Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hukum Donor ASI dalam Islam, Pahami Aturan dan Konsekuensinya
26 November 2024 17:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Setiap ibu dianjurkan untuk memberikan air susu ibu (ASI ) kepada buah hatinya secara eksklusif selama 6 bulan pertama. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi anak sekaligus membangun antibodi mereka terhadap penyakit.
ADVERTISEMENT
Mengutip Cleveland Clinic, para pakar menganjurkan pemberian ASI digenapkan hingga bayi berusia 2 tahun jika ibu mampu. Masalahnya, tidak semua ibu bisa memberikan ASI pada bayinya karena berbagai kondisi.
Oleh karena itu untuk memenuhi nutrisi bayi, bisa diganti dengan susu formula atau memanfaatkan donor ASI. Lewat cara ini, si kecil bisa tetap mendapatkan asupan nutrisi ASI yang lengkap dari ibu pendonor. Namun sebelum memutuskan untuk menerima donor ASI, pastikan Anda sudah berkonsultasi dengan ahli tentang apa saja yang perlu dipertimbangkan sebelum menerima ASI dari ibu lain ya, Moms.
Sebab ASI seperti halnya darah, bisa saja menularkan penyakit. Belum lagi jika proses penyimpanannya tidak higienis justru bisa menimbulkan berbagai risiko kesehatan bagi si kecil.
ADVERTISEMENT
Nah selain dari segi medis, penting juga diketahui bagaimana hukumnya donor ASI dalam Islam. Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!
Hukum Donor ASI dalam Islam
Majelis Ulama Indonesia (MUI ) telah menjelaskan mengenai hukum donor ASI melalui Fatwa Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Seputar Masalah Donor Air Susu Ibu (Istirdla’). Dalam fatwa tersebut disebutkan bahwa seorang anak dapat menerima ASI dari ibu pendonor jika memenuhi syarat atau ketentuan Islam.
Salah satu syaratnya adalah ibu pendonor harus sehat jasmani dan rohani agar tidak memengaruhi kondisi kesehatan bayi. Selain itu, keluarga yang didonorkan harus bisa memberikan kompensasi atau upah kepada pendonor.
Fatwa MUI tersebut bersandar pada firman Allah SWT dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233, berikut artinya:
ADVERTISEMENT
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan ahli waris pun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 233)
Namun, terdapat konsekuensi dari praktik donor ASI yang harus dipahami setiap orang tua. Mengutip buku Fatwa-Fatwa Essensial: Pandangan Hukum Islam dalam Kehidupan Sehari-hari Menurut MUI susunan Dr. H. Anwar Hafidzi, Lc., MA.Hk, anak yang menyusu dari ibu lain akan menjadi saudara sepersusuan dengan anak ibu tersebut.
ADVERTISEMENT
Anak-anak yang menjadi saudara sepersusuan diharamkan untuk menikah karena mereka dianggap memiliki hubungan keluarga (nasab). Ketentuan ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, yakni:
“Diharamkan (untuk dinikahi) akibat persusuan apa-apa yang diharamkan (untuk dinikahi) dari nasab/hubungan keluarga.” (HR. Bukhari, Kitab Al-Syahadaat Bab Al Syahadatu Ala Al Ansaab)
Keharaman menikahi saudara sepersusuan dijelaskan lebih lanjut oleh ulama Al-Syiirazi dalam Kitab Al-Muhadzzab. Menurut beliau, proses memasukkan ASI ke mulut bayi tanpa menyusui (al-wajur) berperan dalam pertumbuhan daging dan tulang anak sebagaimana proses menyusui manual.
Itulah mengapa sang anak dapat dianggap sebagai “keturunan” ibu pendonor. Jadi, para keluarga yang ingin mendapatkan donor ASI sebaiknya benar-benar memerhatikan asal-usul ibu pendonor untuk buah hatinya.
Dianjurkan untuk mencatat keturunan ibu pendonor ASI. Tujuannya agar Anda bisa mengetahui siapa saja yang akan menjadi saudara sepersusuan si kecil.
ADVERTISEMENT
Baca Juga: Parenting Islami: Apakah Bayi Tabung Haram?