Apakah Pemerintahan Biden Meredam atau Memicu Ketegangan di Timur Tengah?

9 Oktober 2024 18:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Foto: Sarah Silbiger/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Foto: Sarah Silbiger/REUTERS
ADVERTISEMENT
Sejak awal 2024, pemerintahan Presiden AS Joe Biden terus menyerukan gencatan senjata di Gaza. Namun, di balik seruan itu, Washington tetap memberikan dukungan militer dan politik penuh bagi Israel.
ADVERTISEMENT
Ini menimbulkan pertanyaan: Apakah perang yang meluas ini mencerminkan kegagalan diplomasi AS, atau justru keinginan terselubung negara tersebut?
Pada Februari lalu, Biden sempat menyatakan bahwa gencatan senjata di Gaza sudah sangat dekat. Namun, lebih dari tujuh bulan kemudian, perang tidak hanya berlanjut, tetapi juga meluas hingga Lebanon, dengan Israel membombardir wilayah tersebut.
Sementara AS berulang kali menyuarakan perlunya meredam ketegangan, mereka juga secara aktif menyuplai Israel dengan persenjataan.
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant melakukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin di Pentagon, Washington, AS, Selasa (26/3/2024). Foto: Jacquelyn Martin/AP PHOTO
Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, bahkan mendukung invasi Israel ke Lebanon selatan. Dukungan ini, menurut beberapa analis, menunjukkan bahwa AS bukan hanya penonton, melainkan bagian dari eskalasi.
“Kami sepakat tentang perlunya membongkar infrastruktur serangan di sepanjang perbatasan untuk memastikan bahwa Hizbullah Lebanon tidak dapat melakukan serangan seperti pada 7 Oktober terhadap komunitas Israel di utara,” kata Austin, seperti dikutip dari Al Jazeera.
Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin. Foto: Saul Loeb/AFP
Beberapa laporan juga mengindikasikan bahwa pejabat senior AS, termasuk Amos Hochstein dan Brett McGurk, secara pribadi mendukung operasi militer Israel. Mereka melihat konflik ini sebagai “momen penting” yang akan mengubah wajah Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan meningkatnya korban jiwa—kini lebih dari 42 ribu orang Palestina dan Lebanon tewas—dukungan AS terhadap Israel terus menuai kritik.
Meskipun Biden menyerukan gencatan senjata, banyak yang percaya bahwa AS tidak sungguh-sungguh mendorong upaya perdamaian.
Sebaliknya, mereka menuduh pemerintahan Biden menggunakan konflik ini untuk memajukan agenda strategis di kawasan tersebut.
Warga Palestina berjalan melewati rumah-rumah yang hancur, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan Hamas, di kamp pengungsi Jabalia, di Jalur Gaza utara (22/2/2024). Foto: Mahmoud Issa/REUTERS
Bagi para pengamat, tindakan dan retorika AS jelas tidak sejalan. Mereka menilai bahwa AS secara langsung berkontribusi pada eskalasi kekerasan di Timur Tengah.
"Bukti menunjukkan bahwa secara politis menguntungkan bagi mereka untuk mengatakan bahwa mereka mendukung gencatan senjata, tetapi tidak melakukan apa pun untuk benar-benar mengamankannya," kata Direktur Kebijakan di National Iranian American Council (NIAC) Ryan Costello. NIAC merupakan kelompok berbasis di AS yang mempromosikan diplomasi AS dengan Teheran.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Arab Center Washington DC, Khalil Jahshan, juga mengatakan pemerintahan Biden tidak menawarkan proposal gencatan senjata yang adil karena terus mempersenjatai Israel.
"Apa gunanya gencatan senjata jika mereka yang menawarkannya terus menawarkan alat perang kepada salah satu pihak," katanya. "Itu bukan gencatan senjata; itu undangan untuk melanjutkan pertempuran,” tambahnya.