Ilustrasi sunat anak

Yang Perlu Dipahami dan Disiapkan sebelum Anak Sunat

10 Juni 2021 10:04 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Musim libur sekolah hampir tiba, biasanya beberapa orang tua memanfaatkan momen tersebut untuk melakukan sunat pada anak laki-lakinya. Ya Moms, sunat (khitan) pada anak laki-laki sepertinya sudah menjadi tradisi turun temurun yang dilakukan masyarakat Indonesia. Bahkan dalam agama Islam, sunat hukumnya wajib bagi laki-laki.
ADVERTISEMENT
Sunat atau dalam dunia medis disebut dengan sirkumsisi sendiri diartikan sebagai tindakan memotong sebagian atau menghilangkan sebagian atau seluruh kulit yang menutupi ujung penis (kulup). Terlepas dari perintah agama ataupun tradisi, pelaksanaan sunat pada anak laki-laki rupanya punya beragam manfaat untuk kesehatan.
Secara medis, sunat memang memberikan banyak manfaat. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Secara medis, sunat memang memberikan banyak manfaat. Foto: Shutterstock

Alasan Anak Laki-laki Perlu Disunat

Lebih lanjutnya, berikut beberapa alasan anak laki-laki perlu disunat seperti yang disampaikan oleh dr. Mahdian Nur Nasution, Sp.Bs., Dokter Spesialis Bedah Syaraf sekaligus pemilik Rumah Sunat dr. Mahdian.
“Kulup yang menutupi ujung penis itu perlu dipotong. Di dalam sana itu ada mukosa dan sperma. Kalau enggak dipotong bisa berisiko infeksi atau timbul rasa gatal,” ujar dr. Mahdian saat dihubungi kumparanMOM.
Ilustrasi sunat anak laki-laki. Foto: Shutterstock
Di samping berbagai manfaat yang didapat, hingga kini masih ada beberapa orang tua yang merasa khawatir bila anak laki-lakinya disunat. Apakah Anda termasuk salah satunya, Moms?
ADVERTISEMENT
Ya, beberapa dari mereka mungkin tak tega melihat anak kesakitan saat proses sunat berlangsung. Belum lagi jika anak usia sekolah, SD misalnya, mungkin ia sudah bisa membayangkan proses sunat yang bisa jadi menyakitkan. Sehingga, si kecil pun punya rasa takut dan menolak untuk disunat.
Ada pun tradisi sunat di Indonesia biasanya dilakukan di usia sekolah, yakni antara 5-12 tahun. Tapi kini, seiring berjalannya waktu, tak sedikit pula orang tua yang memilih anaknya untuk disunat, bahkan saat si kecil masih bayi, Moms.
Lantas sebenarnya, kapan waktu yang tepat anak laki-laki disunat, ya? Apakah menyunat anak saat bayi aman dilakukan?
Ilustrasi sunat anak. Foto: Shutter Stock

Penjelasan Dokter soal Usia Tepat Anak Laki-laki Sebaiknya Disunat

dr. Mahdian kembali menjelaskan, semakin kecil usia anak, maka semakin baik pula pelaksanaan sunat dilakukan. Bahkan, ia pun menganjurkan anak laki-laki untuk disunat saat ia berusia di bawah 6 bulan atau saat masih bayi dan belum bisa tengkurap.
ADVERTISEMENT
“Kalau dari bayi ya dari lahir sampai usia 6 bulan. Alasannya yang pertama, kalau dia (bayi) masih bayi, dia tidak ada trauma psikologis. Kalau dia sudah SD kan sudah ada rasa takut, cemas. Kalau bayi belum ngerti apa-apa. Ke depannya pun enggak ada trauma,” jelasnya.
Alasan kedua, karena di usia lahir—sebelum bayi berusia 40 hari sampai dengan usia 6 bulan, bila usai disunat terdapat luka di sekitar penis, maka pemulihannya berlangsung lebih cepat. Ketiga, imunitas bayi sangat baik karena ia masih mendapatkan ASI eksklusif dari ibu.
“Jadi, kalau ada luka, infeksi, lebih aman karena imunitasnya lagi tinggi, bayi masih menyusu. Jadi, kolostrumnya kaya akan antibodi sehingga membuat bayi kebal atau tahan terhadap infeksi. Jadi, memang bagusnya di bawah usia 6 bulan ya,” tutur dr. Mahdian.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, praktik sunat saat bayi mungkin masih jadi keraguan tersendiri bagi sebagian orang tua. Mereka takut sunat saat bayi justru berisiko untuk kesehatan si kecil. Padahal menurut dr. Mahdian, selama teknik dan prosedurnya benar, sunat saat bayi aman-aman saja dilakukan kok, Moms.
Ilustrasi sunat. Foto: Irfan Adi Saputra

Bila Belum Disunat saat Bayi, Harus Bagaimana?

Lalu, bagaimana bila anak sudah berusia 1 atau 2 tahun dan sedang aktif-aktifnya bergerak? Lebih baik disunat di usia tersebut atau menunggu usia anak lebih besar?
"Kalau sudah di usia satu atau dua tahun, memang ada kesulitan. Dia misalnya, tahu nih kalau ada klem di alat kelaminnya, akhirnya ditarik, digaruk-garuk, jadi berdarah. Belum lagi, kalau tidur berisiko kegesek-gesek. Sehingga memang sebaiknya dilakukan saat bayi belum bisa tengkurap," jelas dr. Mahdian.
ADVERTISEMENT
Jadi, apabila anak laki-laki Anda yang berusia balita atau sudah besar, sebaiknya periksakan terlebih dulu kondisi kelamin si kecil ke dokter spesialis anak. Jika tidak ada tanda-tanda penyempitan di saluran kencing, Anda bisa menunggu waktu sunat anak hingga ia bisa diajak untuk berkomunikasi.
Namun, jika ada tanda-tanda penyempitan, Anda bisa berdiskusi lebih lanjut dengan dokter, apakah anak perlu disunat dalam waktu dekat atau tidak.
Ilustrasi sunat pada anak laki-laki. Foto: AFP/Mohd Rasfan

