Cerita Fans K-Pop: Beli CD Bajakan hingga Fanwar karena View YouTube

22 Desember 2018 16:00 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi fans K-Pop. (Foto: Matheus Marsely & Putri Sarah Arifira/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi fans K-Pop. (Foto: Matheus Marsely & Putri Sarah Arifira/kumparan)
ADVERTISEMENT
Popularitas Hallyu Wave atau yang bisa juga disebut dengan gelombang budaya Korea, kini telah menjamah hampir ke seluruh pelosok dunia, termasuk Indonesia. Drama Korea dan musik K-Pop kini bisa jadi sesuatu yang tak asing lagi ditelinga sebagian besar masyarakat Tanah Air.
ADVERTISEMENT
Seiring popularitasnya yang semakin besar, informasi mengenai para publik figur Korea juga semakin mudah untuk ditemui. Berbagai media mulai dari TV, internet, hingga media cetak kini berlomba-lomba untuk memberitakan dunia hiburan Korea.
Keadaan ini tentunya berbanding terbalik dengan keadaan ketika Hallyu Wave baru mulai memasuki pasar hiburan Indonesia. Saat itu penyebaran informasi mengenai K-Pop dan drama Korea sangat sulit untuk didapatkan. Hal ini yang dialami oleh Tiara dan Nadia, penggemar yang telah mengenal K-Pop dan drama Korea lebih dari 10 tahun yang lalu.
"Jadi gue sebenarnya sudah kenal drama Korea dan K-Pop itu sekitar tahun 2006, kalau nggak salah. Gue benar-benar jadi fans K-Pop itu sejak kenal BIG BANG tahun 2008 atau 2009-an, dulu itu beda banget sama sekarang. Kalau dulu awal-awal jadi fans BIG BANG, bisa dapat majalah yang ada bahas K-Pop saja sudah senang. Meskipun yang dibahas bukan BIG BANG, tapi saat itu gue merasa terharu kalau ada media yang bahas K-Pop," cerita Tiara saat dihubungi oleh tim kumparanK-Pop melalui pesan elektronik.
Ilustrasi penggemar K-Pop. (Foto: Matheus Marsely/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi penggemar K-Pop. (Foto: Matheus Marsely/kumparan)
Demi mendapatkan informasi mengenai selebriti Korea, pegawai swasta di salah satu startup ini, rela berlangganan Gaul, salah satu majalah populer kala itu. Meski informasi tentang Korea di majalah tersebut masih sangat minim, namun ia sudah merasakan ada kepuasan. Tiara juga mengatakan pada masa itu, terkadang ia harus berjuang untuk mendapatkan edisi khusus.
ADVERTISEMENT
"Misalnya ada edisi khusus poster jumbo artis Korea siapa gitu, nah saat itu gue rela berangkat jam 6 pagi dari rumah demi singgah ke tempat penjualan majalah dulu. Soalnya karena majalah cuma terbit sekali seminggu kadang jam 7 pagi saja sudah habis diburu pembeli. Apalagi yang dijual jumlahnya cuma sedikit," lanjut wanita berusia 26 tahun tersebut.
Konser Seventeen bebas ponsel. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konser Seventeen bebas ponsel. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
Tak hanya majalah tersebut, penggemar BIG BANG tersebut juga harus berjuang demi mendapatkan CD K-Pop serta drama Korea yang diinginkannya. Pada saat itu, ia rela menghabiskan uang hanya demi membeli CD yang diinginkannya lewat penjual kaset bajakan dengan harga tinggi.
Majalah dan CD Korea yang dimilikinya, ia anggap sebagai salah satu harta karun terpenting dalam hidupnya. Hal ini tentu tak mengherankan mengingat betapa sulitnya ia mendapatkan barang-barang tersebut.
