Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Awal Kasus Suap Hakim PN Jakpus Terungkap: Ada Catatan Permintaan Vonis Lepas
16 April 2025 16:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
ADVERTISEMENT
Kejaksaan Agung mengungkapkan bahwa awal mula penyidikan kasus dugaan suap vonis lepas perkara persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) berawal dari penyidikan suap di Pengadilan Negeri Surabaya.
ADVERTISEMENT
Perkara di PN Surabaya yang dimaksud yakni dugaan suap vonis bebas terdakwa pembunuhan Dini Sera Afrianti, Ronald Tannur. Dalam kasus itu, tiga orang Majelis Hakim PN Surabaya hingga eks pejabat MA Zarof Ricar ikut terseret menjadi terdakwa karena diduga mengatur vonis bebas.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar, mengungkapkan bahwa saat penyidik melakukan penggeledahan terkait kasus dugaan suap di PN Surabaya, ditemukan adanya bukti elektronik.
Dalam barang bukti elektronik (BBE) yang ditemukan itu, kata Harli, penyidik melakukan analisis dan ditemukan adanya putusan ontslag (lepas) yang berkaitan dengan pengacara bernama Marcella Santoso.
"Nah, di barang bukti elektronik ini ada keterangan, ada catatan, ada informasi yang oleh penyidik tentu ini dianalisis," ujar Harli kepada wartawan, di Gedung Kejagung, Jakarta, Rabu (16/4).
ADVERTISEMENT
"Semua, kan, diforensik, terkait dengan MS [Marcella Santoso]. Nah, ternyata, kan, dalam perjalanannya ada putusan ontslag," jelas dia.
Saat menemukan barang bukti elektronik dan dugaan keterkaitan itu, Harli menyebut bahwa penyidik kemudian menggeledah rumah Marcella Santoso.
Dalam penggeledahan itu, lanjut dia, ditemukan catatan terkait permintaan agar menjatuhkan vonis lepas terkait perkara persetujuan ekspor CPO tersebut.
Adapun kasus CPO ini terkait dengan perkara yang menjerat korporasi sebagai terdakwa.
Tiga korporasi tersebut yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Marcella Santoso merupakan pengacara terdakwa korporasi tersebut bersama dengan Ariyanto.
"Nah, ya, tentu penyidik punya pemikiran apakah ada kaitannya. Nah, ketika dilakukan penggeledahan di rumah MS itu ternyata ditemukan apa, catatan terkait supaya ada permintaan-permintaan terkait meng-ontslag-kan lah dari putusan ini," ungkap Harli.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Harli tak membeberkan lebih lanjut dari rumah mana barang bukti elektronik diperoleh penyidik saat penggeledahan terkait kasus dugaan suap vonis bebas Tannur tersebut.
Ia juga menyebut tidak ada keterkaitan antara Zarof Ricar dengan Marcella lewat barang bukti elektronik yang ditemukan tersebut.
"Enggak ada kaitan ZR dengan MS dalam kaitan ini, ya, enggak ada. Dalam penanganan perkara ZR, penyidik melakukan penggeledahan, penyitaan terhadap barang bukti elektronik," tutur dia.
"Dari salah satu barang bukti elektronik itu ada informasi terkait dengan MS," pungkasnya.
Kasus Suap Hakim di PN Jakpus
Kejaksaan Agung mengungkap adanya praktik suap vonis lepas terkait perkara korupsi persetujuan ekspor (PE) crude palm oil (CPO) atau minyak mentah kelapa sawit periode Januari 2021–Maret 2022. Kasus ini terkait dengan perkara yang menjerat korporasi sebagai terdakwa.
ADVERTISEMENT
Tiga korporasi tersebut yaitu Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Marcella Santoso dan Ariyanto merupakan pengacara terdakwa korporasi tersebut.
Dalam kasus ini, Muhammad Arif Nuryanta diduga menerima Rp 60 miliar dari Ariyanto dan Marcella ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Uang tersebut disebut berasal dari korporasi Wilmar Group.
Penyerahan uang kepada Arif tersebut diberikan melalui seorang panitera, Wahyu Gunawan. Setelah uang tersebut diterima, Wahyu kemudian mendapat jatah sebesar USD 50 ribu sebagai jasa penghubung.
Arif kemudian menunjuk susunan majelis hakim yang akan menangani perkara korupsi CPO tersebut.
Susunannya terdiri dari Djuyamto selaku Ketua Majelis Hakim, dan Agam Syarif Baharudin dan Ali Muhtarom selaku hakim anggota.
ADVERTISEMENT
Kemudian, Arif diduga membagi uang suap tersebut kepada majelis hakim dalam dua tahap. Pertama, Arif memberikan total Rp 4,5 miliar kepada ketiganya sebagai uang baca berkas perkara.
Kemudian, Arif kembali menyerahkan uang sebesar Rp 18 miliar kepada Djuyamto dkk agar memberikan vonis lepas kepada para terdakwa.
Dalam kasus ini, Kejagung RI telah menjerat sebanyak 8 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta, Marcella Santoso dan Ariyanto selaku pengacara, Wahyu Gunawan selaku panitera muda perdata pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Kemudian, tiga orang anggota Majelis Hakim yang mengadili perkara persetujuan ekspor CPO tersebut juga ditetapkan sebagai tersangka. Teranyar, pihak Legal Wilmar Group, Muhammad Syafei, dijerat sebagai tersangka baru dalam kasus ini.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam putusannya terkait kasus persetujuan ekspor CPO itu, Majelis Hakim menyatakan para terdakwa korporasi itu terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dalam dakwaan. Namun, Hakim menilai bahwa perbuatan tersebut bukan korupsi.
Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis lepas atau onslag dan terbebas dari tuntutan pembayaran uang pengganti sebesar Rp 17 triliun.
Belum ada keterangan dari para terdakwa korporasi CPO maupun para tersangka pengaturan vonis perkara persetujuan ekspor CPO mengenai kasus dugaan suap tersebut.