Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Buronan Kasus TPPO Modus Magang Ferienjob Jerman Ditangkap saat Wisata di Italia
13 Juni 2024 20:52 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Buronan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) modus magang 'ferienjob' ke Jerman, Enik Rutita alias Enyk Waldkoenig, akhirnya ditangkap. Penangkapan dilakukan saat Enyk sedang berwisata di Venesia, Italia, Minggu (9/6) lalu.
ADVERTISEMENT
"Objek Red Notice Interpol an. Enik Rutita alias Enyk Waldkoenig, WNI pemegang paspor C6206888 tertangkap di Venesia, Italia saat akan berwisata," ujar Kadiv Hubinter Polri Irjen Krishna Murti dalam keterangannya, Kamis (13/6).
Krishna menjelaskan, red notice terhadap Enyk telah diterbitkan Interpol sejak 24 Mei 2024 lalu. Penerbitan ini dilakukan setelah Enyk dua kali mangkir usai ditetapkan sebagai tersangka.
Saat ini, Krishna mengatakan pihaknya masih berkoordinasi dengan Kepolisian Italia untuk segera membawa Enyk ke Indonesia guna diproses hukum.
"Saat ini Divisi Hubinter Polri melakukan koordinasi dan komunikasi intens dengan Kepolisian di Venesia, Italia dan KBRI Roma," ujar Krishna.
Dalam kasus ini, Bareskrim sudah menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Selain Enyk, para tersangka lainnya itu berinisial A alias AE (37), SS (65), AJ (52), dan MZ (60). AE hingga kini masih buron.
ADVERTISEMENT
Kelimanya diduga melakukan TPPO dengan memberangkatkan 1.047 mahasiswa Indonesia yang dipekerjakan sebagai buruh di Jerman. Para korban berasal dari total 33 universitas di Indonesia.
Enyk merupakan petinggi PT SHB, perusahaan yang memberangkatkan mahasiswa untuk magang secara ilegal.
Kelima tersangka dijerat Pasal 4, Pasal 11, Pasal 15 UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), dan Pasal 81 UU Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman maksimalnya 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta.