Cegah Potensi Korupsi Vaksinasi Berbayar, Ini Saran KPK ke Kemenkes

14 Juli 2021 12:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Kebijakan vaksinasi berbayar untuk individu melalui Kimia Farma telah ditunda pelaksanaannya setelah mendapat protes dari berbagai pihak. KPK termasuk yang tidak setuju vaksin berbayar untuk individu melalui Kimia Farma.
ADVERTISEMENT
Dalam rapat koordinasi bersama kementerian terkait pada 12 Juli, Ketua KPK, Firli Bahuri, menyatakan vaksin berbayar melalui Kimia Farma berpotensi korupsi.
"Saya menyampaikan materi potensi fraud mulai dari perencanaan, pengesahan, implementasi, dan evaluasi program," ujar Firli dalam keterangannya, Rabu (14/7).
Meski demikian, Firli menyebut KPK memberikan beberapa saran untuk mencegah korupsi apabila vaksin berbayar untuk individu tetap berjalan.
Ketua KPK Firli Bahuri menghadiri Kegiatan pembukaan orientasi pegawai ASN KPK. Foto: KPK
Pertama, KPK memahami adanya permasalahan implementasi vaksinasi sehingga muncul kebijakan vaksin berbayar untuk percepatan vaksinasi.
Kedua, KPK menyarankan pelaksanaan vaksinasi berbayar untuk individu tak hanya dilakukan Kimia Farma. Sebab meski sudah dilengkapi dengan Permenkes, potensi penyelewengan tetap tinggi baik dari sisi medis dan kontrol vaksin. Potensi penyelewengan dari sisi kontrol vaksin seperti munculnya reseller. Selain itu efektivitasnya bakal rendah lantaran jangkauan Kimia Farma terbatas.
ADVERTISEMENT
Ketiga, KPK merekomendasikan vaksin berbayar untuk individu dengan catatan hanya menggunakan Vaksin Gotong Royong seperti Sinopharm, Moderna dan Cansino.
"Tidak boleh menggunakan vaksin hibah baik bilateral maupun skema COVAX," kata Firli.
Petugas kesehatan menyuntikkan vaksin Sinovac kepada warga saat mobil vaksin keliling singgah di Kantor Kelurahan Cipedak, Jakarta, Selasa (13/7/2021). Foto: Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO
Kemudian ada transparansi alokasi dan penggunaan Vaksin Gotong Royong oleh siapa dan badan usaha mana saja serta alamatnya di mana. Pelaksanaan vaksin berbayar pun harus melalui lembaga/institusi yang menjangkau kabupaten/kota.
Misalnya RS swasta atau Kantor Pelayanan Pajak yang memiliki data base wajib pajak yang mampu secara ekonomis, atau lembaga lain selain retail seperti Kimia Farma.
"Perbaikan logistik vaksin untuk mencegah vaksin mendekati kedaluwarsa dan distribusi lebih merata," ucapnya.
Keempat, kata Firli, Menkes harus menentukan jumlah, jenis, harga vaksin, serta mekanisme vaksinasi berdasarkan amanat Perpres Nomor 99/2020.
Petugas kesehatan memberikan dosis Vaksinasi COVID-19 pada Sentra INKINDO DKI Jakarta dan masyarakat sekitar, di One Bellpark Mall, Jakarta Selatan, Selasa (13/7). Foto: Pemprov DKI Jakarta
Kelima, Firli menyatakan perlunya dibangun sistem perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pelaksanaan vaksin berbayar untuk individu secara transparan, akuntabel, dan pastikan tidak terjadi korupsi.
ADVERTISEMENT
Keenam, Firli menyebut data merupakan kunci untuk mencegah adanya potensi korupsi dari kebijakan ini.
"Kemenkes harus menyiapkan data calon peserta vaksin gotong royong sebelum dilakukan vaksinasi," tutup Firli.