Catat! Ini Bahaya Tidak Pakai Helm dan Langgar Marka Jalan

3 November 2022 16:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm dan masker di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm dan masker di Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Foto: Yulius Satria Wijaya/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kesadaran mengenakan helm di Indonesia tampaknya harus terus dibangun. Berdasarkan data Pusdiknas Bareskrim Polri, tidak menggunakan helm merupakan pelanggaran yang paling banyak dilakukan oleh pengendara motor. Jumlahnya sampai 512.979 pelanggar pada tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Pengamat transportasi Deddy Herlambang menjelaskan pentingnya menggunakan helm bagi kendaraan motor. Alasan utamanya jelas untuk melindungi kepala.
Deddy menyebut, kepala adalah bagian tubuh yang paling harus dijaga sebab fatalitas kecelakaan bisa terjadi bila kepala terluka. Mulai dari gagar otak hingga meninggal dunia.
"Memang kebanyakan fatalitas kecelakaan itu terjadi karena ada luka atau cedera di kepala, entah itu gegar otak sampai kepada fatalitas meninggal dunia itu pada saat berada di kepala," ujar Deddy saat dihubungi kumparan, Rabu (3/11).
Menurut Dedy, bila organ lain yang terluka, pengendara masih bisa selamat. Tetapi bila otak sudah terluka, setidaknya pengendara bisa cacat sebab syaraf di kepalanya terganggu.
"Kalau hanya sekelas kaki patah tangan patah itu tidak menyebabkan fatalitas atau kematian. Tapi kalau helm itu otomatis kalau sudah cedera di kepala otomatis paling tidak gegar otak atau bisa cacat seumur hidup gitu," ujar Deddy.
ADVERTISEMENT
"Seperti itu tangannya ada, kakinya ada, kakinya lengkap, tapi tidak bisa digerakkan karena sistem saraf di otak terganggu atau rusak," jelasnya.
Sementara itu, masih berdasarkan data Pusdiknas Bareskrim Polri, Pelanggaran yang paling banyak dilakukan mobil adalah tidak mematuhi marka jalan. Sepanjang tahun 2021 jumlahnya mencapai 190.000 pelanggar.
Deddy menjelaskan tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan bisa menjadi penyebab kecelakaan. Satu kendaraan yang tidak mematuhi marka jalan bisa menabrak kendaraan lain yang sudah patuh.
"Kalau tidak putuh dengan marka jelas otomatis nanti bisa tertabrak atau bisa menabrak mobil motor atau kendaraan yang di depan," ujar Deddy.
Deddy bahkan menyebut bila kondisi ini dilakukan dengan kondisi berkecepatan tinggi maka dapat menyebabkan kematian.
ADVERTISEMENT
"Misal marka itu jalan sempit ya mungkin hanya 6 meter katakanlah, kalau mereka tidak tertib, kalau di tikungan misalnya bisa saja menabrak atau ditabrak motor atau mobil yang di depan otomatis akan terjadi kecelakaan ataupun fasilitas (kematian) kalau misalnya kecepatannya tinggi gitu," pungkasnya.
Pelanggaran lalu lintas di Jalan Ahmad Yani, Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2022) pagi. Foto: Jonathan Devin/kumparan
Sementara itu, tilang manual sudah mulai ditiadakan sejak 18 Oktober 2022. Penindakan kini sepenuhnya dilakukan melalui tilang elektronik atau ETLE. Meski begitu, sejumlah pengendara motor mulai berani melanggar lalu lintas di jalan.
Berdasarkan pantauan kumparan di Simpang Slipi, Jakarta Pusat dan Pancoran, Jakarta Selatan pada Kamis (3/11) pukul 07.00-08.00 WIB terdapat 18 pelanggaran aturan lalu lintas oleh sejumlah kendaraan.
Dari mulai pengendara yang tidak memakai helm, menggunakan sandal saat mengendarai motor, berhenti di zebra cross sampai angkutan kota dan bus antar kota yang ngetem sembarangan.
ADVERTISEMENT
Reporter: Tri Vosa Ginting