Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anies Baswedan, Kandidat Terkuat di Jaring Capres NasDem (1)
16 Mei 2022 9:58 WIB
·
waktu baca 10 menitSebagai gantinya, NasDem akan menggelar Rapat Kerja Nasional untuk menjaring tiga kandidat calon presiden 2024 pada 15–17 Juni 2022. Rakernas ini diyakini lebih realistis dan ideal ketimbang konvensi.
NasDem bukannya ujug-ujug ganti strategi. Hasil sejumlah kajian partai itu menunjukkan bahwa konvensi bakal berakhir percuma. Sebab, kalaupun NasDem mengusulkan nama dalam konvensi, ia tak bisa mengusung sendiri capres tersebut di Pemilihan Presiden 2024 lantaran terbentur syarat presidential threshold.
UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 mensyaratkan calon presiden diusung oleh partai politik atau gabungan parpol yang memiliki 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional pada pemilu legislatif. Padahal NasDem hanya memiliki 59 kursi atau 10,26 persen dari total kursi di parlemen.
Mau tak mau, NasDem harus mencari mitra koalisi untuk menambal kekurangan 9,74 persen tersebut. Inilah yang membuat NasDem berpikir ulang.
“Kami enggak mau seperti Demokrat dulu—sudah dapat kandidat, tapi enggak bisa ngajuin [jadi capres],” kata Ketua DPP NasDem, Irma Suryani Chaniago, di Senayan, Rabu (11/5).
Rakernas NasDem nantinya akan memilih tiga kandidat capres. Setelahnya, NasDem akan berburu mitra koalisi dengan membawa tiga nama tersebut. Bila mitra koalisi sudah didapat, Paloh bakal memilih satu dari tiga kandidat itu sekitar September 2022.
Saat masih berencana menggelar konvensi pun, NasDem sebenarnya berupaya mencari mitra koalisi. Maret 2021, misalnya, Paloh bertemu Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto di kediaman pribadinya di Pulau Kaliage, Kepulauan Seribu.
Ketika itu, Paloh menyampaikan keinginan NasDem mencari capres melalui mekanisme konvensi. Syaratnya: peserta konvensi tidak boleh menjabat sebagai ketua umum parpol.
NasDem mengajak Golkar untuk mendukung capres hasil konvensinya nanti, sementara cawapres dipersilakan ditentukan Golkar. Namun ajakan NasDem itu ditolak Airlangga yang sudah dari jauh hari bersiap maju Pilpres.
“Golkar tidak mau, maka kami cari alternatif,” kata Ketua DPP NasDem, Willy Aditya, di Nasdem Tower.
Terlebih, bukan hanya Golkar yang menolak tawaran NasDem, tapi juga beberapa partai lain. Pendek kata, hampir semua partai hendak mengajukan nama ketua umumnya masing-masing sebagai capres 2024 sehingga upaya NasDem mencari mitra tak membuahkan hasil.
“Akhirnya rapat pleno NasDem memutuskan untuk to the point mencari capres—tidak satu nama saja, tapi tiga nama sekaligus agar punya pilihan dalam membangun koalisi,” ujar Willy.
Usai rapat pleno tersebut, DPP NasDem langsung mengabarkan kepada Dewan Pimpinan Wilayah tingkat provinsi untuk mulai menjaring nama-nama kandidat capres. NasDem memang menghendaki mekanisme bottom-up, artinya pengurus daerah mengusulkan nama ke DPP untuk dipilih Paloh.
Maklumat tersebut diperkuat lewat surat edaran resmi DPP pada 5 Mei 2022. Tentu saja DPW tak bisa sembarangan mengusulkan kandidat. Ada dua parameter yang digunakan: elektabilitas dan kapabilitas kandidat.
DPW wajib menggelar survei di tiap daerah pemilihan untuk melihat siapa saja tokoh yang punya elektabilitas tinggi di wilayahnya. Survei itu digelar di 80 dapil yang ada di Indonesia.
