Adik Kim Jong-un Tegaskan Balasan Baru Jika Korsel Terus Kirim Balon Propaganda

10 Juni 2024 11:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah balon yang membawa berbagai benda termasuk sampah, yang diyakini dikirim oleh Korea Utara, terlihat di laut lepas Incheon, Korea Selatan, Minggu (9/6/2024). Foto: Yonhap/via REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah balon yang membawa berbagai benda termasuk sampah, yang diyakini dikirim oleh Korea Utara, terlihat di laut lepas Incheon, Korea Selatan, Minggu (9/6/2024). Foto: Yonhap/via REUTERS
ADVERTISEMENT
Korea Utara kembali mengirim ratusan balon pembawa sampah melintasi perbatasan pada Senin (10/6). Militer Seoul melaporkan tindakan ini setelah Kim Yo-jong, adik perempuan Kim Jong-un, memperingatkan bahwa Korea Utara akan mengambil tindakan lebih lanjut jika Korea Selatan terus melakukan “perang psikologis”.
ADVERTISEMENT
Selama beberapa minggu terakhir, Korea Utara telah mengirimkan ratusan balon berisi sampah seperti puntung rokok dan tisu toilet ke Korea Selatan. Tindakan ini merupakan balasan atas balon-balon propaganda anti-Pyongyang yang diterbangkan oleh aktivis di Korea Selatan.
Sebagai tanggapan, pemerintah Korea Selatan menangguhkan perjanjian militer yang bertujuan mengurangi ketegangan sejak 2018, dan memulai kembali siaran propaganda melalui pengeras suara di sepanjang perbatasan. Langkah ini memicu kemarahan Korea Utara yang menuduh Seoul menciptakan “krisis baru”.
“Korea Selatan akan menderita rasa malu karena memungut kertas bekas tanpa henti, dan itu akan menjadi pekerjaan sehari-hari mereka,” ujar Kim Yo-jong, adik Kim Jong-un sekaligus juru bicara utama pemerintahan, dalam pernyataan resmi, dikutip dari AFP.
Kim Yo-jong, saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menghadiri upacara peletakan karangan bunga di Mausoleum Ho Chi Minh. Foto: Jorge Silva / Pool / Reuters
Dalam pernyataan yang disiarkan oleh Kantor Berita Pusat Korea, Kim Yo-jong mengecam selebaran para aktivis sebagai “perang psikologis” dan memperingatkan akan membalas, kecuali Seoul menghentikan propaganda mereka.
ADVERTISEMENT
Militer Seoul melaporkan bahwa Korea Utara telah mengirim sekitar 310 balon pembawa sampah dalam semalam. Tidak ada lagi balon yang terdeteksi di udara pada Senin pagi.
“Balon berisi limbah terbaru yang dikirim Minggu malam mengandung kertas bekas dan plastik. Sejauh ini, tidak ada bahan beracun yang terdeteksi,” kata kantor berita Yonhap, mengutip Kepala Staf Gabungan.
Profesor Kim Dong-yub dari Universitas Studi Korea Utara di Seoul menjelaskan pernyataan Kim Yo-jong menunjukkan upaya Korea Utara untuk mengalihkan kesalahan atas situasi saat ini ke Korea Selatan serta membenarkan provokasi mereka.
“Kemungkinan besar siklus eskalasi ini akan terus berlanjut dan Korea Utara mungkin akan melakukan sesuatu di luar imajinasi kita,” tambah Kim.
Sampah dari balon yang diduga dikirim oleh Korea Utara berserakan di Seoul, Korea Selatan, Rabu (29/5/2024). Foto: Kantor Kepresidenan Korea Selatan/via AP PHOTO
Aksi saling balas balon ini dimulai pada pertengahan Mei ketika para aktivis di Korea Selatan, termasuk pembelot Korea Utara, mengirimkan selebaran anti-Kim dan flash drive musik K-pop ke utara.
ADVERTISEMENT
Sebagai balasan, Pyongyang mengirim lebih dari seribu balon berisi kantong sampah ke Korea Selatan. Seoul mengecam tindakan itu sebagai "kelas rendah" dan mengeklaim bahwa mereka melanggar perjanjian gencatan senjata dari Perang Korea 1950-1953.
Seoul membatalkan perjanjian militer 2018 dan melanjutkan siaran melalui pengeras suara di sepanjang perbatasan – taktik yang terakhir digunakan pada 2016 sebagai pembalasan atas uji coba nuklir keempat Korea Utara.
Pada 2018, dalam periode hubungan antar-Korea yang membaik, para pemimpin kedua Korea sepakat untuk menghentikan semua tindakan permusuhan, termasuk penyebaran selebaran dan siaran.
Parlemen Korea Selatan mengesahkan undang-undang pada 2020 yang mengkriminalisasi pengiriman selebaran ke Korea Utara. Namun, undang-undang tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 2023 karena membatasi kebebasan berpendapat.
ADVERTISEMENT