Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Beberapa jam usai polisi menggeledah kantor pelindung situs judi online di Bekasi, Jumat (1/11), Meutya Hafid menghadap Presiden Prabowo di Istana Merdeka, Jakarta. Kepada Prabowo, Meutya melapor bahwa operasional kantor di Bekasi itu melibatkan sejumlah pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi ) yang ia pimpin.
Meutya yang baru dilantik sebagai Menkomdigi 11 hari sebelumnya, 21 Oktober, langsung menghadapi turbulensi di awal jabatan. Sepuluh pegawai Komdigi (sebelumnya Kominfo) dicokok polisi karena diduga menjadi beking seribuan situs judol yang tak diblokir. Mereka, bersama delapan warga sipil lain, beroperasi dari sebuah ruko di kawasan Galaxy, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dalam pertemuan dengan Prabowo, Meutya diberi pesan untuk mendukung langkah Polri memberantas judi online . Setelahnya, Meutya mempersilakan penyidik Polda Metro Jaya menggeledah kementeriannya. Ia bahkan sudah mensterilisasi beberapa lantai di Komdigi.
“Kami membuka pintu kepada kepolisian untuk, jika diperlukan, mengembangkan penyidikan ke dalam, termasuk kalau harus masuk ke kantor kami,” ujar Meutya di Istana Kepresidenan.
Pada hari itu juga, jelang magrib sekitar pukul 17.40 WIB, sejumlah penyidik dipimpin Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Wira Satya Triputra menggeledah kantor Komdigi. Mereka membawa empat tersangka yang merupakan pegawai Komdigi untuk mencari bukti-bukti di lantai 2, 3, dan 8.
Lantai 8 adalah tempat krusial di Komdigi. Di sana terdapat ruangan Cyber Drone 9 yang terdiri dari dua ruang utama, yakni Security Operation Center (SOC) Room dan War Room. Isi ruangan itu di antaranya mesin pengais konten negatif (AIS) berteknologi artificial intelligence (AI). Mesin crawling otomatis ini berfungsi untuk menindak konten negatif, termasuk situs judi online.
Penggeledahan pun selesai sekitar pukul 19.00 WIB. Para penyidik membawa sejumlah barang bukti seperti laptop, komputer, dan dokumen-dokumen milik para tersangka.
Musuh dalam Selimut di Komdigi
Bermula dari penangkapan dua orang terkait situs judol ‘Sultan Menang’ pada akhir Oktober 2024, penyidik Polri mengembangkan kasus dan menemukan keterlibatan para pegawai Komdigi.
Pada 1 November, polisi menangkap 11 orang; beberapa di antaranya disebut sebagai staf ahli Komdigi. Belakangan, Wamen Komdigi Nezar Patria menyatakan tak ada staf ahli yang ditangkap, melainkan tenaga ahli.
Belasan orang itu berpraktik di sebuah ruko di Jalan Rose Garden V, Grand Galaxy, Bekasi Selatan. Di ruko yang disebut kantor satelit itulah mereka mengeruk pundi-pundi rupiah dari kesengsaraan warga karena judi.
“Awalnya kantor tersebut berlokasi di Tomang, Jakarta Barat, kemudian sejak Januari 2024 dipindahkan ke ruko Galaxy, Bekasi,” ujar Kombes Wira.
Sekilas tak ada yang mencurigakan dari ruko tiga lantai tersebut. Ruko itu tak memiliki plang atau penanda, dan lantai 1 tampak kosong. Tanda-tanda keberadaan kantor di situ baru terlihat di lantai 2 dan 3. Di kedua lantai itu terdapat belasan layar komputer yang saling berhadapan dan berpartisi.
Kantor satelit itu dikendalikan 3 orang yakni AK (Adhi Kismanto alias Fallen), AJ, dan A. Mereka dibantu 8 operator dan 4 karyawan admin yang masing-masing digaji sekitar Rp 5 juta per bulan.
Cara kerja mereka cukup sederhana. Para operator mengumpulkan daftar situs judol yang akan diblokir. Selanjutnya, daftar tersebut diseleksi satu per satu oleh AJ. Kemudian AJ mengumpulkan para pengelola situs judol yang hendak diblokir di sebuah grup Telegram milik Adhi. Di grup Telegram itulah para pengelola situs diminta menyetor uang jika ingin situs mereka dikeluarkan dari daftar blokir.
