Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Menurut Dokter Spesialis Anak yang ahli menangani anak dengan autisme, dr. Rudy Sutadi SpA, MARS, SPdl., ada dua bentuk autisme yang perlu dipahami orang tua.
"Bentuk pertama sejak dia mulai lahir, sudah mulai menampakkan gejala-gejala. Kemudian semakin dia besar dari bulan ke bulan mulai makin jelas atau patokan-patokan perkembangannya tidak tercapai," jelas dr. Rudy kepada kumparanMOM beberapa waktu lalu.
"Bentuk yang kedua, jadi mereka dari lahir sampai 18 bulan, perkembangan relatif normal. Walaupun kalau kita perhatikan agak sedikit berbeda dengan anak-anak lain. Tiba2 di usia 18-24 bulan terjadi regresi," tambahnya.
Itulah kenapa, American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan agar bayi setiap bulannya mendapatkan pemeriksaan kesehatan. Hal tersebut dilakukan untuk melihat apakah tumbuh kembang si kecil normal atau tidak.
ADVERTISEMENT
Lantas, di usia berapa autisme pada anak bisa dideteksi?
Kata Dokter soal Deteksi Autisme pada Anak
Gejala autisme seharusnya sudah bisa dideteksi sebelum anak genap berusia 3 tahun. Menurut d. Rudi, orang tua harus memperhatikan patokan-patokan perkembangan anak di tiap usianya. Bila tidak menunjukkan kontak mata di usia 6 bulan dan lebih suka memperhatikan benda daripada wajah orang tuanya, maka Anda perlu waspada.
"Jadi memang harus mengikuti patokan perkembangan. Coba lihat dari buku perkembangan yang dikasih RS saat anak lahir. Misal, 1 gak tercapai itu harus waspada, kemudian 2 gak tercapai, ya sudah harus minta pertolongan dokter," dr. Rudy menjelaskan kepada kumparanMOM.
Hingga kini sebenarnya belum diketahui secara pasti apa penyebab autisme pada anak. Meski begitu, mengutip situs resmi Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), ada beberapa faktor yang ditengarai bisa menjadi pemicu gangguan perkembangan tersebut, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Sebagian besar ilmuwan pun setuju bahwa gen adalah salah satu faktor yang dapat membuat seseorang berisiko terkena autisme.
Menanggapi hal itu, dr. Rudi, juga sepakat bahwa faktor genetik punya peranan dalam menyebabkan seorang anak mengalami autisme. Faktor genetik di sini berkaitan dengan genotip dan fenotip, Moms. Genotip artinya sifat menurun yang tidak nampak dari luar, sementara fenotip adalah yang nampak.
ADVERTISEMENT
Itu artinya, ibu dan ayah bisa saja tidak menampakkan gejala-gejala autisme, karena hanya sebagai pembawa. Maka dari itu, dr. Rudy mengatakan, orang tua harus memahami riwayat kesehatan keluarganya.
“Bisa terjadi begini, jadi sebenarnya ayah atau ibu itu pembawa, tapi tidak menampakkan, yang kita bilang ada genotip dan fenotip,” jelasnya.
Meski begitu, faktor genetik tidak serta merta menyebabkan autisme pada anak. Ada hal lainnya, yang juga perlu diperhatikan, yaitu faktor lingkungan. Karena bila faktor genetik tidak dipicu oleh lingkungan, maka anak tidak akan berisiko mengalami autisme.
“Faktor genetik ini kemudian dipicu oleh lingkungan, utamanya adalah senobiotik yaitu berbagai zat yang normalnya tidak ada di dalam tubuh manusia. Seperti mercury dan timbal,” kata dr. Rudy yang juga pemilik pusat terapi anak autis, Klinik KID ABA.
ADVERTISEMENT
Nah Moms, bila dari pemantauan tumbuh kembang anak terdeteksi mengalami autisme, segera konsultasikan ke dokter untuk menemukan solusi selanjutnya.