Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Joko Widodo adalah Presiden milenial . Meski menjadi kepala negara kedua di usia 58 tahun, namun cara pikir Jokowi adalah milenial yang jengah dengan keteraturan dan cara pikir pejabat yang birokratis.
ADVERTISEMENT
Sejak menjabat Presiden pada 2014, Jokowi menampilkan diri sebagai presidennya kaum milenial. Mulai cara berpakaian, hobi, kesibukan di media sosial, hingga kebijakan dan visi soal memajukan Indonesia.
100 hari Jokowi periode kedua yang jatuh pada Selasa (28/1), adalah jalan terusan yang kini lebih difokuskan pada pengembangan SDM, setelah periode pertama fokus pada infrastruktur.
Tokoh Milenial di Kabinet
Sepak terjang pertama Jokowi sebagai presiden milenial adalah keberanian mengangkat tokoh milenial di Kabinet Indonesia Maju. Yaitu eks CEO Gojek, Nadiem Makarim (35 tahun) sebagai Menteri Pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Kita bayangkan mengelola sekolah, mengelola pelajar, manajemen guru sebanyak itu dan dituntut oleh sebuah standar yang sama. Nah, kita diberi peluang setelah ada yang namanya teknologi aplikasi sistem yang bisa mempermudah membuat loncatan, sehingga hal-hal yang dulu dirasa tak mungkin sekarang menjadi mungkin. Itu kenapa dipilih Mas Nadiem," ujar Jokowi Rabu (24/10/19).
Salah satu yang diharapkan Jokowi adalah pemanfaatan big data seperti diterapkan Gojek, untuk sistem pendidikan.
"Big data ini penting sekali. Sehingga yang namanya pengelolaan dengan menggunakan internet of things, artificial intelligent dan menggunakan big data ini memerlukan sosok yang mengerti betul, tahu betul," tuturnya.
Selain Nadiem, Jokowi juga berani mengangkat milenial anak konglomerat Hary Tanoesoedibjo, Angela Herliani Tanoesoedibjo, (32 tahun), sebagai Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
ADVERTISEMENT
7 Stafsus Milenial
Gebrakan lain Presiden Jokowi adalah keberanian mengangkat 7 orang milenial sebagai staf khusus yang memiliki usia 23-36 tahun. Bukan sekadar milenial, mereka punya latar belakang mumpuni untuk tugas-tugas yang diberikan Jokowi.
Berikut adalah 7 nama staf khusus milenial:
ADVERTISEMENT
"Ketujuh anak muda ini akan jadi teman harian saya, sehingga kita bisa cari cara baru yang out of the box untuk kejar kemajuan kita," ucap Kamis (21/11).
"Saya minta mereka jadi jembatan dengan anak-anak muda, santri muda, diaspora yang tersebar di berbagai tempat. Dan saya yakin, dengan gagasan-gagasan segar dan kreatif untuk membangun negara ini, kita akan lihat nanti gagasan-gagasan itu apakah bisa diterapkan dalam pemerintahan," tutup Jokowi.
Namun, keberanian Jokowi bukan tanpa kritik. Politikus Gerindra Fadli Zon menyebut stafsus milenial hanya pajangan di Istana. Mestinya jangan cuma karena mereka milenial.
"Cuma lipstik saja, pajangan sajalah itu. Cari orang yang punya kapasitas, kapabilitas, integritas dan tepat. Atau right man atau right woman in the right place," kata Fadli di Gedung Lemhannas, Jakarta Pusat, Sabtu (23/11).
ADVERTISEMENT
Lalu apa dampak kehadiran 7 stafsus milenial yang digaji per bulan Rp 60 juta pada 100 hari Jokowi? Belum terlihat nyata selain masih berkutat pada kegiatan mereka mendampingi presiden.
Kebijakan untuk Milenial
Milenial tidak cukup hanya pada cara pikir dan gaya, tapi soal kebijakan yang akan diterapkan. Sepanjang 100 hari Jokowi , setidaknya ada 2 kebijakan spesifik berdampak pada milenial.
Program ini sedang diupayakan oleh Menteri BUMN Erick Thohir dengan melobi Jepang untuk memastikan pendanaan program sejuta rumah untuk milenial melalui Japan Bank for International Cooperation (JBIC).
Rencananya, JBIC akan menyalurkan pendanaan program itu melalui PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN).
Menurut dia, program ini telah direstui Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pun JBIC pun disebut Erick telah berbicara dengan Jokowi terkait komitmen pendanaan program tersebut.
ADVERTISEMENT
Kebijakan lain yang berdampak pada milenial adalah bidang pendidikan yang digagas menteri paling muda, Nadiem Makarim.
Pendiri Gojek itu mengkritisi kelemahan kurikulum sejumlah program studi (prodi) perguruan tinggi yang tak lagi sejalan dengan kebutuhan dunia kerja.
“Banyak sekali kurikulum dari prodi-prodi di universitas kita, sifatnya itu sangat teoritis. Sangat teoritis dan tidak banyak yang bisa dibilang 100 persen link and match dengan kebutuhan di dalam dunia nyata,” kata Nadiem saat acara peluncuran Program Merdeka Belajar di Kemendikbud, Jakarta Pusat, Jumat (24/1).
Karena itu Nadiem membuat kebijakan program magang selama 3 semester dari 8 semester masa kuliah. Menurut Nadiem, program magang ini bertujuan agar mahasiswa siap menghadapi dunia kerja.
ADVERTISEMENT
“Tujuan 3 semester prodi ini untuk mempersiapkan mahasiswa kita berenang di laut terbuka yaitu dunia nyata,” kata Nadiem, Jumat (24/1).
Sejalan itu, Nadiem menjanjikan akan mempermudah perguruan tinggi membentuk prodi baru untuk memenuhi kebutuhan industri yang terus berubah.
“Membuka prodi baru tantangannya besar dan sulit. Sementara perguruan tinggi ditantang untuk menjawab kebutuhan industri negara, tapi ketika mau menciptakan prodi baru proses izin dari kementerian sangat berat,” kata Nadiem.
Solusi dari Nadiem untuk hal ini adalah perguruan tinggi membuat prodi baru dengan syarat mengajak kerja sama organisasi kelas dunia, badan nirlaba kelas dunia, BUMN atau BUMD, serta universitas tingkat dunia.
Selain itu, ada kebijakan lain pemerintah yang juga berdampak pada milenial seperti Kartu Pra Kerja, namun tidak spesifik untuk milenial seperti sejuta rumah ide Erick Thohir di atas.
ADVERTISEMENT
Bagaimana menurutmu?