Cerita Profesor May Lwin: Masyarakat Singapura Mulai Ceria Hadapi COVID-19

11 November 2022 10:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Robot otonom Xavier berpatroli di mal lingkungan untuk mendeteksi perilaku sosial warga dalam langkah-langkah keamanan COVID-19 di Singapura. Foto: Edgar Su/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Robot otonom Xavier berpatroli di mal lingkungan untuk mendeteksi perilaku sosial warga dalam langkah-langkah keamanan COVID-19 di Singapura. Foto: Edgar Su/REUTERS
ADVERTISEMENT
Media memegang peranan yang dirasa cukup penting dalam mengelola pandemi COVID-19 yang terjadi di dunia. Baik dalam hal penyebaran informasi, maupun memahami bagaimana perilaku masyarakat dalam menjalani pandemi yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Hal ini diungkapkan oleh Prof. May Lwin selaku Kepala dan Ketua Guru Besar Ilmu Komunikasi di Universitas Teknologi Nanyang (NTU). Ia berbicara pada 7th World One Health Congress yang digelar di Singapura, 7-11 November 2022.
“(Media membantu kami) memahami apa yang sebenarnya dirasakan masyarakat, bagaimana masyarakat memahami penyakit ini, dan bagaimana mereka akan merespons (pandemi ini),” ujarnya.
Media memainkan peran penting di seluruh dunia sebagai sarana pelacakan dan pembaruan penyakit melalui berbagai platform yang tersedia. Interaksi yang dilakukan masyarakat juga penting untuk mengetahui pola penyebaran informasi yang terjadi di sosial media.
“Jadi sangat penting bagi kita untuk tidak hanya melihat apa yang orang-orang posting (ke media sosial), tetapi bagaimana pikiran dan perasaan orang-orang itu,” jelas Prof May Lwin.
ADVERTISEMENT
Dalam penelitian yang ia lakukan, Prof. May Lwin menggunakan instrumen yang dapat melacak percakapan yang dilakukan dalam bahasa Inggris. Dan memperkirakan emosi yang dirasakan orang di balik postingan tersebut.
Temasek Foundation Pinnacle Series di Singapura. Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan
Berdasarkan data dan penelitian yang dilakukan, terungkap bahwa masyarakat dunia banyak merespons terjadinya pandemi dengan rasa takut.
“Kami melihat bahwa pada awalnya, Anda (masyarakat) memiliki rasa takut yang sangat tinggi,” katanya.
Kendati demikian, penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa pemilihan kata dan reaksi yang ditunjukkan masyarakat dalam postingan mereka adalah rasa marah.
“Tetapi dengan sangat cepat rasa takut itu mereda dan Anda akan melihat sesuatu yang biasanya tidak kita lihat dalam laporan komunikasi, yaitu kemarahan,” ucap Prof. May Lwin.
“Jika Anda melihat situasinya, kemarahan jelas sangat dominan di seluruh dunia dan negara-negara tertentu,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Namun, tidak semua negara dilaporkan memiliki respons negatif terkait pandemi. Salah satunya adalah Singapura, yang menunjukkan dominasi postingan positif.
“Jadi di Singapura kami melihat bahwa masyarakat umumnya memiliki emosi positif. Bahkan, masyarakat mulai lebih ceria, yang merupakan temuan baru dalam (penelitian) komunikasi pandemi ini,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Prof. May Lwin juga mengatakan bahwa postingan dan percakapan yang diunggah orang Indonesia ke sosial media juga dominan positif.
“Anda akan dapat melihat bahwa indonesia khususnya memiliki lebih banyak tweet dan percakapan positif dibandingkan dengan negara lain, seperti Filipina dan Malaysia misalnya,” tukasnya.