Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Sutradara Emosional Ingat Masa Kecil Saat Ceritakan Film Tale of the Land
5 Oktober 2024 12:00 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Film Tale of the Land tayang untuk pertama kali di Busan International Film Festival (BIFF) 2024. Film karya sutradara Indonesia, Loeloe Hendra, ini tayang di Busan Cinema Center pada Jumat (4/10).
ADVERTISEMENT
Tale of the Land mendapat sambutan yang cukup meriah dari penonton Korea. Mereka antusias memberikan pertanyaan-pertanyaan kritis kepada sutradara dan juga pemain.
Tangis Loeloe sempat pecah di sesi tanya jawab. Momen itu terjadi kala Loeloe hendak menceritakan kisah di balik film tersebut.
Film ini terasa cukup personal baginya. Sebab, ia terinspirasi dari kisah masa kecilnya ketika tinggal di Kalimantan.
Loeloe sempat tak bisa berkata-kata karena ia tak dapat membendung air matanya. Para penonton memberikan tepuk tangan meriah untuk menguatkan Loeloe.
"Dulu saya tinggal bersama kakek di Kalimantan. Kami pendatang dari Jawa. Saat itu, kakek sering menceritakan banyak dongeng kepada saya," ucap Loeloe memulai kisahnya.
Sutradara berambut gondrong itu kemudian menceritakan soal penduduk asli Kalimantan, yakni orang Dayak. Saat masih kecil, Loeloe memiliki pemikiran bahwa orang Dayak adalah orang-orang yang tidak baik.
ADVERTISEMENT
"Tapi ternyata itu hanya framing orang-orang luar saja. Mereka ingin orang Dayak dianggap seperti itu," ungkapnya.
Pemikiran Loeloe terhadap orang Dayak berubah ketika ia beranjak dewasa. Setelah lulus kuliah dan mulai menjadi sutradara, Loeloe banyak membuat film pendek tentang identitas masyarakat Dayak.
"Saya pernah buat film tentang anak laki-laki yang mencari identitas. Dari situ, saya sadar tentang kompleksitas masyarakat Kalimantan," tuturnya.
Loeloe menyinggung soal masyarakat asli Kalimantan yang tak bisa tinggal dengan leluasa di tanah kelahirannya sendiri.
"Mereka gak bisa hidup bebas, karena penggundulan hutan, lalu karena orang-orang luar seperti saya. Banyak orang datang dari luar pulau. Jadi penduduk lokal gak bisa hidup karena tanah leluhur mereka sudah diambil oleh orang luar," jelasnya dengan suara bergetar.
Film Tale of the Land berkisah tentang trauma seorang gadis Dayak bernama May (Shenina Cinnamon) karena kematian orang tuanya akibat konflik tanah. Trauma itu membuat May tak bisa menginjakkan kakinya ke tanah.
ADVERTISEMENT
May pun akhirnya tinggal di rumah apung yang jauh dari daratan bersama kakeknya, Tuha (Arswendy Bening Swara).