Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Begini Rasanya Naik Kapal Perang dan Berlayar 30 Jam ke Pulau Kei Besar
25 Juli 2024 10:24 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Ranjang tingkat berjajar di sisi kanan dan kiri lorong. Di setiap ranjangnya terdapat kasur berukuran 2x1 meter. Jarak ranjang bawah dan atas sekitar 1 meter.
ADVERTISEMENT
Kira-kira seperti itu suasana ruang PSKIN tempat yang akan menghabiskan banyak waktu saat berlayar selama sekitar 30 jam dari Dermaga TNI AL Tawiri, Ambon, menuju Pelabuhan Laut Elat, Pulau Kei Besar.
kumparan berkesempatan menaiki kapal itu bersama rombongan dari Kemensos untuk peliputan bakti sosial yang digelar di Pulai Kei Besar. Kapal itu adalah KRI Teluk Weda-526.
Kapal jenis landing ship tank atau pengangkut tank ini bertolak dari Dermaga TNI AL Tawiri pada Selasa (23/7) pukul 08.13 WIT. Rombongan tiba di Kei Besar keesokan harinya, sekitar pukul 14.44 WIT.
Tak banyak yang bisa dilakukan selama perjalanan 30 jam. Sinyal hilang setelah kapal berlayar 2 jam.
Namun, untuk memecah penat, untungnya ada hiburan seperti film, musik, dan podcast yang sudah disimpan secara offline di platform berbayar pribadi. Persiapan ini dilakukan setelah Komandan KRI Teluk Weda Letkol Laut (P) Ricky Tacoma memberi tahu perjalanan akan panjang.
ADVERTISEMENT
"Dengan kondisi normal kapal kami, kecepatan kemampuannya 12 knot. Insyaallah dari Ambon ke Pulau Kei Besar akan memakan waktu 30 jam. Sehingga besok Ibu (Risma) akan tiba jam 7, kemudian akan datang ke kapal jam 8, insyaallah kapal akan bertolak jam 9 pagi, dan tiba di sana jam 15 di hari Rabu," kata Ricky saat ditemui di Dermaga TNI AL Tawiri, Senin (22/7).
Ruang PSKIN tempat tidur rombongan di kapal berada di bagian paling bawah. Ruangan yang memiliki 64 ranjang itu diisi 56 orang, mereka wartawan pria, staf Kemensos, pendamping hingga Tagana. Di sepanjang lorong itu ada bilik toilet yang jumlahnya cukup banyak meski berukuran kecil. Cukup untuk mandi para penumpang tanpa harus menunggu lama.
ADVERTISEMENT
Meski berada di bagian bawah, udara ruangan itu dingin karena AC yang terus menyala. Di bagian paling belakang akan terdengar suara mesin kapal.
Saat dalam kondisi perang, ruangan itu digunakan untuk tidur pasukan atau awak tank yang diangkut KRI Teluk Weda. Kapal yang memili panjang 117 meter ini memang sebagai pengantar pasukan.
Kapal yang masuk jajaran amfibi ini mampu memuat pasukan sebanyak 367 orang. Kecepatan maksimalnya adalah 16 knot. Dilengkapi dengan 2 buah meriam besar di bagian depan dan 2 senapan mesin di bagian belakang. Terdapat crane dan helipad.
Sesekali saat kapal diguncang ombak besar, bagian dalam kapal bergoyang. Namun, tidak perlu khawatir karena di sepanjang lorong kapal terdapat besi untuk berpegangan tangan agar tidak terjatuh saat kapal goyang. Besi-besi untuk pegangan juga bisa ditemui di kamar mandi maupun WC.
Bagi penumpang kapal yang muslim juga tidak perlu khawatir dengan waktu salat, karena awak kapal akan mengumumkan melalui speaker saat masuk waktu salat. Mereka juga memberitahu arah kiblatnya mengarah ke bagian belakang kapal atau depan. Di kapal juga terdapat musala dilengkapi dengan tempat wudhu. Dinding ruang musala itu terdapat pesan untuk mendoakan warga Gaza, Palestina.
Kapal ini juga memiliki televisi yang dilengkapi OTT dan Playstation yang berada di ruang makan. Namun, selama pelayaran hanya televisi saja yang dinyalakan. Itu pun sekadar menyala, sebagian besar penumpang memilih untuk tidur di ranjang mereka atau meminum kopi di sudut-sudut kapal.
ADVERTISEMENT
Meski kapal perang, tetap ada kantin yang menjual berbagai snack, minuman ringan, hingga kopi. Penjualnya tentu saja prajurit.
Tidak hanya ruang PSKIN yang dipakai untuk rombongan Kemensos, ruang Tamtama dan Bintara juga dipakai untuk tidur rombongan yang perempuan maupun pejabat Kemensos.
Ada satu hal istimewa dari KRI Teluk Weda yakni sudut perpustakaan. Sebenarnya ini hanya rak buku yang berada di salah satu lorong kapal. Buku di sana lebih banyak untuk anak-anak, sebab itu adalah rak buku untuk mendukung perpustakaan terapung yang menjadi salah satu program kapal perang itu saat sandar di satu daerah di sela tugasnya.
Mensos Ikut Berlayar
ADVERTISEMENT
Pelayaran selama 30 jam itu juga diikuti Mensos Tri Rismaharini. Ia mengaku bukan kali pertama naik KRI, tapi ini menjadi yang terlama dalam sekali jalan.
ADVERTISEMENT
Risma sebenarnya punya pilihan untuk naik pesawat ke Kei Kecil lalu disambung kapal cepat yang waktu tempuhnya ke Kei Besar hanya sekitar 3 jam. Namun ia memilih berangkat dengan KRI untuk memberikan contoh kepada para stafnya.
"Meskipun saya tahu risikonya gitu. Bahwa saya juga tidak terlalu kuat gitu, tapi saya memang mengajarkan kepada teman-teman, terutama teman-teman Kemensos, bahwa ya kalau kita nangani Indonesia, kita harus berani menanggung risiko yang mungkin kita mabuk, atau apalah risiko lainnya, itu yang saya ingin ajarkan kepada teman-teman," ujar Risma.
Selama di Kei Besar Risma memberikan bakti sosial Kemensos berupa pemberian peralatan peternakan, pertanian, dan pengolahan makanan. Selain itu juga peralatan sekolah, kesenian dan olahraga bagi anak-anak. Risma juga meninjau pembangunan Rumah Sejahtera Terpadu, pembuatan lumbung sosial, dan pemasangan instalasi air bersih. Selama bakti sosial Kemensos juga memberikan operasi katarak gratis.
ADVERTISEMENT