Cegah Varian Baru, Pasien Corona Jatim dengan CT Value di Bawah 25 Akan Diuji

17 Juni 2021 16:43 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Virus Corona. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Salah satu ciri terdapat varian baru corona di suatu wilayah adalah penyebaran virus pada masyarakat yang begitu cepat. Namun hal tersebut harus dibuktikan dengan melakukan serangkaian tes yang dikenal dengan istilah Whole Genome Sequencing (WGS).
ADVERTISEMENT
Ledakan kasus di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, saat ini yang terjadi begitu cepat turut menjadi perhatian pemerintah setempat. Penelitian lebih lanjut terhadap sampel-sampel kasus positif di Bangkalan maupun sekitarnya pun diperkuat.
Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Dardak menyampaikan, pihaknya terus mengupayakan WGS. Terlebih pada kasus-kasus dengan CT-Value yang cukup rendah, yakni di bawah 25.
"Tapi kita bisa melakukan upaya untuk memonitor apakah kasus sudah melandai atau turun. Nah khusus untuk yang CT-nya dibawah 25, kita lakukan sequencing karena kita khawatir itu jadi varian-varian baru yang masuk ke wilayah kita," jelas Emil dalam diskusi secara virtual, Kamis (17/6).
Dikutip dari rs.ui.ac.id, beberapa jurnal menyebutkan bahwa nilai CT ini berbanding terbalik dengan kemampuan virus untuk menular ke orang lain. Artinya, semakin tinggi nilai CT, semakin rendah kemungkinan virus untuk menyebabkan infeksi.
ADVERTISEMENT
Pada penelitian tersebut, dilakukan perbandingan antara nilai CT dengan kultur virus dan ditemukan bahwa virus dari sampel yang memiliki nilai CT > 34, tidak menimbulkan infeksi.
"Beberapa telah teridentifikasi baik itu varian dari Inggris, Afrika Selatan, maupun India, dan upaya untuk melakukan tracing yang lebih intensif lagi bagi kontak erat juga sudah dilakukan," tambahnya.
Selain itu, kegiatan tracing atau pelacakan juga terus diupayakan agar data kasus positif di Bangkalan maupun Jawa Timur sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
"Tracing ini menjadi penting agar kurva epidemiologi kita reliable. Kalau tidak melakukan testing maka terjadi fenomena iceberg, kita nggak bisa tahu kasusnya sudah turun apa belum," pungkas Emil.