Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Warga yang tinggal di sepanjang tanggul Kali Bekasi tidak hanya sekali itu saja menemukan mayat mengapung di air. Tapi belum pernah sampai 5 atau 7 mayat seperti akhir pekan itu. Jumlah yang menggemparkan.
***
Eko Santoso yang kerap disapa Mbah Jambrong menyambut pagi seperti hari-hari sebelumnya. Ia penjaga sungai Bekasi . Usai ibadah subuh, ia olahraga dan memberi makan ternak ayamnya yang dikandang di kaki tanggul.
Hari itu, Minggu (22/9), Eko mengulang aktivitas paginya, meski kemudian ternyata berjalan berbeda dari sekadar memantau sungai. Sekitar pukul 06.00, seorang ibu, warga lain yang rumahnya hanya selemparan batu dari pos pantau Eko, memanggil-manggil minta tolong.
Ia dan ibu-ibu lain dari komunitas pecinta kucing sedang beraktivitas di sekitar tanggul kali. Mereka memberi makan kucing, kegiatan rutin sebelum matahari terbit terang. Namun dari atas tanggul pembatas, ibu-ibu itu melihat onggokan hitam mengapung di sungai. Mereka lalu meminta tolong kepada Eko dan bapak-bapak lain untuk mengecek.
Kecurigaan ibu-ibu tadi benar. Onggokan hitam mengapung dan terpencar-pencar itu adalah mayat. Jasad manusia. Tidak hanya satu, tapi lima. Tiga berjejer di area dangkal, lainnya terseret ke pinggiran kali.
Eko langsung melaporkan penemuan mayat itu ke Bimaspol Jatiasih. Sekitar pukul 07.00, Tim Polres Kota Bekasi pun tiba di lokasi. Lima mayat dievakuasi—yang kemudian bertambah jadi enam mayat karena mayat yang ada di pinggir kali ternyata bertumpuk dua.
Jasad-jasad itu dinaikkan ke darat dan dimasukkan ke kantong jenazah. Evakuasi oleh kepolisian itu dibantu Basarnas. Tak disangka, dalam proses evakuasi itu, mayat bertambah lagi.
“Waktu nunggu Basarnas, muncul lagi mayat di depan Pos Pemantau Sungai [dekat telemetri ketinggian air]. Jadinya total 7 mayat,” kata Eko sambil menunjukkan posisi penemuan mayat kepada kumparan, Rabu (25/9).
Setelah mengevakuasi 7 mayat, petugas kepolisian dan Basarnas melanjutkan pencarian. Mereka menyisir sungai dan mengobok-obok genangan di pertemuan Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas yang kedalamannya diperkirakan mencapai 6–7 meter kala air surut.
Penyisiran dilakukan hingga sore hari. Pukul 17.00, pencarian dihentikan. Tujuh mayat yang ditemukan dibawa ke RS Polri Kramat Jati untuk diidentifikasi. Mayat-mayat ditemukan dalam kondisi tanpa kartu identitas atau tanda pengenal. Yang diketahui saat evakuasi hanyalah bahwa mereka masih remaja.
“Kondisinya agak membengkak, cuma belum membusuk,” imbuh Eko.
Tujuh mayat remaja itu ditemukan di hulu Sungai Bekasi, pertemuan Kali Cileungsi dan Cikeas, persis di samping Masjid Al Ikhlas Perumahan Pondok Gede Permai, Jatisari, Kota Bekasi.
Berdasarkan penyelidikan awal kepolisian, 7 remaja yang tewas mengambang itu diduga berkaitan dengan pembubaran kelompok pemuda yang hendak menjalankan aksi tawuran sehari sebelumnya, Sabtu dini hari (21/9).
“Jadi ada dua peristiwa: (1) temuan jenazah [pada Minggu pagi]; setelah kami lakukan penyelidikan, ternyata ada benang merahnya dengan (2) rencana tawuran pada Sabtu dini hari,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Bekasi Kota Kompol Audy Joize Oroh kepada kumparan di kantornya, Jumat (27/9).