Beberapa Kondisi yang buat Anak Laki-laki Tak Boleh Disunat

Perlu Anda ketahui pula bahwa tak semua anak laki-laki bisa disunat, lho. Ya, anak dengan kondisi medis tertentu pada penisnya, lebih baik tidak disunat. Berikut penjelasan lengkap soal beberapa kondisi yang membuat anak laki-laki tidak boleh disunat seperti yang dipaparkan oleh dr. Yessi Eldiyani, Sp.BA., Dokter Spesialis Bedah Anak di RS Pondok Indah, Bintaro Jaya, Tangerang Selatan.
ADVERTISEMENT
1. Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan yang menyebabkan lubang kencing (uretra) pada anak laki-laki menjadi tidak normal. Normalnya, uretra terletak di ujung penis.
Jika hipospadia tidak ditangani, anak bisa kesulitan buang air kecil atau berhubungan seks saat dewasa nanti. Pasien hipospadia pun tidak dianjurkan untuk disunat karena berisiko alami komplikasi.
“Pasien dengan hipospadia seakan-akan telah disunat di dalam kandungan,” kata dr. Yessi dalam keterangan resmi yang diterima kumparanMOM.
2. Epispadia
Kondisi ini mirip dengan hipospadia, namun muara uretra terletak pada bagian punggung (dorsal) penis. Tak hanya masalah pada penis, kelainan pada darah juga menyebabkan anak laki-laki tidak bisa disunat, Moms.
“Pasien epispadia juga tidak dapat melakukan tindakan sirkumsisi bila memiliki kelainan pembekuan darah seperti hemofilia dan anemia aplastik,” ujarnya.
Ilustrasi sunat. Foto: Irfan Adi Saputra
3. Hemofilia
ADVERTISEMENT
Ini adalah kondisi kelainan genetik pada darah sehingga darah sulit membeku. Anak dengan kondisi ini akan mengalami pendarahan lebih lama bila disunat.
4. Anemia Aplastik
Kondisi sumsum tulang belakang berhenti menghasilkan sel darah biru. Jika anak dengan anemia aplastik disunat, ia bisa mengalami pendarahan yang berlebihan, pusing, lemas, dan nyeri dada karena kurang darah.

Pelaksanaan Sunat Anak di Tengah Pandemi Virus Corona

Ilustrasi sunat anak laki-laki. Foto: Shutterstock
Nah, karena kini kita masih dalam kondisi pandemi, mungkin beberapa orang tua khawatir tentang pelaksanaan sunat di masa-masa seperti ini. Tapi rupanya, sunat pada anak laki-laki tetap bisa dilakukan, kok. Namun, ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan, Moms.
Rumah sakit atau pelayanan kesehatan lain yang menyediakan fasilitas sunat biasanya akan melakukan pemeriksaan skrining pada semua pasien. Bila ada kecurigaan terkait apakah pasien pernah kontak langsung dengan seseorang yang positif COVID-19 atau memiliki gejala seperti COVID-19, maka ia harus menjalani swab antigen terlebih dahulu. Jika hasilnya negatif, maka ia diperbolehkan untuk disunat. Sebaliknya, jika hasilnya reaktif, maka pasien harus menjalani pemeriksaan PCR.
ADVERTISEMENT
"Pemeriksaan-pemeriksaan ini dilakukan case by case, tergantung kondisi pasien atau anak pada waktu itu. Maka dari itu, harus dikonsultasikan dulu, baru kita lakukan pemeriksaan mana yang harus dilakukan anak," ujar Dokter Spesialis Bedah, dr. Tri Hening Rahayatri, Sp.B, Sp.Ba, dalam Webinar bertema 'Sirkumsisi Anak saat Pandemi COVID-19' yang dihelat RSUI.
Ilustrasi sunat. Foto: Irfan Adi Saputra
Kemudian, dr. Tri Hening menyarankan agar pelaksanaan sunat sebaiknya dilakukan di rumah sakit yang memiliki standar tinggi pencegahan COVID-19. Ada pun seseorang yang terinfeksi virus corona pun tak hanya yang memiliki gejala seperti batuk, pilek, demam, hingga gangguan pernapasan, tapi ada pula orang tanpa gejala (OTG).
"Kalau misalnya orang yang kita temui lagi batuk-batuk, panas, ya kita langsung 'wah, jangan-jangan ini COVID-19.' Tapi, jangan lupa ada orang-orang yang tanpa gejala. OTG itu bisa siapa saja di sekitar kita. Maka dari itu, kita harus punya proteksi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Namun, bila anak Anda ternyata positif corona tapi mengalami gangguan kesehatan seperti tidak bisa kencing, ada peradangan, atau ada penyakit yang menjadi indikasi, maka sunat boleh dilakukan. Tapi, tindakan sunat harus dilakukan dengan persiapan khusus.
Sementara, jika anak dalam kondisi sehat, pelaksanaan sunat tidak harus dilakukan sesegera mungkin. Sebab, hal ini kembali pada kenyamanan anak maupun orang tuanya sendiri.
"Tapi, kalau dia enggak bisa kencing, dia (sunat) harus dilakukan dalam waktu dekat karena ujungnya itu dia sempit sekali. Dia ada radang karena sulit buang air kecil, tetap dilakukan sirkumsisi di kamar operasi khusus," tutupnya.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten