Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
3 Peran Lin Che Wei dalam Kasus Dugaan Korupsi Ekspor CPO
31 Agustus 2022 13:04 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dalam dakwaan, Lin Che Wei diduga berperan aktif terkait kebijakan ekspor CPO. Bahkan rekomendasinya diduga didengar dan diterima oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat itu.
Lin Che Wei disebut turut terlibat dalam setiap rapat penting membahas soal distribusi minyak goreng. Bahkan, ia juga diduga turut menentukan arah kebijakan ekspor CPO. Padahal, dia tak memiliki kewenangan bahkan surat tugas dalam posisinya tersebut.
Dalam dakwaan, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei disebutkan sebagai Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) dan selaku Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia.
Ia kemudian dihubungi Lutfi untuk menanyakan soal posisinya di Kemenko Perekonomian. Lin Che Wei menyampaikan bahwa dia memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas sebagai analis industri kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei tidak pernah mendapatkan penugasan/penunjukan sebagai advisor atau sebagai analis pada Kementerian Perdagangan," bunyi dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (31/8).
Namun, ia diikutkan dalam pembahasan kelangkaan minyak goreng yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan. Menurut jaksa, pelibatan itu berdasarkan hubungan pertemanan saja.
"Dan untuk itu ia tidak memperoleh fee dari bantuan yang diberikan tersebut karena sejak awal tidak memiliki kontrak kerja maupun MoU dengan Kementerian Perdagangan," sambung jaksa.
Masih merujuk dakwaan, Lin Che Wei mempunyai lembaga konsultan bernama IRAI (Independent Research & Advisory Indonesia) selaku founder. Lembaga itu pernah menjadi advisor sejumlah perusahaan yang terkait bisnis sawit dan minyak goreng. Perusahaan-perusahaan itu yang juga kemudian mengajukan permohonan persetujuan ekspor.
ADVERTISEMENT
Ada 3 poin utama peran Lin Che Wei dalam perbuatan ini, yakni:
1. Menggunakan jabatannya sebagai tim Asistensi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk bertindak seolah-olah sebagai pejabat yang mempunyai otoritas dalam penerbitan Persetujuan Ekspor dengan memberikan rekomendasi Persetujuan Ekspor CPO dan produk turunannya yang diajukan oleh pelaku usaha.
"Padahal mengetahui bahwa kewajiban realisasi DMO (Domestic Market Obligation) sebagaimana yang dipersyaratkan tidak dipenuhi yang berakibat minyak goreng di pasar dalam negeri mengalami kelangkaan," papar jaksa.
2. Mengusulkan agar syarat persetujuan ekspor berupa pemenuhan realisasi kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO) yang telah ditetapkan dalam Permendag Nomor 8 Tahun 2022 diubah atau dikembalikan seperti pengaturan dalam Permendag Nomor 2 Tahun 2022 yang hanya mensyaratkan pemenuhan rencana distribusi dalam negeri bagi pelaku usaha untuk mendapatkan persetujuan ekspor.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, menjalankan skema komitmen (pledge) bagi pelaku usaha yang sifatnya sukarela bagi pelaku usaha untuk mendistribusikan minyak goreng dalam negeri padahal kewajiban distribusi minyak goreng dalam negeri telah diatur secara tegas bahwa kewajiban Realisasi DMO sebesar 20 persen untuk persetujuan ekspor yang dibuktikan dengan melampirkan kontrak penjualan dalam negeri, PO, DO, dan faktur pajak sebagaimana diatur dalam Permendag 08 Tahun 2022 dan Turunannya dalam Kepmendag No 127 Tahun 2022.
3. Merancang, mengolah, dan membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha yang tidak menggambarkan kondisi pemenuhan kewajiban DMO yang sebenarnya, yang dijadikan dasar oleh Indrasari Wisnu Wardhana dalam penerbitan permohonan persetujuan ekspor CPO dan turunannya.
Rekomendasi hingga Fasilitasi Pengusaha
Dalam dakwaan, Lin disebut sempat mengusulkan adanya diskresi Mendag mengenai besaran DMO 20 persen. Pengecualian yang diusulkan ke Mendag, berupa joint konsorsium dan kebun berkewajiban untuk menyuplai CPO sesuai luasan lahan.
ADVERTISEMENT
Usulan itu pun diterimaoleh Mendag Muhammad Lutfi. Pembahasan itu diduga terjadi dalam rapat pada 14 Januari 2022 melalui zoom. Rapat dihadiri oleh Lutfi selaku Mendag, Indra Sari selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Tim Kemendag, serta Lin Che Wei.
“Saya ga akan bunyikan angka 20% pak, khan kita yang potong, kita kasih tahu lisan saja pak, kalau tulis jadi masalah kita nanti,” begitu kata Indra Sari saat pertemuan.
Hasilnya, dalam rapat tersebut salah satu poin yang disepakati bahwa: Tidak dimasukkannya DMO 20 persen secara tegas dalam kebijakan yang akan diundangkan dan besaran DMO 20 persen atau diskresi menteri perdagangan melalu konsorsium.
Setelah pertemuan Lin Che Wei itu, Mendag kemudian mengeluarkan Permendag No. 2 Tahun 2022 tentang perubahan atas peraturan Menteri Perdagangan nomor 19 tahun 2021 tentang kebijakan dan pengaturan ekspor.