Tujuh mayat remaja itu diperkirakan merupakan bagian dari 50–60 anak muda yang lari kocar-kacir dari Tim Patroli Presisi Polresta Bekasi pada Sabtu dini hari. Dari puluhan orang itu, belasan di antaranya diduga lompat ke sungai. Tujuh dari mereka kemudian mati, diduga karena tenggelam.
Dugaan awal polisi tersebut disimpulkan setelah petugas memeriksa 22 anak muda yang diamankan Polsek Rawalumbu pada Sabtu dini hari. Anak-anak remaja itu dimintai keterangan, konfirmasi, dan klarifikasi atas foto-foto jenazah yang ditemukan di Kali Bekasi.
“Setelah diperlihatkan satu-satu foto [jenazah], ternyata benar ada satu orang yang mengenal karena itu merupakan kerabatnya,” ujar Audy.
Kronologi Tragedi Kali Bekasi Versi Polisi
Pembubaran rencana tawuran oleh Tim Patroli Polresta Bekasi dilakukan di sebuah warung berupa gubuk di Jalan Cipendawa Baru, Bojong Menteng, Kecamatan Rawalumbu, persis di seberang Masjid Al Ikhlas Pondok Gede Permai.
Lokasi itu hanya ramai pada siang hari, sebab warung cuma buka sampai pukul 15.00 dan di sekitarnya tidak ada rumah-rumah warga; hanya ada pabrik.
Warung gubuk yang terbuat dari bambu dan tripleks itu berada di samping Kali Bekasi. Di sana terdapat lahan yang ditanami pisang sebagai pembatas warung dan kali. Inilah tempat berkumpul puluhan pemuda pada Sabtu dini hari yang didatangi patroli polisi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi menerangkan, pada pukul 03.30 Sabtu dini hari, 21 September itu, anggota Tim 1 Presisi Polresta Bekasi, Bripda B yang bertugas memantau melalui Instagram Live, mendapati kelompok yang menamakan diri geng per3an_bojong berencana tawuran dengan geng CikunirAllStar.
Bripda B kemudian melapor ke Ketua Tim 1 Presisi terkait rencana tawuran di Cipendawa, Bojong Menteng, Kecamatan Rawalumbu, Kota Bekasi itu. Tim Patroli Presisi lalu bergerak menuju lokasi.
Mereka sempat salah titik dan menyusuri jalan dari Pom Bensin Shell Cipendawa, PT. MGM Bosco Logistics, sampai gudang semen, lalu belok kiri 500 meter. Di sisi kanan, terlihat warung yang sudah tutup.
“Di sana, Tim Presisi melihat kurang lebih 50 remaja yang sedang nongkrong. Kemudian saat Tim 1 Presisi mendekati lokasi berkumpul itu, orang-orang yang berada di sana langsung berhamburan dan berlarian,” kata Ade kepada kumparan, Jumat (27/9).
“Ada beberapa yang kabur dengan cara melompat ke sungai,” tambah Ade.
Beberapa di antaranya selamat dan berhasil berenang ke seberang sungai, di Perumahan Pondok Gede.
Penjelasan Ade ini selaras dengan cerita Ketua RT 4 Perumahan Pondok Gede Permai, Dasrial. Ia membenarkan bahwa pada Sabtu dini hari, sekitar jam 03.00, ada sejumlah anak muda yang berlari-lari di depan rumahnya yang hanya berjarak 2–4 rumah dari sungai.
“Saat itu kelihatan ada yang basah kuyup,” kata Dasrial kepada kumparan.
Selain anak muda lari-lari basah kuyup yang ia saksikan langsung, menurut Dasrial ada pula satu anak muda—juga basah kuyup—yang diselamatkan seorang petugas keamanan di samping Masjid Al Ikhlas. Anak-anak muda itu kemudian diamankan polisi. Mereka termasuk dalam 22 remaja yang ditangkap.
