Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Bagaimana Pandangan MUI Tentang Meminum Air Kencing Unta?
5 Januari 2018 19:17 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Kencing unta tengah menjadi isu hangat. Bermula dari Ustaz Bachtiar Nasir yang memposting video di akun instagramnya. Di video itu, Bachtiar meminum kencing unta dengan mencampurnya dengan susu unta. Bachtiar tengah berada di Arab Saudi.
ADVERTISEMENT
Di video itu Bachtiar juga berkomentar bahwa rasanya agak pahit. Kemudian di akunnya Bachtiar juga memberi penjelasan.
"Sesungguhnya dalam air kencing unta dan susunya mengandung obat bagi penyakit di dalam perut mereka. HR. Ahmad: 2545" demikian seperti dikutip dari akun @bachtiarnasir, Jumat (5/1).
Postingan Bachtiar nasir itu ditonton hingga lebih dari 17 ribu orang. Dan ada lebih dari 500 komentar.
Tapi, urusan kencing unta ini kemudian menjadi ramai. Bahkan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah ikut berkomentar soal kencing unta ini.
Komentar Fahri ini juga menuai komentar beragam. Urusan kencing unta ini, juga dikomentari blog dokter, sebuah akun yang kerap berbagi tips kesehatan. Postingan dari blog dokter ini yang membuat kencing unta semakin ramai diperbincangkan. Akun blog dokter itu menyoal soal kencing unta yang belum ada pembuktian secara ilmiah.
ADVERTISEMENT
Lepas dari urusan kesehatan yang menjadi poin perbincangan, kumparan menanyakan soal kencing unta ini ke Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis, yang juga menguasai ilmu hadist.
Cholil kemudian membagikan beberapa referensi mengenai kencing unta ini. Menurutnya memang ada hadits tentang sahabat nabi yang sakit pencernaan dan karena perubahan cuaca lalu mengobatinya dengan minum air kencing unta.
Menurut Cholil, berdasarkan jumhur ulama khususnya mazhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanafiyah menegaskan bahwa semua benda yang keluar dari tubuh hewan lewat kemaluan depan atau belakang adalah benda najis. Tidak perduli apakah hewan itu halal dagingnya, atau kah hewan itu tidak halal.
Maka dalam pandangan kedua mazhab ini, air kencing dan kotoran hewan, hukumnya najis. Dasarnya kenajisan air kencing dan kotoran hewan adalah sabda Rasulullah SAW:
ADVERTISEMENT
Nabi SAW meminta kepada Ibnu Mas’ud sebuah batu untuk istinja’, namun diberikan dua batu dan sebuah lagi yang terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau mengambil kedua batu itu dan membuang tahi dan berkata,”Yang ini najis”. (HR. Bukhari)
Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al-Baihaqi dan Ad-Daruquthny)
:Kalau pun ada hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah salat di dalam kandang kambing, dalam pendapat mereka bukan berarti beliau salat di atas tumpukan najis, tetapi menggunakan alas, sehingga tetap tidak terkena najis," beber dia.
Menurut Cholil, ketika Rasulullah SAW membolehkan seorang shahabat yang meminum air kencing unta sebagai pengobatan, dalam pandangan mereka hal itu terjadi karena darurat saja.
ADVERTISEMENT
"Sebab minum air kencing unta itu bukan hal yang lazim dilakukan setiap hari. Sejorok-joroknya orang Arab atau penggembala unta, tidak ada yang mau minum air kencingnya, apalagi kotorannya," beber dia.
Sementara menurut Mazhab Al-Hanabilah, tidak menajiskan. Pendapat mazhab Al-Hanabilah menyebutkan bahwa air kencing dan kotoran hewan yang halal dagingnya, atau halal air susunya, bukan termasuk benda najis.
"Misalnya kotoran ayam, dalam pandangan mazhab ini tidak najis, karena daging ayam itu halal. Demikian juga kotoran kambing, sapi, kerbau, rusa, kelinci, bebek, angsa dan semua hewan yang halal dagingnya, maka air kencing dan kotorannya tidak najis," urai dia.
Cholil sendiri menyampaikan, bangsa Indonesia sejak kecil biasa dengan tsaqafah fiqih Asy-Syafi’iyah tentunya terasa sangat asing. Bahkan mereka yang mengaku tidak bermazhab Asy-Syafi’iyah sekali pun, tetap saja memandang bahwa air kencing dan kotoran hewan, seluruhnya tanpa membeda-bedakan, adalah benda-benda najis.
ADVERTISEMENT
"Namun buat orang-orang yang terdidik dengan mazhab Al-Hanabilah, seperti mereka yang tinggal di Saudi Arabia, ketidak-najisan air kencing dan kotoran unta, kambing, sapi dan sejenisnya, dianggap biasa-biasa saja. Karena sejak kecil mereka diajarkan demikian," bebernya.
"Mereka menyodorkan hadits-hadits, misalnya diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengizinkan seorang shahabatnya minum air kencing unta sebagai obat untuk penyembuhan," tambah dia.
