Ada 10 Gugatan Pileg PSI di MK, Anwar Usman Tak Boleh Ikut Mengadili

25 April 2024 14:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep di kawasan Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/1/2024). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep di kawasan Jalan Braga, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (3/1/2024). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
PSI melayangkan 10 gugatan Pileg 2024 ke Mahkamah Konstitusi. Hakim MK Anwar Usman akan ikut mengadili gugatan Pileg.
ADVERTISEMENT
Hanya saja, Anwar tidak boleh ikut mengadili pada perkara yang melibatkan PSI. Sedangkan gugatan Pileg lainnya, masih diperbolehkan.
"Kalau tidak punya konflik kepentingan di situ maka boleh, itu kan putusan MKMK ya. Makanya dilaksanakan nanti Hakim Konstitusi Anwar Usman ikut mengadili, memeriksa, dan memutus perkara-perkara yang tidak ada dalam konteks ini partai PSI," kata Jubir MK, Fajar Laksono kepada wartawan di MK, Jakarta, Kamis (25/4).
"Itu perintah atau amanat dari putusan Majelis kehormatan MK," imbuhnya.
Anwar Usman tidak akan mengadili gugatan PSI karena partai berlambang mawar ini diketuai oleh keponakannya itu, yakni Kaesang Pangarep.
"Kalau tidak salah 10 (perkara PSI). 10 itu yang kemudian sejauh ini diatur untuk tidak berada di panelnya Hakim Konstitusi, Anwar Usman," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi seluruh hakim ini ikut mengadili PHPU pileg, hanya diatur sedemikian rupa," tambahnya.
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman, saat ditemui usai menjalani sidang etik di MKMK, Senin (18/3/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Sebelumnya Anwar Usman diputus melanggar etik oleh MKMK imbas putusan 90 yang meloloskan keponakannya, Gibran Rakabuming, untuk maju sebagai cawapres.
Berikut bunyi kesimpulan MKMK:
"Hakim Terlapor tidak diperkenankan untuk terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan."