Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Tanggal 2 April diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Peduli Autisme Sedunia atau World Autism Awareness Day. Hari tersebut ditetapkan PBB agar seluruh masyarakat dunia bisa lebih peduli dengan penyandang autisme .
ADVERTISEMENT
Jika berbicara mengenai prevalensi autisme di dunia, menurut berbagai data, trennya memang kian meningkat. Menurut data Autism Society of America (ASA), pada tahun 2000 angka autisme mencapai 60 per 10.000 kelahiran. Sementara mengutip data Centers for Disease Control and Prevention (CDC), perbandingan anak dengan autisme dan anak normal di Amerika Serikat adalah 1:68.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Hingga kini sebenarnya belum ada data pasti tentang jumlah penyandang autisme di Indonesia. Dokter Spesialis Anak sekaligus pegiat autisme di Indonesia, dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdl, dalam laman resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menjelaskan, bila merujuk pada Incidence dan Prevalence Autism Spectrum Disorder (ASD) terdapat 2 kasus baru per 1000 penduduk per tahun.
ADVERTISEMENT
Jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2010 penduduk Indonesia mencapai 237,5 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14 %. Sementara penyandang autisme di Indonesia pada tahun itu diperkirakan mencapai 2,4 juta jiwa, dengan pertambahan penyandang baru 500 orang per tahunnya.
CDC dalam situs resminya menjelaskan bahwa autisme merupakan gangguan perkembangan yang bisa menyebabkan seorang anak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi, berkomunikasi atau beberapa perilaku lain yang signifikan.
Sementara Mayo Clinic memaparkan, gangguan ini juga mencakup pola perilaku yang terbatas dan berulang. Sementara istilah 'spektrum' pada Autism Spectrum Disorder mengacu pada berbagai gejala dan tingkat keparahan.
Tips Membesarkan dan Melindungi Anak dengan Autisme
Di Indonesia, KPPPA memasukkan autisme ke dalam kategori anak berkebutuhan khusus (ABK). Dalam 'Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus bagi Pendamping (Orang Tua, Keluarga dan Masyarakat)' yang diterbitkan KPPPA, anak berkebutuhan khusus didefinisikan sebagai anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan, baik fisik, mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara signifikan dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain yang seusianya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, KPPPA memastikan ABK punya hak yang sama dengan anak lain dan dapat hidup mandiri, serta berprestasi sesuai dengan minat dan potensi yang dimiliki. Oleh karena itu, orang tua, keluarga, dan masyarakat wajib bertanggung jawab memenuhi hak anak dalam segala aspek kehidupan. Misalnya saja dalam aspek bersosialisasi, berekreasi, dan berkegiatan lainnya yang bertujuan memperkenalkan anak berkebutuhan khusus dengan kehidupan di luar rumah.
Kita pun perlu memahami, bahwa anak dengan autisme bisa saja menunjukkan gejala yang berbeda-beda meski ada beberapa ciri-ciri yang umum. Enggan melakukan kontak mata, suka mengulang kata atau frasa dan memiliki masalah perkembangan bahasa misalnya.
Meski begitu, hingga kini memang belum ada cara pasti yang bisa dilakukan orang tua untuk mencegah autisme pada anak. Namun, dengan deteksi dan diagnosis dini, orang tua bisa membantu anak untuk mengembangkan bahasanya, cara bersosialisasinya, serta membantu meningkatkan berbagai keterampilan hidup agar ia bisa mandiri.
ADVERTISEMENT
Oleh sebab itu, dr. Rudy Sutadi mengimbau agar orang tua harus memperhatikan tumbuh kembang anak sejak ia lahir. Sebab, gejala autisme seharusnya bisa dilihat sebelum si kecil berusia 3 tahun.
“Jadi autisme itu ada dua bentuk, bentuk pertama sejak dia mulai lahir, sudah mulai menampakkan gejala-gejala. Kemudian semakin dia besar dari bulan ke bulan mulai makin jelas atau patokan-patokan perkembangannya tidak tercapai,” jelas dr. Rudy kepada kumparanMOM beberapa waktu lalu.
"Bentuk yang kedua, jadi mereka dari lahir sampai 18 bulan, perkembangan relatif normal. Walaupun kalau kita perhatikan agak sedikit berbeda dengan anak-anak lain. Tiba-tiba di usia 18-24 bulan terjadi regresi,” tambahnya.
Pada laman resmi KPPPA juga dijelaskan, bahwa kunci membesarkan dan melindungi anak dengan autisme adalah penerimaan dan perlakuan khusus. Terkait hal itu, orang diharuskan untuk berkonsultasi dengan ahli agar bisa mempelajari dan memahami betul kebutuhan anak dengan autisme.
ADVERTISEMENT
Ya Moms, bila Anda punya anak dengan autisme, jangan putus asa dan menyerah akan keadaan. Sebab, dengan penanganan yang tepat, bukan tidak mungkin anak dengan autisme bisa tumbuh dan berkembang secara optimal.
Tak hanya orang tua, peran seluruh lapisan masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk menunjang perkembangan anak dengan autisme. Mulai dari guru, tenaga kesehatan, serta masyarakat dalam artian luas.
Bagaimana dengan yang tidak memiliki anak dengan autisme? Tentu saja, perlu membangun kesadaran dan berusaha memahami juga. Bukankah kita semua turut bertanggung jawab dalam melindungi hak seluruh anak Indonesia bagaimanapun kondisi mereka?
Dengan kemampuan dan cara masing-masing, kita dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang ramah dan nyaman untuk mereka. Selain itu, kita perlu memberi dukungan pada sesama orang tua. Semua untuk kebaikan kita bersama, untuk masa depan anak-anak Indonesia.
ADVERTISEMENT