“... yang telah menyetorkan uang setiap dua minggu sekali akan dikeluarkan dari daftar [blokir],” kata Wira. Sementara bagi pengelola yang enggan memberi upeti, situs judolnya akan tetap masuk daftar blokir.
Setelah dipilah mana saja pengelola situs judol yang sudah membayar dan yang tidak, Adhi meneruskan daftar itu kepada sosok berinsial R yang diduga Riko Rasota Rahmada. Ia tampak dibawa saat penyidik menggeledah kantor Komdigi.
Riko pernah menjabat sebagai Kepala Seksi Infrastruktur Pengendalian Keamanan Internet, Kepala Seksi Infrastruktur Pemblokiran Konten, serta Ketua Tim Operasional dan Monitoring Tata Kelola Pengendalian Penyelenggara Sistem Elektronik (TKPPSE).
Belum diketahui di lantai mana Riko bekerja. Jika ia termasuk pegawai yang bertugas di lantai 8, maka Riko merupakan salah satu dari 250 orang yang kerja bergantian di ruang Cyber Drone 9. Mereka yang bertugas di ruangan tersebut digaji Rp 7,5 juta hingga Rp 10 juta per bulan.
Dalam operasinya, komplotan ini melindungi 1.000 dari 5.000 situs judi online yang harusnya diblokir. Menurut salah satu tersangka, dari tiap situs yang dikeluarkan dari daftar blokir, mereka mendapat setoran Rp 8,5 juta. Artinya, Adhi dkk bisa meraup Rp 8,5 miliar hingga Rp 15 miliar setiap bulan.
“Uang setoran dari para bandar diberikan kepada para pelaku dalam bentuk cash atau tunai, juga melalui money changer,” ucap Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam.
Namun, menurut HE, seorang bandar yang ditangkap di kawasan Blok M, jumlah fulus yang disetor lebih banyak dari itu. Bukan cuma Rp 8,5 juta.
HE yang memiliki situs judol Keris123 dan mengelola ribuan web judol mengaku membayar Rp 23–24 juta per situs per bulan ke pegawai Komdigi agar tak diblokir. Dalam prosesnya, HE berkoordinasi dengan MN yang berperan sebagai penghubung antara pemilik situs judol dengan kantor satelit.
HE bersama para pemilik situs judol lain yang sudah ditangkap, yakni B, BK, dan HF, juga berperan sebagai makelar yang menawarkan jasa pengamanan kepada ribuan pengelola situs judol lain. Peran sebagai agen membuat HE dkk mendapat komisi Rp 2–4 juta per bulan.
Upeti agar situs judol tidak diblokir sebetulnya bukan cerita baru. kumparan pernah menulisnya dalam liputan khusus edisi Agustus 2022. Di situ diceritakan bahwa pengelola situs judol IDN Poker, David, mengaku rutin menyetor Rp 5–10 juta per bulan. Namun setorannya ketika itu tidak ditujukan kepada pegawai Komdigi, melainkan kepada konsorsium yang diduga berisi oknum penegak hukum. Kisah lengkapnya bisa disimak pada artikel berikut.
Adapun dalam kasus beking situs judol, Polda Metro Jaya telah menetapkan 22 orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari 10 pegawai Komdigi yang seluruhnya kini telah dipecat, 8 warga sipil, dan 4 orang pemilik situs. Polisi juga menyita uang senilai total Rp 80 miliar beserta 215,5 gram logam mulia.
Namun, polisi belum menjelaskan identitas seluruh tersangka, apa saja peran mereka, dan siapa saja yang termasuk pegawai Komdigi. Polisi hanya mengungkap sejumlah inisial.
“Nanti [rilis daftar para tersangka] ada sesi tertentu,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto.
Walau begitu, dari sejumlah konpers dan informasi yang dihimpun, kumparan mencatat ada 17 inisial—tiga di antaranya buron—dari total 25 tersangka yang sudah diketahui.
