AS Tuntut Pidana Boeing atas Kecelakaan 737 MAX di Indonesia & Ethiopia

1 Juli 2024 9:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat 777-9 yang dipamerkan pada Pameran Dirgantara Internasional Paris ke-54 di Bandara Le Bourget dekat Paris, Prancis, 18 Juni 2023.  Foto: REUTERS/Benoit Tessier
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat 777-9 yang dipamerkan pada Pameran Dirgantara Internasional Paris ke-54 di Bandara Le Bourget dekat Paris, Prancis, 18 Juni 2023. Foto: REUTERS/Benoit Tessier
ADVERTISEMENT
Kementerian Hukum Amerika Serikat (AS) bakal menuntut Boeing untuk mengaku bersalah karena melanggar penyelesaian atas kecelakaan maut 737 MAX yang terjadi pada 2018 dan 2019 silam. Kecelakaan itu terjadi di Indonesia dan Ethiopia dan menewaskan total 346 penumpang serta awak pesawat.
ADVERTISEMENT
Mereka berencana secara resmi akan menawarkan perjanjian pembelaan kepada Boeing, yang di dalamnya mencakup hukuman finansial dan audit independen selama tiga tahun. Menurut sumber Reuters, tawaran ini tidak bisa dinegosiasikan dan jika Boeing menolak mengaku bersalah, jaksa akan menyeret mereka ke pengadilan.
Kementerian Hukum AS memberikan Boeing waktu hingga akhir pekan ini untuk memberikan tanggapan. Namun hingga saat ini, belum ada komentar resmi dari Boeing.
Keputusan ini dibuat setelah Kementerian Kehakiman AS menemukan Boeing melanggar perjanjian yang dibuat pada 2021 untuk melindungi mereka dari tuntutan atas kecelakaan fatal dua unit 737 MAX.
Jika dituntut pidana, Boeing akan mengalami krisis yang lebih parah, apalagi pengawasan pemerintah terhadap mereka akan lebih ketat. Di sisi lain, jika mengaku bersalah, hal ini bisa berdampak pada kontrak-kontrak Boeing di masa depan, termasuk dengan pemerintah dan militer AS yang merupakan sumber terbesar pemasukan mereka.
ADVERTISEMENT
Pesawat Boeing 737 MAX mendarat setelah penerbangan uji coba di Boeing Field di Seattle, Washington, AS. Foto: Karen Ducey/REUTERS
Salah satu pejabat di Kementerian Hukum mengungkapkan, mereka telah menghubungi keluarga korban insiden 737 MAX. Dalam proposal yang disepakati, tercantum jika Boeing harus mengaku bersalah karena melakukan konspirasi untuk menipu Badan Penerbangan Federal (FAA) AS terkait dua kecelakaan maut itu.
Desakan ini sebenarnya mulai menguat lagi pada awal tahun ini, saat lagi-lagi terjadi insiden pada 737 MAX. Pada 5 Januari, sebuah panel membuat Boeing 737 MAX 9 yang merupakan seri baru milik Alaska Airlines meledak. Ironisnya, ini terjadi hanya dua hari sebelum perjanjian penundaan penuntutan dilakukan.
Di dalam perjanjian itu, ada pasal yang 'melindungi' Boeing dari tuntutan atas kecelakaan fatal tahun 2018 yang melibatkan Lion Air dan 2019 yang melibatkan Ethiopian Airlines. Seharusnya Boeing juga mendapat denda finansial sebesar USD 487,2 juta , namun hanya setengahnya saja yang harus dibayar.
ADVERTISEMENT
Pada Juni lalu, salah satu anggota parlemen AS mengkritik Kepala Eksekutif Boeing, Dave Calhoun, karena buruknya catatan keselamatan di Boeing. Pihak keluarga para korban, yang dikutip oleh Capitol Hill, mendesak agar Boeing dikenai denda USD 24,78 miliar dan diadili.
Boeing sebelumnya telah membayar USD 2,5 miliar sebagai bagian dari kesepakatan mereka dengan jaksa yang memberikan kekebalan terhadap perusahaan itu untuk lepas dari tuntutan pidana atas tuduhan konspirasi penipuan terkait cacat desain 737 MAX.
Jaksa sempat meminta hakim membatalkan tuduhan konspirasi penipuan itu. Tapi di bulan Mei, Kementerian Kehakiman menemukan jika Boeing melanggar perjanjian yang dibuat, sehingga perusahaan pesawat itu bisa dituntut.