ADVERTISEMENT
Tiara juga mengenang kesulitan yang ia alami untuk menemukan video klip idolanya dengan kualitas tinggi di YouTube. Pada saat itu kebanyakan video klip yang diunggah hanya dengan ukuran 360p. Ini tentu sangat jauh berbeda dengan video klip yang sekarang hampir semuanya diunggah dengan kualitas HD 1080p.
Pengalaman yang sama juga dirasakan oleh Nadia, penggemar K-Pop yang sudah menyukai boyband Shinhwa sejak tahun 2005. Ia juga sempat mengalami keterbatasan untuk mengakses informasi K-Pop karena saat itu internet belum seperti saat ini. Demi mengetahui semua informasi idolanya, ia pun berlangganan majalah Asian Star yang terbit satu minggu, bahkan satu bulan sekali.
"Bahkan menurut aku, informasi K-Pop di majalah saat itu sangat sedikit. Karena majalah itu nggak fokus ke K-Pop saja, tapi juga ke industri hiburan China, Taiwan, Hongkong sama Jepang juga," ceritanya kepada tim kumparanK-Pop melalui Whatsapp pada Jumat (21/12).
Album K-Pop (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Album K-Pop (Foto: Intan Alfitry Novian/kumparan)
Meski begitu, ia merasa sedikit terbantu lewat bonus CD yang disediakan oleh majalah tersebut. Pasalnya dalam CD itu selalu menampilkan daftar artis K-Pop yang merilis video klip baru, drama terbaru, dan lain sebagainya.
ADVERTISEMENT
Seiring popularitas Hallyu Wave yang makin tinggi di Indonesia, kini Tiara dan Nadia bisa dengan mudah mendapatkan informasi mengenai artis favoritnya. Mulai dari banyaknya fanbase di media sosial hingga media-media mainstream yang mulai terbuka untuk membahas publik figur Korea.
"Sekarang itu beda banget sama dulu. Sekarang gue dapat dengan mudahnya untuk mencari informasi tentang BIG BANG. Fanbase-fanbase juga sudah mulai banyak di Instagram dan Twitter, bahkan acara TV, situs online populer saja sekarang ini sudah memiliki segmen khusus buat bahas K-Pop dan drama Korea," lanjut Tiara.
Menjadi penggemar K-Pop dari waktu yang sangat lama, Tiara dan Nadia merasa perkembangan popularitas Korean wave khususnya K-Pop di Indonesia mempengaruhi para penggemarnya. Keduanya merasa perang antara fans atau yang biasa disebut dengan fanwar, saat ini terasa lebih menyeramkan.
ADVERTISEMENT
Menurut Tiara kini mulai banyak penggemar K-Pop yang tak segan untuk mengkritik, merendahkan, dan menghina idola lain yang tak disukainya. Tak hanya itu, penggemar K-Pop saat ini lebih sensitif jika membahas tentang idolanya. Ia merasa bahwa para penggemar bisa bertengkar hanya karena hal sederhana, misalnya saja persamaan konsep, nada lagu, serta penghargaan yang diterima oleh idolanya.
Beragam lightstick K-Pop. (Foto:  Helmi Afandi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Beragam lightstick K-Pop. (Foto: Helmi Afandi/kumparan)
Nadia juga ternyata merasakan hal yang sama. Ada perbedaan yang sangat jauh antara penggemar yang sudah mengikuti K-Pop sejak lama dengan orang yang baru terkena demam K-Pop saat informasinya sudah lebih bebas seperti saat ini.
"Pertama, soal urusan dukung mendukung grup kesukaan masing-masing. Dulu enggak ada YouTube, jadi nggak ada yang budaya streaming gila-gilaan biar bisa mencapai views tertentu. Dulu nggak ada juga sistem voting buat di acara musik. Jadi yang menang di acara musik, benar-benar murni berdasarkan penilaian publik, bukan berdasarkan fanbase. Sehingga tiap fanbase itu bersaingnya dengan cara yang benar-benar sehat. Karena sistemnya benar-benar berdasarkan penilaian publik. Baik itu untuk acara musik dan penghargaan musik akhir tahun," ujarnya mengenang persaingan industri K-Pop dulu.