ADVERTISEMENT
Isinya, mensyaratkan eksportir CPO melampirkan surat pernyataan mandiri bahwa telah menyalurkan CPO, RBD palm olein dan used cooking oil untuk kebutuhan dalam negeri yang dilampirkan dengan kontrak penjualan. Syarat itu saja untuk dapatkan izin ekspor CPO.
Pengusaha bertanya soal syarat dalam permendag tersebut. Hal tersebut diterjemahkan oleh Indra Sari yakni: Kewajiban para eksportir untuk mendistribusikan 20 persen CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri yang dibuktikan dengan faktur pajak, PO, dan DO.
Berdasarkan Permendag nomor 2 Tahun 2022 itu, pada 4 Februari sampai 9 Februari, Kemendag mendapatkan permohonan persetujuan ekspor dengan total 41.314.800 Kg. Atas pengajuan itu, maka jumlah DMO 20 persen yang seharusnya direalisasikan yakni 8,2 juta Kg. Perusahaan yang mengajukan permohonan ekspor tersebut yakni PT Musim Mas, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Wira Inno Mas, dan PT Mikie Oleo Nabati Idustri.
ADVERTISEMENT
"Pada kenyataannya, jumlah realisasi DMO yang dilaporkan oleh perusahaan tersebut untuk mendapatkan persetujuan ekspor tidak terpenuhi yang mengakibatkan minyak goreng di pasar dalam negeri masih mengalami kelangkaan tersebut," kata jaksa.
Dengan tak kunjung baiknya kondisi pasar minyak goreng dalam negeri, Mendag kembali mengeluarkan peraturan Nomor 8 Tahun 2022. Isinya, untuk pemenuhan DMO kembali merujuk pada 2 keputusan menteri, yakni:
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129/2022: Jumlah untuk kebutuhan distribusi kebutuhan dalam negeri sebesar 20% untuk CPO dan/atau refined, bleached adn deodorized palm olein dari volume ekspor.
Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 170 Tahun 2022: Jumlah untuk distribusi kebutuhan dalam negeri sebesar 30 persen untuk CPO.
Setelah Permendag nomor 8 tahun 2022 itu berlaku, Lin berkomunikasi dengan Lutfi dan menyatakan bahwa terjadi keresahan dari para pelaku usaha dengan diberlakukannya Permendag No. 08 Tahun 2022. Lin pun menyatakan keinginannya untuk merevisi Permendag tersebut dengan alasan untuk menyempurnakan kekurangan Permendag itu.
ADVERTISEMENT
Sejak Permendag itu dikeluarkan, Lin aktif melakukan serangkaian zoom meeting. Merujuk yang tertulis dalam dakwaan, Lin hampir setiap hari, dari tanggal 10-17 Februari 2022, mengadakan pertemuan virtual dengan pihak Kemendag dan para pengusaha.
Dalam beberapa kesempatan zoom meeting, tersebut Lin mengusulkan analisis-analisis yang disodorkan ke Mendag dan selalu dipenuhi. Salah satunya adalah program komitmen atau pledge untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
Di sisi lain, Indra Sari diduga tetap memberikan Persetujuan Ekspor meski realisasi distribusi dalam negeri tidak terpenuhi. Lin Che Wei diduga tetap membuat analisis realisasi komitmen (pledge) dari pelaku usaha yang dijadikan dasar Indra Sari menerbitkan Persetujuan Ekspor.
"Meskipun kenyataannya tidak menggambarkan kondisi yang sesungguhnya karena sebenarnya minyak goreng di pasar dalam negeri masih terjadi kelangkaan dan jika pun ada, harga minyak goreng mahal berada di atas angka HET yang ditetapkan Pemerintah," kata jaksa.
ADVERTISEMENT
Kerugian Negara
Lin Che Wei didakwa bersama-sama dengan sejumlah pihak, yakni:
Perbuatan Lin Che Wei dkk disebut memperkaya sejumlah pihak. Pertama, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Group Wilmar (PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar Alam Permai, PT Ultimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi) yang diduga mendapat keuntungan hingga Rp 1,6 triliun.
Kedua, perusahaan yang tergabung dalam Grup Musim Mas (PT Musim Mas, PT Musim Mas - Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT. Agro Makmur Raya, PT.Megasurya Mas, serta PT. Wira Inno Mas, mendapat keuntungan seluruhnya Rp 626,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Ketiga, Grup Permata Hijau (dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri) memperoleh keuntungan seluruhnya mencapai Rp 124,4 miliar.
Perbuatan ini disebut merugikan keuangan negara hingga Rp 6 triliun serta merugikan perekonomian negara mencapai Rp 12,3 triliun. Sehingga totalnya mencapai Rp 18 triliun.
Menurut jaksa, kerugian keuangan negara tersebut merupakan akibat langsung dari terjadinya penyimpangan dalam bentuk penyalahgunaan fasilitas PE produk CPO dan turunannya. Yakni dengan memanipulasi pemenuhan persyaratan DMO/DPO.
Dengan tidak disalurkannya DMO, negara kemudian harus mengeluarkan dana BLT dalam rangka mengurangi beban rakyat selaku konsumen.
Kerugian keuangan negara tersebut mencakup beban yang terpaksa ditanggung pemerintah dalam bentuk penyaluran BLT Tambahan Khusus Minyak Goreng untuk meminimalisasi beban 20,5 juta rumah tangga yang tidak mampu akibat kelangkaan minyak goreng.
ADVERTISEMENT
Atas perbuatannya, Lin didakwa dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Ia didakwa bersama-sama dengan