Bamsoet Heran Fraksi Golkar Tak Setuju PPHN Lewat Konvensi Ketatanegaraan

18 Agustus 2022 16:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bamsoet & Tito K. konpres terkait ledakan bom. Foto: Jamal Ramdhan/ kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Bamsoet & Tito K. konpres terkait ledakan bom. Foto: Jamal Ramdhan/ kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyoroti pernyataan Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena yang menolak memasukkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) lewat konvensi ketatanegaraan. Bamsoet mengaku heran mengapa partainya malah menolak ketika semua fraksi sudah sepakat.
ADVERTISEMENT
"Saya juga heran kenapa hal itu masih ditanya sementara 8 fraksi lainnya dan kelompok DPD itu memang sudah menjadi kesepakatan juga dalam rapat gabungan," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/8).
Bamsoet mengatakan pihaknya menghargai perbedaan suara dalam pembahasan konstitusi. Namun, rapat gabungan telah memutuskan agar PPHN dikaji lewat konvensi ketatanegaraan melalui ad hoc.
"Artinya rapat gabungan pertama menyetujui laporan badan pengkajian [PPHN lewat] ketatanegaraan diterima. Yang kedua, kita sepakat untuk membentuk panitia ad hoc untuk menindaklanjuti daripada hasil badan pengkajian yang laporannya sudah kita terima, yang rencananya akan kita gelar awal September mendatang," ungkapnya.
"Dan rapat gabungan juga sudah menyetujui komposisi secara proporsional anggota panitia ad hoc MPR yang akan kita tetapkan dan serahkan di sidang MPR awal September atau pertengahan September mendatang," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Bamsoet kemudian menjelaskan panitia ad hoc bertugas menyusun substansi daripada PPHN sebagai pegangan pemerintah ke depan dalam jangka panjang. Kemudian, panitia ad hoc akan mengkaji pembahasan pimpinan dan Badan Pengkajian MPR terkait menghadirkan PPHN lewat konvensi ketatanegaraan.
Sebab, telah diputuskan tidak mungkin menghadirkan PPHN lewat amandemen UUD 1945 mengingat tensi politik jelang Pemilu 2024.
"Nah, tugas dari tim ad hoc adalah mengkaji sejauh mana konvensi ketatanegaraan ini efektif dan bisa diwujudkan di samping tentu saja aturan tertinggi adalah cukup dengan UU. Nah, dua pilihan inilah yang nanti akan dibawa dalam sidang paripurna sesuai dengan tahapan dan mekanisme yang ada di MPR," jelasnya.
Keputusan untuk mengkaji PPHN lewat konvensi ketatanegaraan, lanjut Bamsoet, bahkan dihadiri oleh Idris Laena. Sehingga ia mengaku heran mengapa malah partainya sendiri yang mempersoalkan apa yang telah diputuskan bersama.
ADVERTISEMENT
"Saya juga heran kenapa yang lain tidak mempersoalkan, kok, dari partai saya sendiri dipersoalkan. Ada apa? Ini, kan, publik melihatnya aneh. Kalau ada ketidaksesuaian, kan, kita bisa bicarakan di internal partai, tidak perlu diumbar ke depan publik apalagi ini menyangkut marwah MPR, bukan saya pribadi," ujarnya.
"MPR ketika pidato politik kenegaraan disampaikan dalam sidang paripurna, tapi kemudian dengan serta merta dibantah, tapi kemudian bantahan tersebut dibantah lagi oleh pimpinan-pimpinan fraksi lainnya bahwa apa yang saya sampaikan sudah sesuai dengan yang sudah disepakati dalam rapat gabungan," lanjutnya.
Ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) MPR, Idris Laena. Foto: Dok pribadi
Bamsoet kembali menegaskan Idris Laena hadir dalam rapat gabungan tersebut dan menyatakan menolak. Namun, keputusan tetap diambil karena fraksi lainnya menyatakan sepakat untuk membahas PPHN lewat konvensi ketatanegaraan.
ADVERTISEMENT
"Memang menolak, tidak setuju. Tapi, kan, akhirnya kita sepakat, setuju karena aklamasi dengan poin-poin yang tadi saya sampaikan. Jadi kalau kalian bingung apalagi saya," tuturnya.
"Justru tanya yang bersangkutan. Barangkali enggak usah dikaitkan dengan Partai Golkar. Tanya saja ke yang bersangkutan kenapa," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena menyatakan pihaknya tak setuju apabila PPHN dihadirkan lewat konvensi ketatanegaraan. Menurutnya, konvensi ketatanegaraan tak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
"Jika Harus dimasukkan dalam substansi UUD atau ditetapkan dengan TAP MPR, maka ada konsekuensi amandemen UUD 1945, yang dalam menghadapi tahun-tahun politik ke depan sangat tidak populis. Akan menghadapi banyak tantangan. Sarat dengan kepentingan politik," kata Idris dalam pernyataannya dikutip kumparan, Selasa (26/7).
ADVERTISEMENT
"[Maka] muncul rekomendasi Badan Pengkajian, wacana penetapan TAP MPR RI sebagai Dasar Hukum PPHN tanpa amandemen UUD 1945 yang disebut konvensi ketatanegaraan. Terhadap wacana ini, Fraksi Partai Golkar MPR RI dengan tegas menolak. Konvensi jelas tidak punya kekuatan hukum yang mengikat terhadap lembaga negara yang lain, apalagi untuk mengikat seluruh warga Indonesia," imbuh dia.