Dari 17 inisial itu, salah satunya diduga kuat berinisial T yang diyakini sebagai Zulkarnaen Apriliantony alias Tony Tomang. Ia merupakan eks Komisaris Hotel Indonesia Natour. Tony pernah menjadi bagian dari Tim Kampanye Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019, serta Ganjar-Mahfud pada Pilpres 2024.
Pakar IT dari ICT Institute Heru Sutadi mengatakan, kasus ini mengungkap bahwa jumlah situs judol yang diblokir Komdigi ternyata tak sesuai dengan sebenarnya. Ia pun ragu apakah jutaan situs yang telah diblokir sejak 2018 benar-benar situs judol atau bercampur dengan situs negatif lain seperti pornografi maupun hoaks.
Sejak 2018 hingga Oktober 2024, Komdigi mengeklaim telah memblokir total 3,8 juta situs judi online.
“Yang membuat ragu bahwa yang disampaikan itu hanya angka, kita tidak bisa melihat secara jelas situs apa saja yang diblokir. Harusnya Komdigi menyampaikan secara transparan situsnya apa saja, alamatnya apa, dan kesalahannya apa. Jadi masyarakat bisa memantau, semisal situs x katanya sudah diblokir tapi kok masih ada, sehingga kemudian bisa dipastikan bahwa situs-situs itu [benar-benar] diblokir,” ujar Heru.
Budi Arie Terseret
Seiring penanganan kasus beking situs judol, nama Menkominfo periode 2023–2024, Budi Arie Setiadi, ikut terseret. Salah satunya karena ia merestui perekrutan Adhi Kismanto sebagai anggota tim blokir situs judol.
Adhi yang lulusan SMK tak lolos dalam seleksi calon tenaga pendukung teknis sistem pemblokiran Kominfo pada akhir 2023. Namun Adhi justru punya peran krusial di kantor satelit.
“Tersangka AK betul-betul memiliki kewenangan mengatur pemblokiran website perjudian online," ujar Kombes Wira.
Kepada kumparan, Budi Arie membantah Adhi sebagai orang kepercayaannya. Menurut Budi, Adhi diterima karena Kominfo kekurangan personel dan kemampuan memblokir hanya 10 ribu situs per hari. Alhasil, Kominfo membuka rekrutmen petugas di bawah Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika.
Semasa rekrutmen, Tony mengenalkan Adhi—yang disebut sebagai hacker merah putih—kepada Budi Arie. Namun Adhi tak lolos seleksi. Walau begitu, Budi tetap menerima Adhi sebagai anggota tim blokir judol. Sebab Adhi pernah menampilkan kemampuan take down 50 ribu sampai 100 ribu situs judol per hari. Budi beralasan Adhi tak lolos seleksi karena lulusan SMK tak bisa masuk sistem penggajian kementerian.
“Dalam dunia IT yang dihitung bukan ijazah, tapi kemampuan. Akhirnya [Adhi] ditempatkan di struktur tenaga ahli, supaya penggajian atau pembayarannya bisa lebih tepat,” ucap Budi.
Mengenai sosok Tony, Budi berdalih hanya mengenalnya sebagai aktivis politik yang pernah masuk daftar timses Ganjar-Mahfud dan Pramono-Rano di Pilkada Jakarta 2024. Namun PDIP membantah Tony sebagai timses Pramono-Rano dan siap melaporkan Budi Arie ke polisi.
Sekalipun demikian, Budi Arie bersama Tony, dan Adhi pernah terpotret dalam satu frame yang kini tersebar luas di media sosial. Jejak digital foto itu terabadikan ketika Adhi menggelar resepsi pernikahan pada April 2024, di sebuah hotel di Bekasi yang hanya berjarak 4 km dari kantor satelit.
“Saya kalau waktu dan tempatnya pas, siapa pun yang mengundang saya kawinan pasti datang. Saya sudah foto dengan jutaan orang. Masa karena saya foto sama kamu, tiba-tiba kamu membuat kesalahan terus dikaitkan dengan saya,” kata Budi menjelaskan foto tersebut.
Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP, TB Hasanuddin, tak kaget ada ASN Komdigi menjadi beking judol. Ia mengaku sudah lama mencium ketidakberesan ASN di Komdigi dan menyampaikannya ke Budi Arie.
“Namun tidak mendapatkan perhatian,” ucapnya.
