Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
MPR periode 2019-2024 berencana membahas amandemen UUD 1945 terkait Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Rencana tersebut pun memicu polemik karena dikhawatirkan pembahasan meluas ke pasal lain, seperti perpanjangan masa jabatan presiden.
ADVERTISEMENT
Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menilai tak ada urgensi sebagai alasan amandemen UUD 1945. Direktur SMRC Sirojudin Abbas menuturkan, berdasarkan data penelitian pihaknya, tidak ada indikasi negara berada dalam haluan yang keliru.
"Berdasarkan data scientific yang kami punya, kami belum melihat urgensi. Setidaknya, saya pribadi, tidak melihat ada urgensi untuk amendemen itu, baik sebagian maupun keseluruhan," kata Sirojudin di kantor Formappi, Jakarta Timur, Senin (14/10).
"Penting kita ingatkan bahwa dari data-data survei nasional yang kami punya sebetulnya, tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa negara ini berjalan ke arah yang salah. Publik menilai jalan ke arah yang benar sejak reformasi hasil pembangunan nasional kita justru menunjukkan kemajuan yang luar biasa, dibanding 20 tahun yang lalu," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, apabila adanya perubahan UUD, maka akan berdampak bagi sistem pemerintahan secara keseluruhan. Baginya, perubahan itu dapat berimplikasi serius terhadap kelanjutan negara.
"Saya kira akan berpengaruh pada sistem presidensial, oleh karena itu tergantung pada aspek apa amendemen itu jika dilakukan. Jika itu diubah, misalnya UUD, maka sistem pemerintahan pun otomatis akan berubah. Itu implikasinya yang sangat serius," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Lingkar Mardani Ray Rangkuti menyebut pembahasan amandemen UUD 1945 akan berjalan tanpa halangan. Sebab, dia memprediksi, Presiden Jokowi akan mengikuti keinginan partai politik pendukungnya.
"Saya kira amandemen ini akan mulus-mulus saja, tidak ada yang cukup kuat menolaknya. Dari presiden kalau lebih dari basa-basi untuk sekadar menunda ketidaksukaan publik, tetapi pada ujungnya presiden akan tetap menyetujui hasil amandemen meski pun tentu dengan laku bahasa yang bagus dengan bahasa retoris," ucap Ray.
ADVERTISEMENT
Ia menilai Jokowi tak akan ngotot untuk menolak wacana amandemen. Jokowi menurutnya mengikuti pembahasan yang akan berjalan.
"Presiden juga tidak akan terlalu ngotot seperti yang kita bayangkan untuk menolak isu amandemen ini. Selama PDIP ngotot kuat dorong amandemen ini, maka sejauh itu juga Presiden akan iya-iya saja. Tentu secara laku beliau sedikit berselancarlah untuk tidak memperlihatkan seolah beliau manut kehendak PDIP," kata dia.