6 Calon Hakim Agung Lolos ke Tahap Fit and Proper Test DPR, Ini Daftarnya

6 Februari 2023 11:59 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Komisi Yudisial (KY) mulai menggelar seleksi wawancara calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) sejak hari ini, Selasa (31/1) hingga Kamis (2/2) di Auditorium KY, Jakarta. Foto: Komisi Yudisial
zoom-in-whitePerbesar
Komisi Yudisial (KY) mulai menggelar seleksi wawancara calon hakim agung dan calon hakim ad hoc Hak Asasi Manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) sejak hari ini, Selasa (31/1) hingga Kamis (2/2) di Auditorium KY, Jakarta. Foto: Komisi Yudisial
ADVERTISEMENT
Komisi Yudisial (KY) sudah merampungkan seleksi calon hakim agung dan ad hoc untuk Pengadilan HAM. Terdapat 6 calon hakim agung dan 3 calon hakim ad hoc HAM yang lolos. ke tahap uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) di DPR.
ADVERTISEMENT
Berikut daftar calon hakim tersebut:

Calon Hakim Agung Kamar Pidana

Calon Hakim Agung Kamar Perdata

Calon Hakim Agung Kamar Agama

Calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara

Lulik Tri Cahyaningrum, Dirjen Badan Peradilan Militer dan TUN MA

Calon Hakim Agung Kamar Tata Usaha Negara (Khusus Pajak)

Selain itu, Komisi Yudisial juga sudah merampungkan seleksi hakim ad hoc untuk Pengadilan Hak Asasi Manusia. Ada tiga calon yang lolos, yakni:
ADVERTISEMENT
Keputusan ini diambil berdasarkan rapat pleno Komisi Yudisial tanggal 2 Februari 2023.
Juru bicara KY, Miko Ginting, mengaku sudah mendapat informasi bahwa hasil seleksi calon hakim adhoc HAM menuai kritik dari organisasi masyarakat sipil. Khususnya terkait pemahaman dan kompetensi calon. Menurut Miko, KY menerima masukan tersebut.
"KY berpandangan yang sama bahwa seleksi terhadap calon hakim adhoc HAM di MA tidak berada dalam kondisi ideal. Terutama disebabkan pendaftar yang terbatas sekalipun penjaringan sudah dilakukan semaksimal mungkin," ujar Miko dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/2).
Miko menjelaskan, ketika pertama seleksi dibuka, hanya ada 4 calon yang mendaftar. Seleksi kemudian diperpanjang, pendaftar bertambah hingga total 15 orang.
Dari proses seleksi administrasi, dua orang gugur. Ditambah tiga orang mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan seleksi selanjutnya, hanya ada 5 calon yang ikut tes wawancara. Hingga akhirnya terdapat 3 orang yang dinyatakan lolos.
"Sementara di sisi lain, KY dibatasi oleh jangka waktu pelaksanaan seleksi menurut undang-undang, yaitu maksimal 6 bulan. Terlebih pengajuan Kasasi sudah dilakukan oleh Kejaksaan terhadap putusan tingkat pertama perkara Paniai di mana Terdakwa diputus bebas dari tuntutan. Oleh karena itu, guna menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi korban, tidak ada pilihan selain menyediakan hakim pada tingkat Kasasi melalui seleksi oleh KY," papar Miko.
Menurut Miko, KY tetap menerapkan mekanisme dan standar seleksi sebagaimana layaknya seleksi calon hakim agung, terutama pada aspek integritas.
Ia tak menampik adanya beberapa persoalan dalam seleksi tersebut. Pertama, soal usia minimal calon, yaitu 50 tahun. Batas usia ini dinilai menyebabkan calon-calon potensial tetapi belum sampai batas usia tersebut tidak bisa mendaftar.
ADVERTISEMENT
Kedua, soal ketidakpastian perkara yang akan ditangani. Hingga saat ini hanya satu perkara, yaitu perkara Paniai, yang diperiksa oleh pengadilan.
"Itupun hanya dengan satu terdakwa yang akhirnya diputus bebas pada pengadilan tingkat pertama. Padahal selama menjabat sebagai hakim adhoc HAM di MA, calon yang bersangkutan tidak bisa atau sangat terbatas untuk menjalankan profesi lain," ujar Miko.
Ketiga, soal insentif. Hingga saat ini, KY mengaku belum mendapatkan informasi terkait peraturan presiden tentang insentif dan fasilitas bagi hakim ad hoc HAM di MA.
"Tiga persoalan pokok di atas adalah persoalan struktural yang terdapat dalam regulasi dan proses penegakan hukum secara faktual. KY berpandangan jikapun seleksi diulang kembali, yang dengan demikian KY juga melanggar undang-undang karena batas waktu seleksi maksimal 6 bulan, apakah ada jaminan calon yang potensial sesuai harapan organisasi masyarakat sipil akan didapatkan?" papar Miko.
ADVERTISEMENT
"Dengan berbagai persoalan yang menyebabkan minimnya calon untuk mendaftar sementara perkara sudah diajukan ke tingkat Kasasi, maka KY mesti memutuskan untuk memilih calon yang terbaik dari yang ada. Jika tidak demikian, maka kepastian dan keadilan bagi korban akan tertunda," pungkasnya.