Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Cerita di Balik Kegiatan Freemasonry yang Diidentikkan Menyembah Setan
25 Agustus 2018 11:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
ADVERTISEMENT
Konon katanya, para anggota Freemason adalah penyembah setan yang melakukan ritual-ritual di sebuah gedung misterius. Kegiatan mereka begitu eksklusif sehingga orang-orang begitu abu-abu dalam mendefinisikan Freemasonry.
ADVERTISEMENT
Bila dilihat dari anggaran dasarnya, Freemasonry adalah pandangan hidup jiwa yang timbul dari dorongan batin, yang mengungkapkan dirinya dalam upaya berkesinambungan untuk mengembangkan semua sifat roh dan hati nurani yang dapat mengangkat manusia dan umat manusia ke tingkat susila dan moral yang lebih tinggi.
Bila dilihat dari definisinya memang jauh dari kegiatan-kegiatan penyembahan setan. Dalam hal ini, Sejarawan UI Agus Setiawan menjelaskan kegiatan para anggota Freemason lebih cenderung ke kegiatan sosial.
“Secara umum kan sebenarnya tarekat (Freemason) ini sebenarnya justru lebih banyak aktivitasnya di bidang sosial, terutama pendidikan. Jadi justru kalau bisa orang-orang ini berderma,” kata Agus saat berbincang dengan kumparan, Jumat (10/8).
Selain itu, para anggota Freemason pada dasarnya haruslah beragama. Setiap yang beragama dipercaya memiliki bekal nilai-nilai moral. Oleh sebab itu, hal tersebut selaras dengan tujuan Freemason.
ADVERTISEMENT
“Jadi memang harus beragama. Bahkan beberapa anggota di Hindia Belanda itu yang Islam itu ketika disumpah dia membawa kitab sucinya,” ungkap Agus.
Mengapa nama setan dibawa-bawa?
Jika beragama dan kemudian kegiatan sosial adalah aktivitas utama, lantas mengapa “setan” selalu dibawa-bawa?
Menurut Agus Setiawan, penyebutan penyembah setan untuk para anggota Freemason terjadi saat masyarakat belum tahu betul soal Freemasonry.
“Penyebutan itu muncul, gedung setan, dan sebagainya pada masa Kolonial di mana kegiatannya (Freemason) tertutup, nah sekarang itu saya kira orang-orang tahu apa itu Freemasonry saya kira lambat laun sebutan itu sekarang hilang,” ungkap Agus.
Saat itu berkembang di masyarakat Indonesia sebuah anggapan yang lahir akibat ketidaktahuan.
ADVERTISEMENT
‘Tapi kalau pribumi itu memandangnya dulu kan orang kalau tidak ke pura, ke masjid, ke gereja, dan seterusnya. Tapi dia enggak ke mana-mana, enggak ke mana-mana dalam pengertiannya ke rumah ibadah. Tapi mereka seperti melakukan ritual. Nah itu mungkin orang-orang melihat agamanya apa. Karena tadi enggak ke mana-mana,” urai Agus.
Ketidaktahuan yang dialami masyarakat Indonesia nyatanya berbanding terbalik dengan orang-orang Belanda.
“Kalau orang Belanda satu sama lain sudah banyak yang tahu, terutama di kalangan elite,” sebut Agus.
Terlepas dari itu, faktanya para anggota pergerakan nasional Indonesia juga terlibat dalam Freemasonry.
“Jadi kegiatannya tadi itu sosial, pendidikan, itulah mengapa nanti tokoh-tokoh pergerakan misalnya anggota Boedi Oetomo itu sebagian ada yang ikut dengan organisasi ini, ikut keanggotaan organisasi. Karena memang tadi punya keselarasan tujuan misalnya,” papar Agus.
ADVERTISEMENT
Adapun contoh keselarasan tujuan yang dimaksud di sini adalah kesamaan dalam keinginan mencerdaskan kehidupan bangsa.