Sementara Budi merasa, namanya diseret-seret dalam kasus ini, karena tengah jadi target politik. Padahal Budi mengeklaim diri sebagai Menkominfo yang paling getol memberantas judol. Seperti memutus akses internet dari Kamboja dan Filipina yang dikenal sebagai negara tempat server judol, serta memblokir 3 aplikasi VPN gratis yang sering dipakai mengakses judol.
“Ini orang di politik mau framing saya. ‘Woh Menkominfo (Budi Arie) bermain’. Logikanya begini, kalau Menkominfo bermain, ada enggak orang Projo yang menjadi tersangka? enggak ada,” kata Budi.
Begitu pula yang dirasakan Projo, ormas pimpinan Budi Arie. “Ada kepentingan yang mungkin dirugikan karena langkah pemberantasan ini dan kemungkinan mungkin juga ada kepentingan politik tertentu yang berkembang hari-hari ini,” kata Handoko, Sekjen Projo.
Budi menegaskan sama sekali tak tahu menahu dengan praktik beking judol itu. Terlebih menurutnya, aksi lancung itu dilakukan pegawai 5 tingkat di bawahnya. Ia pun merasa dikhianati.
Namun demikian, Budi sudah curiga dengan para bawahannya itu sejak awal menjabat Juli 2023 lantaran gaya hidup yang mewah walau hanya eselon III dan IV. Sehingga ia merotasi beberapa orang di tim blokir, salah satunya Denden Imadudin Soleh yang kini masuk rombongan tersangka.
Denden tercatat pernah menjabat Kasubag Penyusunan Rancangan Peraturan Ditjen Aptika; Analis Hukum Setditjen Aptika, serta Ketua Tim Pengendalian dan Layanan Aduan Konten Internet Ilegal Kominfo.
“Kecurigaan-kecurigaan itu sudah ada, cuma membuktikannya susah kalau cuma omongan. Makanya saya putar (rotasi). Tapi begitu enggak ada jabatan, dia main lagi mempengaruhi [lainnya], sudah kayak virus,” ucap Budi.
Sedangkan Pakar IT Heru Sutadi berpendapat, perekrutan hacker seperti Adhi untuk membantu blokir judol merupakan alasan mengada-ada. Menurutnya, Komdigi sudah punya mesin AIS seharga Rp 200 miliar yang bisa mendeteksi situs judol secara otomatis.
“Kalau misalnya mesin itu bisa bekerja, harusnya tidak diperlukan orang yang benar-benar harus hacker,” kata Heru yang juga mempertanyakan pembentukan kantor satelit di luar Komdigi.
Heru menilai, atasan seharusnya memahami laporan bawahan mengenai jumlah situs yang diblokir. Ia meminta polisi mengusut apakah ada peran ‘atasan’ yang melindungi 1.000 situs agar tidak diblokir.
“Padahal ini penyalahgunaan wewenang, ada pelanggaran pidana yang harusnya dilaporkan ke kepolisian [tapi] tidak dilakukan, hanya geser menggeser [pegawai]. Seperti ada pembiaran atau mungkin turut serta,” ucap Heru.
Ia pun mengusulkan agar Komdigi merombak total tim blokir situs judol bersamaan dengan momentum restrukturisasi internal yang membuat Ditjen Aptika terpecah menjadi tiga bagian yakni Ditjen Teknologi Pemerintah Digital, Ditjen Ekosistem Digital, dan Ditjen Pengawasan Ruang Digital.
Pada kesempatan terpisah, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Presiden, Hariqo Satria Wibawa, menyatakan Presiden Prabowo berkomitmen menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk dalam pemberantasan judi online. Sebab sudah banyak korban jiwa akibat iming-iming judol.
“Presiden Prabowo dengan tegas menyatakan bahwa tidak ada yang kebal aturan. Prabowo juga telah memberikan jaminan kepada para menteri dan kepala badan, kalau memang ada yang merusak di dalam dan tidak bisa diatur, silakan dikeluarkan atau dipecat karena masih banyak yang mau mengabdi,” kata Hariqo.
Budi Arie menyatakan siap jika dimintai keterangan oleh polisi.
“Kalau dimintai keterangan saya mau. Kapan aja diperiksa (siap)” ucap Budi Arie.