272 Warga Sipil Tewas Imbas Pertempuran antara Milisi M23 Rwanda dan Kongo

6 Desember 2022 6:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota milisi M23 di Bunagana, Kongo pada tanggal 7 Juni 2012. Foto: Michele Sibiloni/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Anggota milisi M23 di Bunagana, Kongo pada tanggal 7 Juni 2012. Foto: Michele Sibiloni/AFP
ADVERTISEMENT
Pemerintah Kongo melaporkan, sejumlah 272 warga sipil tewas dalam pembantaian oleh milisi M23 yang didukung Rwanda pada pekan lalu.
ADVERTISEMENT
Angka ini melonjak tinggi dibandingkan laporan awal yang sebelumnya menyebutkan bahwa korban tewas diperkirakan 50 orang.
Pembantaian itu terjadi di Kota Kisishe, Provinsi Kivu, bagian timur Kongo pada Selasa (29/11) pekan lalu. Di kawasan ini, tentara Kongo dan milisi yang dipimpin Tutsi M23, telah terlibat dalam pertempuran sengit selama berbulan-bulan.
Terkait pembantaian itu, pemerintah Kongo juga telah melayangkan tuduhan kepada Rwanda yang disebut mendukung M23 — seperti yang selalu dilakukan sebelumnya.
Secara konsisten pula, pihak Rwanda berulang kali membantah tudingan Kongo dan menepis keterlibatannya dalam dukungan terhadap M23.
Laporan korban jiwa itu disampaikan oleh Menteri Industri Kongo, Julien Paluku, dalam sebuah konferensi pers gabungan dengan juru bicara pemerintah Patrick Muyaya, pada Senin (5/5).
ADVERTISEMENT
Pihaknya mengatakan, di antara para korban jiwa terdapat anak-anak yang terbunuh di sebuah gereja dan rumah sakit.
“Saya tidak bisa memberikan rincian serangan itu. Penyelidikan telah dibuka oleh jaksa agung dan kami sedang menunggu hasil dari para penyelidik,” ujar Muyaya, seperti dikutip dari Reuters.
Anggota milisi M23 di Rangira, Kongo pada 17 Oktober 2012. Foto: Junior D. Kannah / AFP
Secara terpisah, terkait pembantaian itu M23 melaporkan bahwa sebelumnya sebanyak 21 pejuang dari unitnya telah terbunuh oleh koalisi musuh dan delapan orang lainnya tewas akibat peluru nyasar.
Pihaknya tidak menyebutkan secara rinci, siapa pelaku yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Pembantaian di Kongo ini pun terdengar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada pekan lalu, PBB melaporkan telah menerima laporan terkait tingginya angka korban sipil selama bentrokan antara M23 dan milisi lokal di Kishishe — tetapi tidak merinci lebih lanjut.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, PBB juga menambahkan pada tahun ini pihaknya memiliki bukti kuat bahwa pasukan Rwanda terbukti bertempur bersama M23 dan menyediakan persenjataannya. Dan lagi-lagi, klaim ini pun ditepis oleh Rwanda.
Sebenarnya, upaya gencatan senjata sudah dilakukan antara pemimpin Kongo dan Rwanda. Kedua belah pihak bahkan telah melakukan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan krisis ini — tetapi pertempuran masih terus berlanjut sampai sekarang.
Hingga akhirnya, partisipasi negara asing sebagai penengah pun hadir.
Sehubungan dengan hal itu, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Senin pekan ini mengatakan, pihaknya telah berdialog dengan Presiden Rwanda Paul Kagame terkait pentingnya mewujudkan perdamaian dan keamanan di wilayah Kongo bagian timur.
“Amerika Serikat mendesak Rwanda untuk menghormati komitmen yang dibuat di Luanda, termasuk mengakhiri dukungan Rwanda kepada M23,” cuit Blinken di Twitter.
ADVERTISEMENT
Merespons Biden, Menteri Luar Negeri Rwanda Vincent Biruta mengatakan perbedaan pemahaman terkait isu antara M23 dan Kongo ini masih tetap ada.
“M23 tidak boleh disamakan dengan Rwanda. Ini bukan masalah Rwanda untuk dipecahkan” tegas Biruta.