“Namanya orang nyeberang kali pasti basah, dong. Itu yang selamat terus ditangkap polisi,” tutur Dasrial.
Kompol Audy mengatakan, Tim Patroli yang turun Sabtu dini hari berjumlah 9 orang, sedangkan di warung gubuk berkumpul sekitar 50–60 orang. Jumlah tersebut merupakan perkiraan berdasarkan motor yang diamankan polisi sebanyak 30 unit (satu motor diduga untuk dua orang berboncengan).
Ketika itu, aksi tawuran belum terjadi. Menurut Audy, “Mereka kumpul [di warung] itu belum aksi. Jadi mereka baru live Instagram, mengajak rekan-rekannya untuk berkumpul di situ.”
Meski begitu, kepolisian mengamankan 22 orang. Tiga diantaranya ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan membawa senjata tajam di tempat umum (merujuk ke Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951) sebab ketiganya tertangkap tangan di gubuk tersebut membawa senjata tajam.
“Tim berhasil mengamankan 21 orang laki-laki dan 1 orang perempuan, dan 21 bilah senjata tajam. Terdapat 3 orang yang tertangkap tangan membawa senjata tajam,” jelas Ade.
Menurut polisi, kumpul-kumpul di gubuk tersebut adalah untuk perencanaan aksi. Polisi menyebut anak-anak muda tersebut menggunakan kode “pesta” guna menyamarkan rencana aksi tawuran.
“Mereka menyampaikan [lewat IG Live] akan pesta. Setelah kami dalami lebih lanjut, ‘pesta’ ini merupakan ajakan mereka untuk tawuran,” ujar Audy.
Misteri Letusan yang Bubarkan Kerumunan
Di sisi lain, dari keterangan keluarga korban, Sofyan yang merupakan kakak almarhum Ahmad Davi, menyebutkan bahwa di warung gubuk yang tutup itu belum sempat terjadi apa-apa. Korban disebut tak menjumpai aksi apa pun.
Menurut Sofyan, berdasarkan keterangan teman Davi yang selamat, anak-anak muda itu ke gubuk tersebut untuk mampir ngopi-ngopi. Tujuan utamanya untuk menghadiri acara ulang tahun di daerah Cikunir.
“Posisi mereka pun baru sampai parkiran, karena sampai di situ sudah ada [rombongan] yang lain di gubuk itu lagi pada duduk di situ. Sampai di parkiran, turun [motor] sebentar. Ngobrol di parkiran saja, enggak sampai duduk di gubuk itu. Kurang lebih 10 menitan, ada polisi, ada Tim Perintis Presisi. Langsung menyergap, mereka lari kocar-kacir,” kata Sofyan kepada kumparan, Kamis (26/9).
Di gubuk dekat gudang semen tersebut, anak-anak muda itu disebut hanya nongkrong, tak ada tawuran. Tapi mereka berlarian tak keruan setelah patroli polisi menghampiri, yang diduga diiringi letusan yang makin membuat mereka kocar-kacir dan nekat melompat ke sungai.
“Saksi yang selamat bilang, katanya terdengar suara tembakan. Kan ada statement juga dari Kapolres Kota Bekasi, ada suara tembakan. Ya sudah, akhirnya mereka lari ke mana saja karena panik, termasuk yang mencebur ke kali,” kata Sofyan.
Sofyan mengatakan, berdasarkan keterangan teman Davi yang selamat, setidaknya ada 15 orang yang nekat menceburkan diri ke Sungai Bekasi dalam kondisi panik, termasuk Davi, adiknya yang berakhir mengapung tak bernyawa.
Meski Kombes Dani sebelumnya tak menampik ada tembakan untuk membubarkan para remaja yang diduga hendak tawuran, Kasat Reskrim Komisaris Audy di kemudian hari membantah adanya lepasan tembakan saat membubarkan anak-anak muda itu.
