Tere Liye, Dewi Lestari, Aan Masyur, dan Kutipan Mereka

24 November 2017 11:41 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tere Liye alias Darwis. (Foto: ub.ac.id/Fb/Tere Liye)
zoom-in-whitePerbesar
Tere Liye alias Darwis. (Foto: ub.ac.id/Fb/Tere Liye)
ADVERTISEMENT
Ungkapan kemarahan dan kekesalan Tere Liye kepada penghuni jagat maya yang menggunakan kutipan dari novelnya sebagai caption foto selfie, menyisakan ruang percakapan bagi khalayak, baik yang sudah membaca karyanya, atau yang baru mengenal sosoknya setelah keriuhan di media sosial.
ADVERTISEMENT
Sebagian orang menilai ucapan Tere yang emosional, merupakan sesuatu yang berlebihan. Tak rasional dan mengada-ada. Sementara sebagian lainnya justru berpendapat, apa yang ia sampaikan positif, karena memacu netizen untuk belajar menyusun caption foto dengan kalimat sendiri.
Fenomena menggungah foto selfie dengan caption kata-kata memikat, jelas bukan barang baru dan tak hanya dilakukan penggemar Tere Liye. Beberapa penulis populer lain juga memiliki penggemar fanatik yang menyebar caption tulisannya di media sosial.
Salah satu novelis yang tulisannya kerap dikutip warganet ialah Dewi ‘Dee’ Lestari. Tak heran, sebab kalimat gubahannya cenderung puitis, menyihir kaum muda dan remaja untuk berimajinasi melalui kata.
Kemampuan Dee untuk mengolah situasi ke dalam kata, menjadikannya bertabur penggemar. Apalagi, banyak prestasi ditorehkan Dee. Ia menyabet IKAPI Award dalam Indonesia International Book Fair 2016. Kala itu, buku Intelegensi Embun Pagi milik Dee terpilih sebagai pemenang untuk kategori Book of The Year 2016, mendampingi Tere Liye yang terpilih sebagai pemenang dari kategori Writer of The Year 2016.
ADVERTISEMENT
Tentu bukan kebetulan bila keduanya memenangi ajang penganugerahan institusi yang sama. Baik Tere Liye maupun Dee merupakan dua penulis Indonesia yang berbakat. Mereka produktif, dengan karya berbobot lagi populer.
Jokowi menunjukkan buku Dee yang ia beli (Foto: Twitter/ @ulinyusron)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi menunjukkan buku Dee yang ia beli (Foto: Twitter/ @ulinyusron)
Pada paragraf awal Intelegensi Embun Pagi, Dee menulis begini:
Waktu bergulir tergesa hari itu, menyulap senja menjadi malam yang terlampau awal. Langit sore terasa lebih muram daripada biasanya, lebih gelap daripada seharusnya. Awan kelabu membola pekat di pucuk-pucuk Andes dan tak menyisakan semburat matahari jingga yang semestinya menyapu halus siluet pegunungan.
Dee pandai mengolah satu kenyataan yang mungkin di mata orang lain terlihat sederhana, menggunakan diksi tak biasa. Ia juga lihai membahasakan sesuatu yang rumit menjadi sederhana, dengan jalan cerita mengalir.
ADVERTISEMENT
Tak heran bila buku-buku Dee didaulat sebagai sumber referensi bagi para penggemarnya, apalagi sekadar untuk menulis caption foto di media sosial.
Dengan sangat mudah, kita dapat menjumpai tagar #dewilestari #deelstari #dee yang menyeruak menghiasai lini masa jejaring sosial. Di sana, kata-kata gubahan Dee tampak mendampingi foto dari para penggemarnya. Kata-kata itu seolah mampu menciptakan situasi foto yang lebih bermakna.
Seorang mahasiswi di Pontianak, Vindy Adrianty, mengunggah foto dengan caption tulisan Dee karena memang suka dengan novel Dee.
“Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tapi dua melenyapkan,” demikian caption di Instagram Vindy, menyertai fotonya yang berdiri di depan Monumen Khatulistiwa, Pontianak Utara.
“Saya selalu suka kutipan-kutipan Dee, karena bahasanya selalu bisa mengena di hati,” ujar Vindy.
ADVERTISEMENT
Dee sendiri, dalam perbincangan dengan kumparan, Kamis (23/11), mengatakan pengutipan kata-kata untuk caption foto merupakan hal yang wajar. Menurutnya, masyarakat Indonesia tertarik pada kata-kata inspiratif dan penuh makna. Kalimat macam itu pun mudah diingat dan dibagikan, karena pendek saja.
