4 Pelanggaran Beras Maknyuss yang Dianggap Rugikan Konsumen

25 Agustus 2017 15:33 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Brigjen Agung Setya  (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Brigjen Agung Setya (Foto: Kelik Wahyu/kumparan)
ADVERTISEMENT
PT Indo Beras Unggul (PT IBU) produsen beras maknyuss dan cap Ayam Jago mulai goyah. Menyusul ditetapkannya Dirut mereka, Trisnawan Widodo (TW) sebagai tersangka .
ADVERTISEMENT
Dirut PT IBU dijerat dengan Pasal 382 BIS tentang Perbuatan Curang dan Pasal 144 jo pasal 100 ayat 2 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Kemudian Pasal 62 jo Pasal 8 ayat 1 huruf (e), (f), (g) atau pasal 9 ayat (h) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Mabes Polri Brigjen Agung Setya, mengungkapkan beberapa kekurangan yang dianggap merugikan konsumen.
Beras Maknyuss di swalayan (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Beras Maknyuss di swalayan (Foto: Edy Sofyan/kumparan)
Berikut 4 kekurangan dari produk beras PT IBU yang dianggap merugikan dan menyalahi aturan.
1. Penggunaan Jenis Varietas
Pihak Tipideksus Bareskirm Polri berdasarkan pemeriksaan menyimpulkan sebuah fakta menarik terkait produk beras kemasan produksi PT IBU. Beras Maknyuss, hasil produksi PT IBU, dianggap menyalahi aturan konsumen dengan menggunakan varietas beras yang berbeda dari jenis varietas yang telah dicantumkan dalam produk kemasan.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terungkap dari penelitian yang dilakukan di laboratorium untuk jenis varietas yang digunakan dan hasilnya cukup mencengangkan. Produk beras dengan varietas Rojolele produksi PT IBU justru menggunakan beras dari varietas berbeda, tak sesuai dengan varietas yang sudah tercantum dalam kemasan.
"Sisi varietas pun beda, mereka pasang merk rojolele, tapi mereka masukan beras dengan varietas yang berbeda," ujar Brigjen Agung Setya.
2. Pencantuman Label yang Tak Sesuai Isi dan Perizinannya
Pencantuman label yang dianggap tak sesuai dengan jenis produknya, menjadi kekurangan dari produk beras kemasan PT IBU. Label Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang acapkali kita temukan dicantumkan pada produk kemasan makanan siap santap atau makanan ringan lainnya justru digunakan pada produk makanan mentah semisal beras.
ADVERTISEMENT
Selain itu, penggunaan kata beras dengan kualitas premium dan pencantuman logo SNI pun juga turut dipertanyakan mengingat pihak Tipideksus Mabes Polri berdasarkan pemeriksaan menyimpulkan bahwa ditemukan adanya usaha dari PT IBU untuk memanipulasi standar mutu dari beras produksinya.
"Soal downgradenya terkait kualitas mutu dikontrak disebutkan kualitas mutu nomor dua, ternyata yang dikerjakan dengan perintah kerjanya dibuat dengan kualitas mutu lima, jelas itu menyalahi pelabelan yang mengatakan bahwa isinya itu beras premium," kata Agung.
3. Penggunaan Mutu Beras yang Jauh Dari Kata Premium
Berdasarkan pemeriksaan, pihak Tipideksus Mabes Polri menyimpulkan bahwa kualitas beras yang digunakan oleh pihak produsen PT IBU dalam produk beras kemasannya jelas jauh dari kata premium. Hal tersebut terbukti beberapa indikator yang menunjukkan bahwa beras yang digunakan tidaklah tergolong dalam beras jenis premium
ADVERTISEMENT
Penilaian tersebut terutama datang dari berapa persen beras patah yang terdapat dalam suatu kemasan, beras yang dikategorikan memiliki kualitas premium jelas memiliki persentase beras patah paling rendah. Namun beras produksi PT IBU berkata lain.
"Pecahan beras yang kita temukan dalam satu bungkus itu bisa lebih dari 50% padahal seharusnya maksimal itu 15% kalau pecahan lebih banyak tentu tidak sesuai dengan kualitas beras premium ya," ujar Agung.
4. Harga Premium dengan Kualitas Rendah
Kekurangan terakhir yang dianggap fatal dan menciderai hak dari konsumen yang telah dilakukan oleh PT IBU adalah menerapkan harga premium yang selangit terhadap beras dengan varietas dan mutu yang lebih rendah.
"Ini jelas merugikan bagi perusahaan retail dan konsumen, mereka harus beli dengan harga mahal untuk barang yang kualitasnya tidak sesuai," ujar Agung.
ADVERTISEMENT