3 Rekomendasi KNKT ke Sriwijaya Air: Konsultasikan NTO-Tingkatkan Laporan Bahaya

3 November 2022 16:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas KNKT membawa Cockpit Voice Recoder (CVR) Sriwijaya Air SJ 182 setibanya di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Rabu (31/3). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Petugas KNKT membawa Cockpit Voice Recoder (CVR) Sriwijaya Air SJ 182 setibanya di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Rabu (31/3). Foto: REUTERS/Willy Kurniawan
ADVERTISEMENT
Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dalam rapat dengan Komisi V DPR mengungkap hasil investigasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di Kepulauan Seribu pada Januari 2021 lalu yang menewaskan 62 orang
ADVERTISEMENT
Dalam laporannya, KNKT menyatakan jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 karena persoalan mekanikal dan kepercayaan pilot pada otomatisasi penerbangan. Kedua hal itu menjadi penyebab utama jatuhnya pesawat rute Jakarta-Pontianak tersebut.
Sebagai tindak lanjut ke depannya, KNKT menyampaikan 3 rekomendasi terhadap Sriwijaya Air untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali. Pertama yakni meningkatkan konsultasi dengan Dirjen Perhubungan Udara terkait NTO (no technical objection) dari pabrikan pesawat sebelum mengubah prosedur terbang di luar buku panduan.
"Konsultasi dengan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara sebelum melakukan perubahan prosedur terbang, dan meminta NTO (no technical objection) dari pabrikan pesawat udara sebelum melakukan perubahan prosedur yang sudah ada di buku panduan yang disiapkan oleh pabrikan pesawat," kata Kasubkom KNKT Moda Penerbangan, Nurcahyo Utomo dalam rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi V DPR, Kamis (3/11).
Petugas KNKT membawa kotak pengaman yang berisi CVR penerbangan Sriwijaya Air SJ 182, di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta, Indonesia, Rabu (31/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Selanjutnya, salah satu penyebab jatuhnya pesawat adalah terjadinya asimetri. Ini karena tahapan perbaikan sistem auto-throttle belum mencapai bagian mekanikal. Thrust liver kanan tidak mundur seusai permintaan auto-pilot karena hambatan pada sistem mekanikal, dan thrust lever kiri terus bergerak mundur.
ADVERTISEMENT
Asimetris dapat dipulihkan dengan menonaktifkan auto-throttle. Namun penonaktifan ini terlambat karena penyetelan (rigging) pada flight spoiler belum pernah dilakukan di Indonesia.
Nurcahyo mengungkap, 10 bukan sebelum kecelakaan terjadi kejadian asimetri serupa pernah terjadi sebelum SJ-182 dipakai Sriwijaya Air. Tetapi tak diketahui karena Sriwijaya Air belum mengunduh Flight Data Analysis Program (FDAP) Boeing 737-500 PK-CLC.
Untuk itu, dia mengimbau Sriwijaya Air untuk meningkatkan jumlah pengunduhan data dalam Flight Data Analysis Program (FDAP) demi meningkatkan pemantauan operasi penerbangan. Ia juga meminta Sriwijaya Air menekankan pelaporan bahaya (hazard) kepada seluruh pegawai.
"Dari data, rata-rata pengunduhan data FDAP Sriwijaya Air 53%. Ini berdampak ada yang terlepas pemantauan salah satunya pesawat Boeing 737-500 PK-CLC ini, pada 15 Maret 2020, 10 bulan sebelum kecelakaan pernah asimetris. Tapi ini tidak diketahui Sriwijaya Air karena program FDAPnya ini belum diunduh," jelas dia.
ADVERTISEMENT
"Pelaporan hazard masih didominasi ground handling dan security. Pilot, pramugari, engineer masih sedikit," tandasnya.
Pada 9 Januari 2021, pesawat Boeing 737-500 PK-CLC atau Sriwijaya Air SJ-182 berangkat dari Jakarta dengan tujuan Pontianak tinggal landas pada 14.36 WIB.
Setelah terbang 13 menit, pesawat mengalami kecelakaan dan berakhir penerbangan di perairan Kepulauan Seribu, sekitar 11 mil dari Bandara Soekarno-Hatta. Sebanyak 62 orang tewas terdiri dari 56 penumpang, 2 pilot dan 4 awak kabin.