Nama-nama yang terjaring dalam survei itu lalu dibahas dalam rapat pra-rakernas yang digelar DPW. Pada rapat inilah nama kandidat yang akan diusulkan ke DPP diputuskan.
“Pra-rakernas ini untuk bedah hasil survei, supaya [nama kandidat] tidak terjebak hasil survei [elektabilitas], tapi juga melihat potensi di luar itu. Kalah enggak begitu, pasti hasilnya [berdasarkan] survei semua,” kata Willy.
Nama-nama kandidat yang dipilih DPW ditargetkan muncul awal Juni atau dua pekan sebelum Rakernas. Nama-nama itu akan diserahkan kepada panitia acara atau steering committee Rakernas yang dipimpin Prananda Surya Paloh—putra Surya Paloh yang merupakan Ketua Koordinator Pemenangan Pemilu NasDem. Mendampinginya di jajaran panitia adalah Sekjen NasDem Johnny G. Plate sebagai Wakil Ketua SC dan Willy Aditya sebagai Sekretaris SC.
Total ada 18 pengurus DPP yang duduk sebagai SC, antara lain Wakil Ketua Umum NasDem Ahmad Ali, Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, Ketua Pemenangan Pemilu Jawa Barat Saan Mustopa, Ketua Pemenangan Pemilu Banten dan DKI Jakarta Effendy Choirie, Ketua Pemenangan Pemilu Jawa Tengah Sugeng Suparwoto, Ketua Pemenangan Pemilu Jawa Timur Dossy Iskandar, dan Ketua Pemenangan Pemilu Kalimantan Syarief Al Kadrie.
SC akan menjajaki para kandidat capres yang dipilih DPW. Jika ada kandidat yang menolak diajukan, maka ia dicoret dari daftar nama yang dibawa ke Rakernas.
Rakernas NasDem akan membentuk 4 komisi: isu strategis dan kebijakan publik, organisasi dan ideologi, pemenangan pemilu, dan rekomendasi.
Komisi Rekomendasi terdiri dari seluruh Ketua DPW NasDem. Komisi inilah yang mengerucutkan nama-nama kandidat capres yang diajukan 34 DPW NasDem menjadi tiga nama. Penentuan ditentukan lewat musyawarah, bukan voting.
Setelah mufakat tercapai, ketiga nama kandidat diserahkan Komisi Rekomendasi kepada SC untuk disampaikan ke Surya Paloh. Berikutnya, Paloh akan mencari mitra koalisi dan bernegosiasi berdasarkan tiga nama tersebut.
Jika calon mitra koalisi menolak satu nama, maka NasDem bisa menyodorkan nama lain. Setelah proses otak-atik gathuk ini selesai dan mitra koalisi didapat, Paloh bakal mengumumkan nama capres yang didukung NasDem pada September 2022.
Anies Baswedan Menguat
DPW-DPW NasDem kini menjaring aspirasi yang berkembang di daerahnya masing-masing. Forum-forum informal DPD NasDem di Kalimantan Selatan, misalnya, sudah sering kasak-kusuk membahas kandidat capres. Nama yang menguat di sana adalah Anies Baswedan , Gubernur DKI Jakarta.
“Sebagian besar itu [dukung Anies], terutama di tingkat ranting. Di Kalsel tidak terlalu banyak nama keluar, tapi setahu saya calon ini (Anies) dikehendaki hampir 90 persen [kader NasDem Kalsel],” kata Sekretaris DPW NasDem Kalsel Akhmad Rozanie.
Ada 13 DPD NasDem di Kalsel, mewakili jumlah kabupaten/kota di provinsi itu. Nama Anies mengemuka lantaran gaung pembangunan Jakarta International Stadium terdengar hingga Bumi Lambung Mangkurat. Anies juga dianggap berhasil membangun ibu kota.