Menurut Audy, dari 22 remaja yang diamankan dan dimintai keterangan, tidak ada yang mendengar ledakan atau letusan.
“Keterangan dari saksi yang kami amankan dengan tim patroli, juga ada kesesuaian kalau memang tidak ada suara tembakan atau letusan,” tegas Audy.
Sebanyak 17 anggota Tim Patroli memang sempat diperiksa Propam Polri usai penemuan mayat yang diduga berawal dari patroli Sabtu dini hari. Mereka yang diperiksa adalah 10 anggota dari Polres Bekasi Kota, 3 anggota Polsek Jatiasih, dan 4 Polsek Rawalumbu.
Pemeriksaan terhadap 17 anggota itu dilakukan Propam bersama auditor eksternal, yakni Kompolnas dan Komisi III DPR. Mereka menggali apakah penanganan dan pencegahan tawuran dilakukan sesuai prosedur.
Hasilnya, disimpulkan tidak ada tembakan saat pembubaran massa di gubuk di tepi Kali Bekasi seberang Masjid Al Ikhlas.
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menegaskan hal serupa. Dari pemantauan ke TKP, penjelasan dari Polresta Bekasi dan para tersangka, Kompolnas menyimpulkan tak ada tembakan peringatan pada pembubaran rencana tawuran Sabtu dini hari tersebut.
Misteri tembakan dianggap krusial sebab dikaitkan dengan dugaan kelalaian anggota kepolisian dalam menjalankan tugas. Tembakan peringatan menyangkut SOP patroli dan pembubaran massa.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menerangkan, tidak ada SOP khusus dalam penanganan tawuran, sebab menjadi satu kesatuan dengan aturan terkait penanganan aksi huru-hara.
Dalam aturannya, lanjut Bambang, tembakan peringatan bisa dilepas bila ada ancaman yang membahayakan, baik untuk polisi maupun masyarakat sekitar, misalnya bila pelaku aksi tawuran mengacungkan senjata tajam.
“... membawa celurit di tengah jalan, kemudian mengacung-acungkannya ke kiri dan kanan, itu membahayakan. Kalau seperti itu polisi berhak melakukan tembakan untuk menghentikan perilaku mereka; tentunya harus dimulai dengan tembakan peringatan lebih dulu,” papar Bambang.
Namun, bila ada suara letusan di Tragedi Kali Bekasi seperti cerita yang didapat keluarga korban, hal itu janggal karena para remaja tersebut belum tawuran.
Pasal 8 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian menyebutkan bahwa penggunaan senjata adalah yang terakhir.
Bedil dipakai pada tahap akhir dan dalam kondisi memaksa.
Berikut bunyi Pasal 8 tersebut:
(1) Penggunaan kekuatan dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dilakukan ketika:
a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
b. anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
(2) Penggunaan kekuatan dengan senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.
(3) Untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan penggunaan kendali senjata api dengan atau tanpa harus diawali peringatan atau perintah lisan.
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni meminta kepolisian objektif dan transparan mengusut Tragedi Kali Bekasi. Ia mendorong Polri selalu mengedepankan prinsip-prinsip HAM dalam menjalankan tugas, termasuk ketika melakukan patroli.
“Dalam kasus di Bekasi kemarin, info yang saya dapat memang para remaja sedang kumpul-kumpul dan polisi melakukan patroli. Jika selanjutnya ada yang kabur hingga meloncat ke sungai dan meninggal, kita perlu dalami lagi satu per satu kejadiannya, yaitu kenapa mereka sampai harus loncat? Apakah benar akibat disulut oleh tembakan peringatan itu?” kata Sahroni.
Politisi NasDem itu yakin kepolisian sudah memiliki SOP dalam menjalankan patroli, dan itu wajib tetap diterapkan seiring ditingkatkannya giat patroli.