Lalu apa jawaban para ulama tentang kejadian Rasulullah SAW memerintahkan seseorang untuk minum air kencing unta? Bukankah hal itu menunjukkan bahwa air kencing unta itu tidak najis?
Cholil menyampaikan kalau pun Rasulullah SAW pernah memerintahkan seseorang untuk minum air kencing unta, maka harus dicarikan titik temunya agar tidak terjadi benturan dalil. Dan ada banyak alternatif titik temu yang bisa menjadi kemungkinan.
Cholil membagi dengan dua kemungkinan.
ADVERTISEMENT
a. Kemungkinan Darurat
Bisa saja hal itu terjadi karena tuntutan kedaruratan yang tidak ada jalan keluar lain di saat itu, kecuali hanya dengan minum air kecing unta. Kalau judulnya darurat, maka sifatnya sementara, subjektif dan tentatif. Dalam hal darurat, memang sesuatu yang asalnya haram, bisa saja untuk satu momen tertentu berubah jadi halal.
Jadi secara nalar, jangankan cuma air kencing unta, bangkai babi sekalipun, kalau judulnya darurat, akan berubah sementara menjadi halal. Tetapi begitu kondisi darurat sudah berlalu, maka bangkai babi itu menjadi haram kembali. Begitu pula dengan air kencing unta, bisa saja dengan alasan darurat, hukumnya menjadi halal untuk sementara waktu. Namun tetap saja dalam kondisi normal, air kencing unta yang asalnya najis itu akan kembali lagi menjadi najis.
ADVERTISEMENT
b. Kemungkinan Hukum Khusus
Karena hadits minum air kencing unta ini termasuk hadits yang rada bentrok dengan umumnya hadits tentang najisnya air kecing, maka sebagian ulama ada yang memandang bahwa ada pengecualian hukum dalam kasus-kasus tertentu.
Misalnya Rasulullah SAW sebagai pembawa syariah Islam, telah menetapkan haramnya puasa wishal, beristri lebih dari empat wanita dalam satu waktu, dan menyentuh kuli wanita bukan mahram. Namun kita menemukan hadits-hadits yang menyebutkan bahwa beliau SAW sendiri puasa wishal, menikah lebih dari empat wanita, bahkan memegang kulit wanita yang bukan mahramnya.
Jawabannya bahwa dalam kasus-kasus di atas, telah terjadi kekhususan atau mengecualian yang terjadi atas izin dan ketentuan dari Allah SWT. Kekhususan itu tidak boleh dijadikan dasar hukum yang berlaku untuk kita, tetapi khusus hanya buat Rasulullah SAW secara khusus, atau buat orang tertentu atas sepengetahuan dan izin dari Rasulullah SAW.
ADVERTISEMENT
Lalu bagaimana dengan pertanyaan, apakah ada hukum-hukum yang berlaku khusus hanya untuk orang tertentu?
Cholil membebeberkan, jawabnya ada dan hal itu tertuang di dalam Al-Quran Al-Karim, sebagaimana firman Allah dalam kisah Khidhir dan Musa. Bukankah membunuh itu haram hukumnya? Tetapi mengapa Nabi Khidhir malah diperintah oleh Allah SWT untuk membunuh nyawa manusia?
Nabi Musa yang menjadi saksi peristiwa pembunuhan itu pun sempat protes, tetapi ketika beliau menyadari bahwa pembunuhan itu ata perintah langsung dari Allah SWT, maka beliau pun diam dan menerima.
"Karena termasuk pengecualian khusus, maka kita tidak boleh menggunakan dalil itu untuk kita praktekkan sendiri. Kita diharamkan untuk membunuh nyawa manusia. Tidak boleh kita berdalil bahwa Nabi Khidhir saja melakukannya, kenapa kita tidak boleh? Demikian juga dengan kasus air kencing unta, menurut jumhur ulama hukumnya hanya halal buat konteks saat dimana Nabi SAW membolehkan buat orang tersebut saja. Sedangkan buat kita, hukumnya tetap najis dan tidak boleh diminum," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Terakhir Cholil memberikan sebuah petikan hadist:
Dari Anas bin Malik berkata, "Beberapa orang dari 'Ukl atau 'Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak tahan dengan iklim Madinah hingga mereka pun sakit. Beliau lalu memerintahkan mereka untuk mendatangi unta dan meminum air kencing dan susunya. Maka mereka pun berangkat menuju kandang unta (zakat), ketika telah sembuh, mereka membunuh pengembala unta Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan membawa unta-untanya. Kemudian berita itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjelang siang. Maka beliau mengutus rombongan untuk mengikuti jejak mereka, ketika matahari telah tinggi, utusan beliau datang dengan membawa mereka. Beliau lalu memerintahkan agar mereka dihukum, maka tangan dan kaki mereka dipotong, mata mereka dicongkel, lalu mereka dibuang ke pada pasir yang panas. Mereka minta minum namun tidak diberi." (HR. Bukhari dan Muslim).
ADVERTISEMENT