“Di warung-warung kopi ada celetukan, ‘Enggak ada gubernur [selain Anies] yang betul-betul membangun stadion besar, dan itu juga dibuka untuk salat.’ JIS itu luar biasa [berdengung di Kalsel],” ujar Rozanie.
Ada juga kader yang mendukung Ganjar Pranowo, namun tak sekuat sokongan ke Anies. Ganjar cukup beken karena eksis di media sosial.
Berdasarkan informasi yang dihimpun kumparan, mayoritas provinsi di Kalimantan memang menghendaki Anies diajukan sebagai kandidat ke Rakernas. Dukungan terhadapnya membesar lantaran ia kerap menjadi sasaran fitnah buzzer. Black campaign terhadap Anies justru membuatnya mendulang simpati.
Ganjar muncul di urutan kedua karena ia kader PDIP; membuat banyak pengurus NasDem pesimistis bahwa ia bisa diajukan kader partai lain. Lagipula, bila NasDem mendukung Ganjar, coattail effect atau dampaknya bakal lebih dirasakan PDIP, bukan NasDem.
Di Sumatera, DPW NasDem Aceh juga menyebut nama Anies sebagai kandidat kuat setelah menyerap aspirasi “spontan” dari kader mereka.
“Sebanyak 125 pimpinan NasDem seluruh Aceh menyertai Ketua DPW NasDem Aceh untuk membawa nama Anies Baswedan ke Rakernas NasDem Juni mendatang di Jakarta,” kata Ketua DPW Nasdem Aceh, Teuku Taufiqulhadi, Selasa (3/5).
Penjaringan nama kandidat di Aceh digelar lewat roadshow pengurus DPW ke 23 DPD tingkat kabupaten/kota. Roadshow itu sekaligus untuk koordinasi terkait struktur partai, konsolidasi dengan kepala daerah setempat, hingga diskusi soal pembiayaan kegiatan partai.
Roadshow tersebut dimulai April 2022, sepanjang Ramadhan, dan masih berjalan hingga kini. Hasilnya: satu nama—Anies Baswedan—unggul di antara yang lain.
Menurut Taufiqulhadi, dukungan bagi Anies juga mencuat di NasDem Banten, DKI Jakarta, dan Jawa Barat. Hal ini diamini oleh Ketua DPW NasDem Jawa Barat Saan Mustopa. Ia mengatakan, mayoritas dari 27 DPD NasDem di Jabar mengusulkan nama Anies dibawa ke Rakernas.
Dominannya Anies di kalangan kader Jabar membuat DPW NasDem Jabar hanya akan mengajukan satu kandidat ke Rakernas. Tidak ada nama lain selain Anies.
Sumber kumparan menyebut, saat ini ada tiga faksi di internal NasDem: pendukung Anies, pendukung Ganjar, dan pendukung Erick Thohir. Namun dukungan bagi Anies lebih kuat karena disokong pula oleh pengurus DPW.
Faksi pendukung Anies menganggap eks Mendikbud itu punya kedekatan emosional dengan NasDem. Anies adalah salah satu dari 45 deklarator Ormas NasDem pada 1 Februari 2010. Selain itu, elektabilitasnya tinggi dan kinerjanya di Jakarta dinilai baik.
Anies juga dinilai nasionalis, selaras dengan ideologi NasDem. Pun demikian, ia agak terhambat dengan stigmanya yang dekat dengan kelompok kanan—imbas Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
Faksi pendukung Ganjar berpegang pada elektabilitas sang Gubernur Jawa Tengah yang selalu berada di tiga peringkat teratas. Ini mau tak mau membuat Ganjar menjadi magnet.
Sementara faksi pendukung Erick Thohir sadar bahwa elektabilitas sang Menteri rendah. Namun, ia dianggap bisa masuk ke segala lini, baik parpol, ormas, pebisnis, hingga pemerintahan. Kinerja Erick dalam menangani BUMN dan saat menjadi Ketua Tim Kampanye Jokowi pada 2019 juga jadi pertimbangan.