“Patrolinya menurut saya sudah tepat karena sesuai dengan tugas Polri untuk melindungi dan melayani masyarakat. Apalagi tawuran dan kejahatan jalanan kini kian marak. Kita harus memastikan juga warga merasa aman dan terlindungi,” tambah Sahroni.
Anggota Komisi III dari PDIP, I Wayan Sudirta, mengatakan bahwa penyebab Tragedi Kali Bekasi belum bisa disimpulkan.
“Kita belum menyimpulkan ada kelalaian [polisi] atau tidak. Belum pada posisi itu. Kita baru temukan info awal untuk konfirmasi. Ini harus terang-benderang karena menyangkut 7 nyawa manusia,” kata Wayan.
Bambang juga menilai, kepolisian tak bisa ujug-ujug disalahkan dalam kasus ini, sebab pencegahan tawuran juga perlu untuk menjamin ketertiban masyarakat.
Namun, Bambang meminta polisi menggunakan cara-cara humanis dalam mendekati masyarakat, terutama remaja, misalnya bagaimana agar sirene dan patroli pencegahan tak jadi momok.
“Kalau dulu ada polisi sahabat anak, sekarang polisi jadi sahabat remajalah. Dibikin seperti itu…” imbuhnya.
Ade Ary menyebut anggota kepolisian yang berpatroli Sabtu dini hari itu sudah sesuai SOP, yakni mengedepankan cara preventif sebagaimana pesan Kapolda Metro Jaya.
Terkait keluarga korban yang menyebut korban diduga ditabrak tim patroli, hal ini dibantah Komisaris Audy. Menurutnya, polisi memang menemukan kata-kata “polisi tabrak” dari beberapa saksi, namun itu bukan secara harfiah, melainkan istilah atau kode yang digunakan para remaja itu untuk mengabari bahwa mereka didatangi patroli polisi.
“Maksudnya ‘tabrakan’ itu adalah anggota polisi datang ke tempat itu. Jadi bukan seperti menabrakkan mobil ke motor, atau mobil ke orang. Enggak seperti itu,” jelas Audy.
Sementara itu, Kombes Ade mengatakan, berdasarkan data Biro Operasi Polda Metro Jaya, sepanjang Januari sampai September 2024 dilakukan 101.122 kali operasi pencegahan tawuran. Adapun data tawuran di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada 29 Juli–22 September 2024 mencapai 111 kali dengan 24 korban meninggal dunia.
Tujuh jasad Tragedi Kali Bekasi kini telah teridentifikasi dan sudah diserahkan ke keluarga masing-masing. Mereka adalah Muhammad Rizki (19), Ahmad Dafi (16), Muhamad Farhan (20), Rizki Ramadan (15), Ridho Darmawan (15), Resky Dwi Cahyo (16), dan Vino Satriani (15).
Ketujuhnya berhasil diidentifikasi lewat pencocokan data postmortem dan antemortem. Identifikasi dilakukan lewat pencocokan DNA, sidik jari, dan properti korban dengan data keluarga.
Saat ini jenazah korban sudah diterima keluarga meski polisi belum mengungkap penyebab kematian mereka.
“Diharapkan dalam waktu dekat kita sudah dapat memperoleh hasil autopsi dari ketujuh jenazah tersebut,” ujar Ade.
Pemeriksaan lab kini masih dilakukan tim kedokteran forensik dan DVI RS Polri Soekanto. Para ahli yang diturunkan meliputi tim gabungan dari internal Polri, yakni Pusdokkes, RS Polri, Puslabfor, Pusinafis, serta dari eksternal yaitu RSCM FK Universitas Indonesia.
Kepala Bidang Pelayanan Kedokteran RS Bhayangkara Polri Kombes Hery Wijatmoko menyatakan, pemeriksaan penyebab kematian tujuh korban di Kali Bekasi masih berlangsung, dan ia tak bisa memastikan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya.
“Tergantung labfor dan lab PA (patologi anatomi),” tutup Hery.