Curhat Ilmuwan RI soal Penelitian Klinis: Pemerintah Dukung, Kendalanya Sponsor

9 November 2022 17:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Temasek Foundation Pinnacle Series di Singapura. Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Temasek Foundation Pinnacle Series di Singapura. Foto: Wisnu Prasetiyo/kumparan
ADVERTISEMENT
Jalan seorang ilmuwan atau peneliti klinis di Indonesia untuk melakukan tugas mulianya terkait suatu isu amat berliku. Meski pemerintah sudah mendukung penuh, itu saja tak cukup.
ADVERTISEMENT
Hal itu disampaikan oleh Manajer Operasional Penelitian Klinis Eijkman Oxford Clinical Research Unit (EOCRU) Indonesia, Dr Mutia Rahardjani.
“Ya kalau dari pemerintah saya rasa sudah cukup banyak support yang diberikan,” ujarnya ketika ditemui pada 7th World One Health Congress, Singapura, Rabu (9/11). Acara ini juga didukung Temasek Foundation dan WAN IFRA.
Penelitian klinis adalah cabang ilmu kesehatan yang menentukan keamanan dan efektivitas medikasi, peralatan medis, produk diagnostik, dan terapi pengobatan yang ditujukan untuk digunakan manusia.
Berdasarkan data BPOM, terdapat peningkatan jumlah penelitian klinis yang dilakukan Indonesia hingga pertengahan tahun ini. Hingga Juni 2022, Indonesia telah mengadakan sebanyak 15 penelitian klinis.
Terjadinya pandemi Covid-19 membuat angka penelitian klinis ikut melonjak. Berikut data lengkapnya:
ADVERTISEMENT
“Aku rasa sih jumlah penelitian sekarang udah cukup banyak, pertanyannya adalah apakah akan sustain?” ucap Mutia.
Menurutnya, jumlah penelitian klinis yang dilakukan Indonesia masih perlu dipertahankan, Mengingat masih banyak penyakit endemik yang terdapat di berbagai wilayah.
“Mungkin yang lebih sering kontak sama saya ya adalah Badan POM ya, mereka sangat memfasilitasi sekali. Mulai dari review tuh expedited. Jadi lebih cepet daripada waktu normalnya gitu dan mereka sangat open untuk berdiskusi,” katanya.
Kendati demikian, Mutia menjelaskan ada beberapa hal yang masih dapat ditingkatkan, salah satunya adalah pihak stakeholder.
“Seringkali kita sudah dapat lampu hijau nih, dari komite etik misalnya, dari Badan POM, kita mentok di institusinya yang mau kita ajak kerja sama,” jelasnya.
Petugas Lab RS UNS sedang menjalankan pemeriksaan hasil swab dengan mesin PCR (polymerase chain reaction) Foto: Istimewa
Selain itu, Mutia juga meyakinkan pemerintah untuk terus berusaha mengundang sponsor-sponsor yang tertarik untuk mendanai berbagai penelitian klinis yang akan dilakukan di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Saat ini, pendanaan penelitian klinis yang dilakukan pihak industri masih sering menemui kendala akibat regulasi Indonesia yang dianggap terlalu rumit.
“Masalahnya sekarang adalah kebanyakan sponsor terutama dari industri itu persepsinya terhadap melakukan penelitian di Indonesia itu complicated. Jadi mereka itu sangat reluctant untuk berinvestasi di indonesia karena mintanya macam-macam,” terangnya.
Hal lain yang harus diperhatikan ketika melakukan penelitian klinis adalah kapabilitas seluruh pihak yang terlibat agar dapat menjalankan seluruh proses penelitian dengan baik.
“Jangan maksain kita mau bikin facility di sini biotek blablabla, kalau kita gak punya capability nya (lebih baik) tunggu dulu,” tukas Mutia.