Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Review Srimulat: Hil Yang Mustahal, Film Komedi Antik Pemecah Kerinduan
15 Mei 2022 14:23 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Deretan bintang ternama mulai dari Bio One, Ibnu Jamil, sampai Teuku Rifnu Wikana ikut terlibat dalam film ini.
Srimulat: Hil Yang Mustahal sendiri menceritakan tentang perjalanan karier salah satu grup lawak Indonesia yang paling legendaris, Srimulat. Film berfokus pada Srimulat saat hendak bertransformasi dari pelawak desa menjadi grup lawak televisi nasional.
Total 11 tokoh Srimulat yang dihadirkan dengan aktor papan atas sebagai pemerannya. Ada Bio One sebagai Gepeng, Elang El-Gibran sebagai Basuki, dan Dimas Anggara sebagai Timbul.
Kemudian, Ibnu Jamil sebagai Tarsan, Rifnu Wikana sebagai Asmuni, dan Erick Estrada sebagai Tessy. Lalu, ada Zulfa Maharani sebagai Nunung, Morgan Oey sebagai Paul, dan Erica Carl sebagai Djudjuk
Dua orang lainnya adalah Rukman Rosadi sebagai Teguh Slamet Raharjo dan Naimma Aljufri sebagai Ana. Indah Permatasari dan Rano Karno memerankan dua tokoh pendukung, Royani dan Babeh Makmur.
Kisahnya bermula dari undangan yang datang bagi Srimulat untuk tampil di televisi. Sebagai seniman daerah, tentu ini menjadi hal yang membanggakan bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Bukan cuma itu, bahkan Srimulat juga diundang untuk tampil di depan presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto. Permasalahannya, para pelakon Srimulat belum menemukan formula yang pas untuk disuguhkan.
Pada akhirnya, semua pelakon pun berusaha semaksimal mungkin untuk menemukan jati diri baru di panggung yang dirasa sanggup mengocok perut. Di sisi lain, para pelakon Srimulat juga harus menghadapi kesulitan bahasa.
Ya, mereka berasa dari Solo dan masih belum lancar dalam berbahasa Indonesia. Padahal, jika ingin tampil di TV, mereka harus berkomedi dengan bahasa Indonesia.
Bagaimana cara para pelakon Srimulat bisa menemukan jati diri panggung yang sesuai? Apakah mereka bisa menaklukkan masalah bahasa yang menjadi penghalang?
Untuk mengetahuinya, silakan tonton film Srimulat: Hil Yang Mustahal di bioskop pada 19 Mei mendatang. Dijamin film ini mampu membuat kalian tertawa dengan komedi yang seru.
ADVERTISEMENT
Bisa dikatakan, film ini menghidupkan kembali komedi antik ala Srimulat yang sudah lama menghilang. Saat ini, lawak memang cenderung dilakukan sendiri, seperti yang dilakukan oleh para stand up comedian.
Film ini menyajikan komedi yang jauh berbeda dari itu. Ada unsur slapstick serta pembangunan punchline yang dihasilkan dari dialog kolektif antar pemain.
Bagi yang rindu dengan candaan semacam itu, film ini sangat cocok untuk ditonton. Penuturan ceritanya pun terbalut unsur drama, tapi balutannya terasa soft dan tidak memaksakan.
Menariknya, 11 aktor utama di film ini bukan pelawak atau stand up comedian. Tapi, berkat komedi khas Srimulat mereka semua bisa terlihat lucu.
Kalian tidak akan menyangka jika seorang Bio One yang keren bisa tampil konyol sebagai Gepeng. Begitu pula Teuku Rifnu, Dimas Anggara, dan Ibnu Jamil yang macho bisa menjadi sangat jenaka sebagai Asmuni, Timbul, dan Tarsan.
ADVERTISEMENT
Dua aktor yang paling mencuri perhatian adalah Elang El-Gibran dan Erick Estrada, pemeran Basuki dan Tessy. Elang sangat bisa menjelma menjadi seorang Basuki.
Dari segi gestur dan cara bicara, Elang tampak mirip seperti Basuki. Kehadirannya sangat mampu membuat kalian rindu pada sosok Basuki yang juga sempat tenar berkat sinetron Si Doel Anak Sekolahan.
Di sisi lain, Erick Estrada bisa menjelma menjadi Kabul Basuki alias Tessy dengan apik. Gestur Erick terasa sangat mirip seperti Tessy asli dan kalian pasti akan tertawa oleh ulahnya.
Terakhir, ada Zulfa Maharani yang bisa berubah menjadi gadis genit, mirip seperti Nunung asli di masa muda. Cara bicaranya bisa dikatakan 11-12 dengan perempuan bernama asli Tri Retno Prayudati itu.
ADVERTISEMENT
Rasanya kekurangan dari film ini hanya durasi yang terasa sangat panjang. Seandainya saja Fajar Nugros bisa mempersingkat durasi, mungkin film tidak akan perlu dibelah menjadi dua bagian.
Meski begitu, adegan di film ini terasa padat. Jadi, durasi yang panjang pun tidak terlalu bermasalah, karena film tidak terasa membosankan.
Meski berlatar era lampau, film ini juga terasa masih relevan. Sebab, inti cerita yang ingin disampaikan adalah mengenai bagaimana 11 anak muda dari desa berjuang meraih mimpi dan cita-cita.
Jadi, anak muda akan sangat bisa menikmati film ini. Mereka yang sudah tidak muda, khususnya pecinta Srimulat pun bisa merasa senang karena kesan nostalgia di film sukses tersampaikan dengan apik.