Anak Krakatau Siaga, Ada Potensi Longsor Bawah Laut Picu Tsunami seperti 2018

25 April 2022 14:13 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Erupsi gunung Anak Krakatau pada hari Jumat, 04 Februari 2022, pukul 09:43 WIB. Foto: Dok. magma.esdm
zoom-in-whitePerbesar
Erupsi gunung Anak Krakatau pada hari Jumat, 04 Februari 2022, pukul 09:43 WIB. Foto: Dok. magma.esdm
ADVERTISEMENT
Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM menaikkan status Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda dari Waspada ke Siaga. Aktivitas gunung tersebut meningkat terus dalam beberapa waktu terakhir.
ADVERTISEMENT
"Terdapat peningkatan aktivitas vulkanik dari bulan Februari kemudian berulang meningkat lagi pada 15 April. Kondisi ini diikuti juga oleh tremor menerus yang amplitudo tremornya makin hari makin meningkat," kata Kepala PVMBG Hendra Gunawan dalam jumpa pers virtual, Senin (25/4).
Bagaimana kondisi tekanan di dalam tubuh Anak Krakatau?
"Mulai terekam intensif sejak tanggal 21 April. Dan ini artinya berkorelasi meningkatnya tinggi kolom abu jadi 3.000 meter dari muka laut," tutur Hendra.
"Pemantauan emisi gas SO2 terjadi peningkatan juga, pada 5 April gas yang dikeluar 68 ton per hari. 170 ton per hari. Dan 9 April meningkat jadi 9.000 ton per hari," sambung Hendra.
Oleh karena itulah masyarakat diimbau waspada dengan kondisi terkini sejak Anak Krakatau berstatus Siaga pada 24 April. Warga dilarang mendekati kawah.
ADVERTISEMENT
"Rekomendasi yang disampaikan adalah mendekati Anak Krakatau dalam radius 5 km dari kawah aktif. Masyarakat di luar itu agar tetap tenang tidak panik dan update informasi dari sumber resmi,"imbau Hendra.
Waspada Longsoran Bawah Laut
Badan Geologi terus berkoordinasi dengan BNPB, BPBD, dan BMKG terkait aktivitas Anak Krakatau. Sebab, ada bahaya lain yang mengintai selain aktivitas vulkanik.
"Karena terdapat bahaya sekunder dari aktivitas ini, yaitu bahaya longsor dari tubuh Anak Krakatau seperti 2018. Namun mengingat tubuh gunungnya masih kecil kita harap potensi longsornya masih kecil," ungkap Hendra.
Kondisi Hotel Mutiara Carita usai diterjang tsunami di Selat Sunda, 22 Desember 2018. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"Ke depan kita akan lakukan evaluasi terhadap tubuh Anak Krakatau ini terutama terkait bahaya tersebut, utama dari pengamatan gunung api dan gerakan tanah. Karena memang gerakan tanah menjadi tanggungjawab mitigasi Badan Geologi," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Pada 22 Desember 2018 tsunami menghantam Selat Sunda, tepatnya di Pantai Anyer dan sekitarnya (Provinsi Banten) dan Provinsi Lampung. Lebih dari 400 orang meninggal dunia. Tsunami ini terjadi akibat longsor bawah laut karena letusan Gunung Anak Krakatau.