AS: Brasil Tiru Propaganda Rusia dan China

18 April 2023 12:43 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota layanan Ukraina bersiap untuk menembak dari Howitzer M777 di garis depan, saat serangan Rusia di Ukraina berlanjut, di Wilayah Kharkiv, Ukraina 21 Juli 2022. Foto: REUTERS/Gleb Garanich
zoom-in-whitePerbesar
Anggota layanan Ukraina bersiap untuk menembak dari Howitzer M777 di garis depan, saat serangan Rusia di Ukraina berlanjut, di Wilayah Kharkiv, Ukraina 21 Juli 2022. Foto: REUTERS/Gleb Garanich
ADVERTISEMENT
Amerika Serikat (AS) melayangkan kritik tajam kepada Brasil yang dinilai telah meniru propaganda Rusia dan China.
ADVERTISEMENT
Kritik tersebut diberikan usai Presiden Luiz Inácio Lula da Silva mengatakan bahwa AS telah mendukung berlangsungnya perang di Ukraina, tanpa berkeinginan mendorong pengimplementasian dialog perdamaian.
Dikutip dari AFP, kepada wartawan juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby menilai komentar Lula seperti pengulangan atas kalimat yang sering digunakan oleh Moskow dan Beijing — pihak yang menyalahkan Barat atas terjadinya perang.
“Dalam hal ini, Brasil mengulang-ulang propaganda Rusia dan China tanpa melihat fakta-fakta yang ada,” ungkap Kirby.
Sebelumnya, pada Sabtu (15/4) usai bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing, kepada wartawan Lula menyerukan Barat, khususnya AS, untuk berhenti mendukung perang di Ukraina.
Sebaliknya, yang dianggap perlu dilakukan menurut Brasil adalah mendorong Ukraina dan Rusia untuk berdialog soal perdamaian.
ADVERTISEMENT
“Amerika Serikat harus berhenti mendorong perang dan mulai berbicara mengenai perdamaian, Uni Eropa harus mulai berbicara mengenai perdamaian,” kata Lula.
Selain menyentil AS selaku pemasok senjata utama ke Ukraina, Lula juga menyinggung blok Barat khususnya Uni Eropa yang dinilai hanya berfokus pada pemberian sanksi tetapi tidak mendukung implementasi dialog perdamaian itu sendiri.
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva saat pertemuan dengan anggota parlemen di Istana Planalto di Brasilia pada Rabu (11/1/2023). Foto: Evaristo SA / AFP
“Dengan cara itu, komunitas internasional akan dapat meyakinkan Presiden Rusia Vladimir Putin dan pemimpin Ukraina Volodymyr Zelensky bahwa perdamaian adalah kepentingan seluruh dunia,” sambung dia.
Sudah lebih dari satu tahun berlalu, Brasil sampai sekarang belum bergabung dengan negara Barat untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia sekaligus berulang kali menolak desakan guna memasok persenjataan ke Ukraina — posisi yang juga dimiliki oleh China.
ADVERTISEMENT
Brasil yang kini dipimpin oleh tokoh sayap kiri, terutama Lula, sangat ingin agar negaranya dapat menjadi penengah selaku negara non-blok. Namun, Kirby berargumen pesan Lula soal perang di Ukraina ‘sangat problematik’.
“Washington tidak memiliki keberatan dengan negara mana pun yang ingin mencoba mengakhiri perang,” terang Kirby. “Jelas kami ingin perang berakhir,” imbuhnya.
Meski demikian, sambung dia, berakhirnya perang bisa terjadi saat ini juga hanya jika Presiden Rusia Vladimir Putin berhenti menyerang Ukraina dan menarik mundur pasukannya.
“Komentar terbaru dari Brasil bahwa Ukraina harus mempertimbangkan untuk secara resmi menyerahkan Krimea sebagai konsesi perdamaian adalah salah kaprah, terutama untuk negara seperti Brasil yang telah memilih untuk menegakkan prinsip-prinsip kedaulatan dan integritas teritorial [di PBB],” tutup Kirby.
ADVERTISEMENT