BW: Ada Dissenting Opinion di MK, Legitimasi Pilpres Masih Bisa Dipersoalkan

23 April 2024 17:51 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anies Baswedan bersama tim saat meninggalkan sidang putusan MK, Senin (22/4/2024) Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Anies Baswedan bersama tim saat meninggalkan sidang putusan MK, Senin (22/4/2024) Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Anggota tim hukum Anies-Muhaimin (AMIN), Bambang Widjojanto, mengatakan Pilpres 2024 masih bisa dipersoalkan meski Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan putusan sengketa.
ADVERTISEMENT
Sebab, dalam putusan tersebut ada tiga hakim yang menyatakan dissenting opinion dan menilai permohonan AMIN harus dikabulkan sebagian.
"Legalitas hasil pemilihan umum melalui Mahkamah Konstitusi sudah diputuskan tapi dengan adanya dissenting opinion legitimasinya masih dapat dipersoalkan," kata Bambang dalam diskusi yang digelar Pusat Kajian Demokrasi Konstitusi dan Hak Asasi Manusia FH UGM (Pandekha) dan Departemen Hukum Tata Negara FH UGM secara daring, Selasa (23/4).
Dissenting opinion tersebut diambil oleh hakim Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat.
BW sapaan akrab Bambang, mengatakan ada tiga hal penting dalam putusan MK. Bagian pertama adalah soal Amicus Curiae.
"Informasi yang hadir memberikan Amicus Curiae di proses MK itu lebih dari 50. Tapi yang disebut secara eksplisit di dalam persidangan dan dimasukkan di dalam putusan kalau saya hitung itu cuma ada sekitar 14 saja," katanya.
Bambang Widjojanto mengikuti sidang perdana perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (27/3/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Menurutnya, yang mesti dilihat adalah begitu banyak yang mau terlibat memberikan gagasan dan pandangannya. Artinya, kata Bambang, ada sesuatu yang mendorong banyak orang ini untuk bersama-sama mengajukan Amicus Curiae.
ADVERTISEMENT
"Ini yang paling menarik. Kalau saya loncat sedikit, seandainya saja Mahkamah juga tidak hanya menyebut mereka tapi memperdebatkan gagasan yang mereka ajukan itu sangat menarik," katanya.
"Karena Mahkamah di dalam putusannya hanya mengatakan begini 'bahwa terhadap amicus curiae Mahkamah memberikan apresiasi atas sebuah ikhtiar sebagai wujud partisipasi publik dalam proses peradilan yang terbuka dan akuntabel' tetapi Mahkamah tidak mencoba memotret dan mencoba mempersoalkan, dan bahkan mungkin mempertimbangkan sejauh mana masukan-masukan sahabat peradilan itu bermanfaat dalam kemaslahatan," katanya.
Kegagalan MK untuk mengakomodasi partisipasi publik ini menurut Bambang mesti menjadi pelajaran penting untuk ke depan.
Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Aditia Noviansyah
Bagian kedua adalah dissenting opinion. Bambang mengatakan tiga dissenting opinion yang tidak pernah terjadi dalam lima kali pilpres dalam 25 tahun ini menandakan perdebatan yang intensif terjadi di MK untuk menguji dalil dan argumen serta alasan-alasan hukum diajukan oleh para pihak.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya ini makin mendewasakan Mahkamah. Walaupun di sisi lain ada yang mengatakan salah satu mantan hakim MK 'biasanya untuk sengketa-sengketa yang menyangkut kehidupan berbangsa khususnya untuk orang-orang kapasitas seperti presiden, musyawarah yang utuh, penuh, dan paripurna itu diajukan sehingga tidak terjadi dissenting'. Dissenting ini sebenarnya dalam satu sisi harus dipandang sebagai positif karena bisa memberikan satu cakrawala pemikiran yang berbeda dan perbedaan itu adalah rahmat," katanya.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) berbincang dengan Hakim MK Saldi Isra saat sidang putusan perselisihan hasil Pemilu (PHPU) atau Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Hal ketiga adalah ketika para pihak menghadirkan saksi. Termasuk dari pihak Bambang yang mengajukan permohonan scientific evidence untuk menguji sebuah kebijakan walaupun oleh MK tidak disebut sebagai bukti utama tapi dikualifikasi sebagai bukti pendukung penting bagi perkembangan proses hukum acara di MK.
"Ini juga belum pernah terjadi di dalam Mahkamah Konstitusi itu yang disebut dengan evidence scientific itu diajukan," katanya.
ADVERTISEMENT
"Yang paling menarik adalah scientific evidence ini dikutip dalam pertimbangan hukum dan di dalam pertimbangan itu juga dijelaskan bahwa scientific ini di masa yang mendatang akan menjadi sesuatu yang penting," katanya.
Namun ada soal, menurutnya, sebagian besar hakim perspektifnya mengenai IT memang terbatas. Jadi diperlukan usaha ekstra bagi siapa pun yang ingin mengajukan scientific evidence ini.