“Sejauh kutipan hanya digunakan untuk keperluan pribadi, bagi saya tidak ada masalah,” kata Dee.
Namun, imbuhnya, pengutipan tidak boleh dilakukan bila sudah menyangkut sisi bisnis komersial, utamanya soal hak cipta yang dilanggar dalam proses pengutipan tersebut. Juga plagiasi, atau mengutip kalimat tanpa mencantumkan tulisan asli.
Dewi 'Dee' Lestari (Foto: Instagram/ @deelestari)
zoom-in-whitePerbesar
Dewi 'Dee' Lestari (Foto: Instagram/ @deelestari)
Terkait dengan karyanya yang beredar luas ke masyarakat, Dee jelas tak bisa mengendalikan konteks dari kata-katanya agar sesuai dengan pemahaman dia sebagai penulis. Sebab kehidupan dan peristiwa yang dialami masing-masing orang berbeda.
ADVERTISEMENT
Soal polemik atas sikap Tere Liye yang tidak mengizinkan para netizen mengunggah foto selfie dengan kutipan miliknya, Dee berpendapat itu hak dari Tere Liye sebagai seorang penulis.
Namun, Dee menyatakan, mengutip kata-kata seorang penulis juga bukan tindakan kriminal, sejauh untuk kepentingan dokumentasi pribadi.
“Yang Tere Liye utarakan hanya bersifat imbauan. Tidak ada implikasi hukum jika kemudian pembacanya melanggar. Saya melihatnya sebagai opini subjektif. Bisa kita sepakati, bisa juga tidak,” ujar Dee.
Aan Mansyur (Foto: Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Aan Mansyur (Foto: Istimewa)
Penyair yang kata-katanya kerap dikutip anak muda, Aan Mansyur, merasa gembira bila potongan puisinya dijadikan caption oleh para penggemarnya. Itu tandanya, kata Aan, bentuk penghargaan atas suatu karya.
Lelaki kelahiran Bone, Sulawesi Selatan itu menyayangkan sikap Tere Liye di media sosial yang marah karena kutipannya dibuat caption foto selfie.
ADVERTISEMENT
“Bagi saya, lebay aja sih. Saya tidak melihat urgensi di balik kemarahannya, apalagi hanya karena orang-orang menggunakan tulisannya untuk caption,” ujar Aan Mansyur.
Penulis puisi “Tidak Ada New York Hari Ini” itu semula menduga kekesalan Tere Liye didasari banyaknya orang yang tiap hari kian memamerkan diri di media sosial. Tetapi, sambung Aan, kekesalan itu menjadi anomali ketika dikaitkan dengan orang-orang yang menggunakan kutipan dari karya-karyanya.
Pun, sebuah ide tak mutlak milik penulis itu sendiri. “Pada dasarnya, karya-karya kami minjam (terinspirasi) dari karya orang lain. Dia kayak posesif banget dengan apa yang dia tulis,” kata Aan.
Aku mungkin kehabisan kata meladeni mereka berbincang tentang masa depan. Tapi aku selalu punya senyum untuk menolak semua yang cuma andai.
ADVERTISEMENT
Demikian caption yang disematkan seorang mahasiswi di Medan, Aria Arizki, mendampingi foto selfie-nya. Caption itu berasal dari nukilan puisi Aan Mansyur.
Aria mengatakan sangat termotivasi oleh puisi-puisi Aan Mansyur. Ia pun melahap dua antologi puisi Aan, dan mengutipnya sebagai bentuk pujian dan penghargaan.
“Saya sangat mengagumi karyanya. Pada beberapa puisinya, saya melihat refleksi atas realitas kehidupan, juga tentang apa yang dapat dan harusnya kita lihat dari diri sendiri,” ujar Aria.
Tere Liye tentu saja punya alasan sendiri kenapa ia tak rela tulisannya dipakai jadi caption foto selfie. Hal yang tak ia suka, ujarnya via media sosial, adalah bila caption foto dijadikan “perisai” bagi foto selfie bertujuan pamer.
Soal kebiasaan “pamer” masyarakat urban modern yang kian akut lewat foto selfie, tak bisa dinafikan merupakan konsekuensi logis dari teknologi (ponsel berkamera) yang terus bertumbuh makin canggih.
ADVERTISEMENT
Terhadap hal itu, Tere Liye boleh marah serta melempar kritik, dan netizen bisa mengunggah foto selfie mereka dengan caption kutipan dari manapun sesuka hati. Demikianlah jagat maya berputar.
Tere Liye (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tere Liye (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)