Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Di tahapan skrining itu dua kali, itu aku sudah menyampaikan ada alergi. Terus segala macam juga sudah dijawab, kalau misalnya [aku] rutin olahraga, sempet konsumsi obat karena hormon tidak stabil, tapi sudah selesai minum di akhir Desember. Kata dokternya, Desember kemarin kan kalau konsumsi obat rutin enggak bisa divaksin. Terus [aku beritahu] ada riwayat alergi memang ada [dikasih] 4 obat," kata Dean kepada kumparan, Jumat (26/3).
Ia mengaku sempat khawatir dan mempertanyakan keputusan dokter yang tetap memperbolehkannya mengikuti vaksinasi. Padahal, keluhan alerginya terhitung tidak sedikit.
"Lalu dokter yang skrining aku kemarin akhirnya nanya lagi ke dokter lain, 'Ini gimana?' gitu. Ada alerginya banyak, makanan juga ada alergi. Kata dokter yang satu lagi, mungkin lebih senior kayaknya, 'Sudah enggak apa-apa'. Sampai pas itu aku tanya lagi 'Ini enggak apa-apa, Dok? Bukannya kalau alergi enggak bisa?'. Katanya, 'Sudah enggak apa-apa, reaksi alerginya sedikit'. Ya sudah aku divaksin," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Setelah diyakinkan dua dokter saat proses skrining, Dean memantapkan diri untuk menjalani vaksinasi bersama kelompok wartawan lainnya. Namun, ia justru mulai merasa tidak enak badan. Tubuhnya bergemetar dan berkeringat dingin sekitar 5-10 menit usai divaksin.
Sebenarnya, kondisi Dean sempat membaik dan dinyatakan boleh pulang. Tetapi, selang beberapa jam setelahnya, ia mulai merasakan reaksi alergi dan rasa panas di badannya, seperti gerah, mata berair, gatal, bengkak dan bengkak.
Kondisi Dean diperparah saat ia tak menerima penanganan KIPI yang cepat dari petugas kesehatan, Sebagai penerima vaksin dan mengalami KIPI, ia menilai penanganan KIPI saat ini masih belum optimal bahkan mengecewakan.
Belajar dari pengalaman Dean, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan oleh seseorang dengan riwayat alergi dan ingin divaksinasi corona. Berikut kumparan rangkum.
ADVERTISEMENT
1. Periksa Rutin ke Dokter
Dean diketahui sudah beberapa kali memeriksakan diri ke dokter, sehingga mengetahui dirinya memiliki alergi terhadap empat obat. Ia juga sering bertanya ke dokter jika ingin memakai obat tertentu. Namun, Dean mengakui tak melakukan konsultasi ke dokter penyakit dalam sebelum vaksinasi corona.
Penting untuk melakukan check up rutin dengan dokter yang sama, agar dokter tersebut betul-betul mengetahui kondisi penderita alergi. Termasuk jenis obat-obatan apa yang pernah dikonsumsi. Meski, berkonsultasi dengan dokter lain juga baik untuk menambah referensi.
Hal ini harus dilakukan sehingga kita punya pertimbangan sebelum melakukan vaksinasi, dan tidak hanya berpatokan pada diagnosa vaksinator.
2. Buat Surat Layak Vaksin dengan Dokter yang Tahu Riwayat Penyakit Kita
Untuk diketahui, dokter yang rutin memeriksa kita akan cenderung paling tahu kondisi kesehatan pasiennya sendiri. Jika ingin divaksinasi, maka sebaiknya minta untuk dibuatkan surat layak vaksin, dengan dokter yang memahami riwayat kesehatan kita.
ADVERTISEMENT
3. Membawa Surat Layak Vaksin saat Vaksinasi
Dalam kasus Dean, dua dokter atau vaksinator saat skrining mengizinkannya divaksinasi, meski ia sudah jujur mengenai alerginya. Belajar dari hal ini, jangan langsung datang ke tempat vaksinasi atau hanya mengandalkan pemeriksaan vaksinator. Bawalah surat layak vaksin dari dokter tepercaya.
Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab terhadap kesehatan diri sendiri atau jadi bekal kuat penderita alergi yang ingin divaksin. Surat layak vaksin juga membuat vaksinator lebih yakin, sementara pihak penanganan KIPI juga akan lebih bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak diinginkan.
4. Survei Lokasi Penanganan KIPI
Berdasarkan pengalaman Dean, dokter penanganan KIPI dinilainya masih bingung melarikan pasien yang tidak bisa datang ke faskes rujukan program vaksinasi corona. Padahal kenyataannya di lapangan, lokasi vaksinasi dan faskes rujukan penanganan KIPI tak selalu berdekatan.
ADVERTISEMENT
Di tengah kondisi efek samping yang kian parah, Dean bahkan sempat ditolak oleh beberapa puskesmas dan rumah sakit karena tak bisa menangani pasien KIPI. Mulai dari puskesmas dan RSUD di Kebayoran Lama, RS Pelni, sampai RS Siloam.
Melihat hal ini, penting untuk melakukan survei atau faskes mana saja yang bisa menangani KIPI. Khususnya faskes yang paling dekat dengan lokasi vaksinasi, rumah, dan kantor. Sehingga, kita tidak terlambat di tangani, atau 'dioper-oper' seperti yang dialami Dean.
5. Jangan Memaksakan Diri untuk Vaksin
Menerima vaksinasi corona pasti bermanfaat untuk melindungi diri, orang sekitar, dan merupakan tindakan mulia agar dapat menekan laju penyebaran COVID-19.
Tetapi, jangan memaksakan diri untuk menerima vaksin jika belum dinyatakan layak vaksin oleh dokter tepercaya.
ADVERTISEMENT
Jangan sampai, vaksinasi justru membahayakan diri. Toh, selagi menunggu vaksinasi yang cocok, kita bisa menerapkan protokol kesehatan dengan disiplin. Dean sendiri saat ini dinyatakan tidak diizinkan untuk menerima suntikan kedua vaksin Sinovac.