ADVERTISEMENT
Tapi Nadia juga tidak menampik jika tahun 2010-an, kegiatan fanwar juga sudah ada. Namun, fanwar tersebut biasanya hanya dipicu oleh rasa overprotektif para fans yang tidak terlalu suka jika idolanya dekat dengan orang lain, terutama lawan jenis. Berbeda dengan fanwar saat ini yang justru dengan mudah dapat dipicu oleh hal-hal sepele seperti view YouTube, voting, dan lain sebagainya.
Boyband Korea GOT7. (Foto: Elma Lisa Bancin/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Boyband Korea GOT7. (Foto: Elma Lisa Bancin/kumparan)
Menjadi penggemar K-Pop lebih dari 10 tahun, tentu saja membuat sebagian besar budaya Korea sudah melekat dalam diri keduanya. Tanpa disadarinya, kini gaya hidup mereka juga sudah berbau budaya Korea.
"Sekarang tanpa disadari gue sering banget ngomong campur Bahasa Korea, kayak ngomong 'Aigoo', 'saranghae', 'omo'. Terkadang kalau ketemu orang yang juga suka Korea, gue manggilnya unnie atau oppa tanpa sadar. Enggak hanya itu, gue juga kalau beli skincare lebih sering memprioritaskan produk Korea. Gaya fashion gue juga kiblatnya ke Korean Style. Secara enggak sadar ngikutin segala hal yang berhubungan dengan Korea," ungkap Tiara sembari tertawa.
Album K-Pop. (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Album K-Pop. (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
Kehadiran industri entertainment Korea juga memberi pengaruh dalam kehidupan Tiara. Ia merasa kehadiran Korean Wave memberikan dampak positif bagi semua rutinitasnya.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Tiara, Nadia juga mengatakan, karena menjadi penggemar K-Pop, secara alami ia mulai tertarik untuk mempelajari Bahasa Korea. Awalnya ia termotivasi untuk mempelajari Bahasa Korea hanya agar ketika menonton tayangan drama dan variety show, ia tak perlu menunggu subtitle.
Tetapi kini kepiawaiannya dalam menggunakan Bahasa Korea berdampak positif bagi pekerjaan dan aktivitasnya yang lain. Hal itu juga menjadi 'trademark' dari dirinya dan menjadi salah satu kelebihan di lingkungan sekitarnya saat ini.
Blackpink datang ke Indonesia. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Blackpink datang ke Indonesia. (Foto: Niken Nurani/kumparan)
Hal lain yang ia dapatkan setelah mengenal K-Pop adalah lebih tahu mengenai sistem kerja di Korea seperti apa. Ini membuatnya belajar lebih banyak lagi mengenai cara disiplin yang dapat diterapkan di kehidupan sehari-hari.
"Ada banyak hal yang aku pelajari dari pelaku di industri K-Pop. Jadi menurut aku, yang bilang jadi fans K-Pop itu enggak guna dan buang-buang waktu, itu adalah anggapan yang salah. Sebab banyak banget mereka yang hidupnya berubah cuma karena mengidolakan K-Pop.
ADVERTISEMENT
Banyak hal yang bisa diambil positifnya dari K-Pop. Jadi, ya, jangan ngeliat dari sisi kita nekat ngeluarin uang banyak buat beli album, merchandise segala macam," ujar Nadia.
Ia juga mengajak orang-orang awam untuk tidak terlalu menjelek-jelekkan fans K-Pop. Nadia merasa, banyak orang yang bisa lepas dari depresi berkat K-Pop. Dan ada juga yang lebih semangat menjalani hidup, ingin menjadi pribadi yang lebih baik bahkan sukses berkat K-Pop.
Simak ulasan lengkapnya dalam konten spesial kumparan dengan follow topik Hallyu Wave Serbu Indonesia.