Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dilansir AFP, para migran tersebut terdiri dari 144 orang Guatemala, enam orang Nikaragua, dan tiga orang El Salvador. Pejabat setempat menerangkan, mereka sudah menerima perawatan medis dan makanan. Para migran kemudian diserahkan kepada otoritas imigrasi.
Perjalanan menumpangi truk semacam itu adalah metode paling berbahaya yang digunakan oleh penyelundup manusia di Meksiko. Pemerintah Chiapas lantas meningkatkan upaya untuk menemukan migran yang bepergian dengan truk menuju Amerika Serikat (AS).
Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat, sekitar 6.430 migran telah tewas atau hilang dalam perjalanan ke AS sejak 2014. Hingga 850 di antaranya mengalami kecelakaan kendaraan atau insiden lainnya yang berkaitan dengan moda transportasi berbahaya.
Disadur dari The New York Times, penyelundupan migran telah berkembang dalam sepuluh tahun terakhir. Awalnya, penyelundup bekerja sendiri untuk mengirim migran melintasi perbatasan AS.
ADVERTISEMENT
Namun, tindak kriminal tersebut telah menjadi bisnis internasional senilai miliaran dolar yang dikendalikan oleh organisasi-organisasi kriminal, termasuk kartel narkoba paling kejam di Meksiko.
Perjalanan para migran ke negara tujuan diperburuk oleh kebijakan selama pandemi COVID-19 dan pembatasan perbatasan AS. Para migran akhirnya terdesak untuk beralih kepada tawaran penyelundup.
Sebelumnya, para migran mengarungi sungai sendirian untuk memasuki Texas. Kini, mereka tak bisa menyeberang tanpa membayar biaya kepada penyelundup terkait kartel Cartel del Noreste.
Sebagian lainnya meminta pertolongan langsung dari kartel semacam itu. Para migran dibawa dengan pesawat, bus, dan kendaraan pribadi.
Pada Juli, 53 migran ditemukan tewas usai ditelantarkan dalam truk tanpa AC di San Antonio, Negara Bagian Texas. Kematian para migran itu menjadi insiden penyelundupan paling mematikan di AS. Salah satu kerabat korban dalam peristiwa tersebut adalah Teófilo Valencia.
ADVERTISEMENT
Valencia mengatakan, dia mengambil pinjaman untuk membayar biaya transportasi yang mencapai USD 20.000 (Rp 300 juta). Namun, dia justru kehilangan dua putranya yang berusia 17 dan 19 tahun.
Penyelundup biasanya meminta biaya yang berkisar dari USD 4.000 (Rp 60 juta) untuk migran asal Amerika Latin hingga USD 20.000 (Rp 300 juta) untuk migran asal Afrika, Eropa Timur, dan Asia.
Jaringan penyelundupan migran memiliki tim khusus untuk logistik, transportasi, pengawasan, tempat persembunyian, dan akuntansi. Pendapatan mereka melonjak hingga sekitar USD 13 miliar (Rp 195 triliun) pada 2022 dari USD 500 juta (Rp 7,5 triliun) pada 2018.
Penyelundup kerap merekrut anak remaja untuk mengangkut para migran menuju tempat persembunyian. Setelah puluhan orang terkumpul, barulah mereka melanjutkan perjalanan dengan truk.
ADVERTISEMENT
"Mereka mengatur 'barang dagangan' dengan cara yang tidak pernah Anda bayangkan lima atau sepuluh tahun lalu," ujar pakar penyelundupan di Universitas George Mason, Guadalupe Correa-Cabrera.