namun, di akhir video conference, Nia kembali muncul dan memberi pernyataan yang menohok.
"Nih, ya, buat para produser. Ingat, produser itu bagian dari filmmaker. Jadi tolong, jangan pakai prespektif yang tidak sesuai degan filmmaking," ujar Nia ditanggapi dengan tawa dan senyum persetujuan dari semua sutradara yang ikut di video conference.
ADVERTISEMENT