Alasan KPK Tak Tunda OTT di Bengkulu hingga Pilkada Usai: Nanti Uangnya Habis

25 November 2024 3:11 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jumat (30/8/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jumat (30/8/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
KPK menjelaskan alasan tak menunda kasus dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan di Provinsi Bengkulu. Adapun dalam OTT yang digelar pada 23 November 2024 itu, KPK turut mengamankan sebanyak 8 orang, termasuk Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah.
ADVERTISEMENT
Operasi senyap KPK itu diduga terkait kasus adanya pungutan kepada pegawai untuk pendanaan Pilkada 2024 bagi Rohidin. Politikus Golkar itu merupakan cagub dalam Pilgub Bengkulu 2024.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, mengungkapkan bahwa pihaknya memang menerima adanya laporan dari masyarakat terkait pungutan tersebut. Bahkan, pelapor menyampaikan kepada KPK akan adanya penyerahan duit pada Jumat, 22 November 2024.
Berdasarkan hal itu, lanjutnya, KPK pun mengerahkan tim untuk mengikuti dan menelusurinya. Usai menelusuri dan dilakukan penggeledahan, ditemukan uang sejumlah Rp 6,5 miliar yang diberikan kepada ajudan Rohidin bernama Elviansyah.
"Jadi, Rp 6,5 miliar itu bukan pada hari itu saja, tetapi sudah beberapa lama, bahwa uang itu terkumpul sudah beberapa waktu sebelumnya, dikumpulkan di ajudan yang bersangkutan," kata Alex dalam konferensi pers di kantornya, Minggu (24/11).
ADVERTISEMENT
OTT yang digelar pada hari terakhir kampanye sebelum masa tenang Pilkada 2024 itu pun lantas menuai perhatian dan sorotan publik, termasuk permintaan untuk menunda pengusutan kasus tersebut.
Alex pun menegaskan bahwa lembaga antirasuah tak ingin menunda hingga Pilkada usai lantaran menduga uang yang diterima tersebut bisa saja habis.
Oleh karenanya, pihaknya langsung sesegera mungkin untuk mengamankannya.
"Bukan, 'oh ini kan tinggal 3 hari Pilkada gitu kan, kenapa enggak ditunda nanti setelah Pilkada?', misalnya, kan, gitu," tutur dia.
"Kalau kita tunda, nanti uangnya sudah habis. Dugaan kami seperti itu," jelasnya.
Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah usai ditetapkan sebagai tersangka dugaan pemerasaan dan gratifikasi, di Gedung Merah Putih KPK, Senin (25/11/2024) dinihari. Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Alex pun menegaskan bahwa KPK juga menemukan bukti adanya permintaan uang tersebut dari tim sukses Rohidin.
"Karena seperti yang saya sampaikan tadi, dari percakapan-percakapan di handphone, lewat chat WA, ada permintaan uang dari tim sukses yang bersangkutan itu, berapa ratus juta, ke sana diberikan, diberikan itu," ucap Alex.
ADVERTISEMENT
"Kami khawatir kalau lewat [Pilkada] itu, ya, sudah selesai sudah, semua [uangnya] sudah terbagi. Makanya kami memutuskan untuk melakukan itu tadi sekarang," pungkasnya.
Adapun dalam OTT itu, KPK mengamankan sejumlah uang dari pecahan mata uang rupiah, dolar Amerika, dan dolar Singapura senilai total Rp 7 miliar. Termasuk, sebanyak Rp 6,5 miliar yang disita dari rumah ajudannya. Uang tersebut disita dari empat lokasi berbeda.
Pertama, uang sebesar Rp 32,5 juta ditemukan di mobil Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bengkulu Selatan Saidirman.
Kedua, uang sebanyak Rp 120 juta ditemukan di rumah Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Bengkulu Ferry Ernez Parera.
Kemudian, uang sebanyak Rp 370 juta ditemukan di mobil Rohidin. Terakhir, uang sebanyak Rp 6,5 miliar ditemukan di rumah dan mobil ajudan Gubernur Bengkulu Evriansyah alias Anca.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, KPK memang turut mengamankan 8 orang untuk dibawa ke Jakarta usai diperiksa di Mapolresta Bengkulu. Berikut yang diamankan oleh KPK:
Namun, dari jumlah tersebut, hanya 3 orang yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, ajudan Gubernur Evriansyah, dan Sekretaris Daerah Bengkulu Isnan Fajri. Mereka diduga terlibat dalam kasus pemerasan dan gratifikasi.
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan dan Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 KUHP.
ADVERTISEMENT