Ketua DPP NasDem, Irma Suryani Chaniago, mengatakan bahwa nama-nama kandidat yang akan muncul di Rakernas adalah mereka yang ramai disebut dalam berbagai survei: Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Erick Thohir, Puan Maharani, dan Andika Perkasa.
“Dari obrolan [kader] dan elektabilitas [tokoh], mengerucut ke enam orang itu,” ujar Irma.
Nama Andika Perkasa muncul sebagai representasi militer selain Prabowo. Ia dianggap bisa memenuhi keinginan sebagian masyarakat yang rindu akan sosok pemimpin militer. Dus, Andika menjadi wajah segar ketimbang Prabowo.
Dalam memutuskan tiga kandidat capres di Rakernas nanti, kata Irma, NasDem memiliki pertimbangan khusus soal elektabilitas. Pertama, kandidat dengan elektabilitas tinggi tapi stagnan; kedua, kandidat dengan elektabilitas tinggi dan berpotensi naik terus; ketiga, kandidat dengan elektabilitas rendah tapi diprediksi meningkat dua tahun ke depan.
“Semua itu menjadi kalkulasi,” ujar Irma.
NasDem sengaja menjaring capres sejak dini—dua tahun sebelum gelaran Pilpres 2024. Menurut Irma, partainya memang selalu terdepan dalam proses politik, termasuk Pilpres.
“Politik memang dinamis, tapi NasDem lugas. Kami biasa ambil keputusan cepat, tapi tidak asal. [Masing-masing nama calon] ukur elektabilitasnya, modal sosialnya, dan visi misinya,” kata Irma.
Willy menambahkan, NasDem juga ingin menghindari sistem last minute yang hampir selalu terjadi dalam proses politik di Indonesia. Misalnya, kandidat capres yang diusung partai baru terkuak jelang pendaftaran ke KPU. Padahal, masyarakat perlu waktu lebih lama untuk menilai kandidat agar tak seperti membeli kucing dalam karung.
“Ini juga proses edukasi politik. Kalau sedini mungkin partai dan gabungan partai sudah memilih capres, pasti sosialisasinya jadi bagus. Proses membangun kesenyawaan menjadi lebih solid. Kalau enggak, transaksional terus,” kata Willy.
Di luar itu, NasDem tentu berharap kandidat yang mereka usung sejak awal dapat memberikan efek ekor jas (cottail effect) yang ikut mengerek perolehan suara partai. Tujuannya jelas: NasDem ingin memenangkan pemilu.
Gerak NasDem ini dinilai Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan memungkinkan terbentuknya tiga poros koalisi pada Pilpres 2024. Ia memprediksi NasDem berkoalisi dengan PKS dan Demokrat. Sementara dua poros lain adalah PDIP-Gerindra dan Golkar-PAN-PPP.
NasDem diprediksi berkoalisi dengan PKS dan Demokrat karena ketiga partai ini dianggap akan sama-sama sulit berkoalisi dengan PDIP. Demokrat tak bisa berkoalisi dengan PDIP karena perkara personal antara SBY dan Megawati di masa lalu, sedangkan PKS berbeda ideologi dengan PDIP.
NasDem juga dipandang sulit berkoalisi dengan Gerindra karena NasDem tak ingin memilih ketua umum parpol sebagai kandidat, sedangkan Gerindra kemungkinan bakal kembali mencalonkan Prabowo.
“Berkaca dari sejarah, akan ada rivalitas cukup kuat antara Surya Paloh dengan Prabowo,” kata Djayadi.
Dengan peta tersebut, Djayadi memprediksi NasDem bakal memilih Anies Baswedan sebagai capres, sebab Anies juga akan diterima Demokrat dan PKS.
Djayadi juga yakin nama Ganjar Pranowo akan masuk ke dalam tiga kandidat yang diajukan ke Paloh. Sementara satu nama lagi, menurutnya, “Bisa siapa saja, Andika Perkasa atau Erick Thohir. Ini untuk calon wakil presiden.”