Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Menyimak Kemeriahan Festival Film Dokumenter 2017
12 Desember 2017 12:46 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Gelaran ini telah resmi dibuka pada hari Sabtu, 9 Desember 2017 lalu, di Societet, Taman Budaya Yogyakarta. Rangkaian acara ini akan digelar selama satu minggu, yang mana akan selesai pada tanggal 15 Desember 2017 mendatang. Tahun ini, FFD akan digelar di tiga tempat, yakni Taman Budaya Yogyakarta, IFI-LIP Yogyakarta, dan Langgeng Art Foundation, dan dibagi ke dalam empat agenda utama, yakni: Kompetisi, Pemutaran Utama, Parsial, dan Lokakarya Film Kritik.
Pada program Kompetisi, FFD menerima 43 film kategori Dokumenter Panjang Internasional, 85 film kategori Dokumenter Pendek, dan 24 film kategori Dokumenter Pelajar. Juri yang terlibat dalam kompetisi ini juga berasal dari berbagai macam latar belakang.
Mereka yang terlibat sebagai juri dalam Dokumenter Panjang antara lain adalah Ronny Agustinus (Pendiri Ruangrupa, pengelola Marjin Kiri), Anna Har (Produser dan Direktur Freedom Film Festival), serta Sandeep Ray (Sutradara film “Royal Bengal Rahasya” asal India). Sedangkan film Dokumenter Pendek melibatkan tiga orang juri, yaitu Antariksa (Pendiri KUNCI Cultural Studies), Thomas Barker (Asisten Professor Film dan Televisi University of Nottingham Malaysian Campus), dan Vivian Idris (Aktris dan Produser). Dan untuk kategori Dokumenter Pelajar, jurinya adalah Irfan R. Darajat (Peneliti LARAS), Jason Iskandar (Sutradara film “Seserahan”), dan Steve Pillar Setiabudi (Sutradara film dokumenter “Tarung”).
ADVERTISEMENT
Agenda pemutaran film dokumenter ini dibagi ke dalam lima program dengan total 78 film dari 17 negara, yaitu: Perspektif, Spektrum, Dear Memory, Program spesial: 5 Pulau / 5 Desa, dan Parsial.
Perspektif adalah program utama non-kompetisi yang mengacu pada tema festival ini sendiri. Berbeda dengan Spektrum yang hadir sebagai suguhan FFD atas keragaman film-film dokumenter di dunia yang pada tahun ini mengambil Retrospektif dari karya Mark Rappaport. Ini adalah usaha dari pihak FFD untuk membangun keterlibatan penonton dalam proses menelaah, dan merenungkan baik wacana, kesadaran menerima impresi serta narasi yang dari film Rappaport yang berisi potong-potongan film populer.
Selain itu, Dear Memory adalah sebuah cara untuk melihat bagaimana sebuah memori direpresentasikan lewat penceritaan visual, teks,dan audio dalam film dokumenter. Program ini dibagi ke dalam dua perspektif yang berbeda, yakni: Dear Memory: Kebersituasian, dan Dear Memory: Kepingan Masa Lampau.
ADVERTISEMENT
Sedangkan pada program spesial pemutaran perdana dan diskusi Proyek 5 Pulau / 5 Desa, ada hasil kerjasama antara FFD dengan Goethe-Institut Indonesia. FFD akan menggelar pemutaran perdana dan diskusi karya pembuat film Indonesia yang dikirim ke lima desa di Jerman selama kurang lebih tiga minggu dari bagian terakhir proyek ini, bertajuk 5 Desa.
Dan yang terakhir, yakni program Parsial, FFD mempersembahkan lima program berbeda, antara lain 'Docu Francais', 'Le Mois du Film Documentaire', 'Focus Japan', 'Asian Docs', dan 'Fragmen Keseharian'.
Program terbaru yang ada dari agenda parsial adalah Fragmen Keseharian. Ini adalah hasil kolaborasi dengan National Film Board (NFB) of Canada dan Canada Embassy. Melalui program tersebut, penyelenggara mencoba memperkenalkan penonton dengan problema dan fenomena khas Kanada melalui karya-karya dokumenter. Beberapa film yang diputar, antara lain adalah 'Nowhere Land' (2015), 'Dialogue(s)' (2016), dan 'Stone Makers' (2016).
ADVERTISEMENT
FFD tahun ini memilih agenda Edukasi untuk dijadikan lokakarya kritik film. Setelah kurang lebih 15 tahun menyuguhkan dan menyaksikan ribuan film dokumenter, kali ini FFD berharap dapat menggerakkan penonton untuk bisa turut serta memberikan respo terhadap beragam film dokumenter. Hasil kerjasama FFD dan Cinema Poetica ini diharapkan bisa meramaikan kritik film dari masyarakat. Lokakarya tersebut akan digelar secara intensif selama lima hari, terhitung dari tanggal 10-14 Desember 2017, dan bertempat di Langgeng Art Foundation.
Para penyelenggara FFD percaya jika film-film dokumenter ini memiliki posisi yang signifikan dalam rangka mencerdaskan masyarakat, serta memberikan perspektif alternatif tersendiri, yang selama ini jarang diwujudkan oleh media arus utama. Film dokumenter, sebagai sebuah medium, diharap dapat dimanfaatkan sebagai sebuah media aspirasi yang mandiri, menghadirkan pesan-pesan reflektif, dan dapat melewari berbagai batasan ruang dan waktu.
ADVERTISEMENT