Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Wakorbid Kepartaian DPP Golkar Darul Siska memenuhi panggilan Majelis Etik Golkar untuk dimintai keterangan terkait dugaan pelanggaran kode etik sebagai kader. Menurut Darul, hal itu berkaitan dengan surat terbuka miliknya yang sempat beredar.
ADVERTISEMENT
"Rupanya Majelis Etik itu bekerja karena ada pengaduan dari salah satu kader Golkar, dianggap surat saya itu melanggar kode etik. Malah, yang bersangkutan meminta saya diberikan sanksi," kata Darul di DPP Golkar, Jalan Anggrek Nelly, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (7/8).
Darul menjelaskan, kehadirannya itu sebenarnya merupakan bentuk penghormatan kepada senior Golkar yang duduk di jajaran Majelis Etik. Selain itu, ia juga ingin mempertanyakan kelembagaan Majelis Etik Golkar karena tidak diatur dalam AD/ART partai.
"Saya datang ke sini ini sangat menghormati senior yang mengundang, bukan karena saya mengakui eksistensi Majelis Etik, ya. Majelis Etik itu jadi perdebatan keberadaannya karena tidak diatur anggaran dasar, tidak diatur anggaran rumah tangga," tuturnya.
Ia juga menyesalkan beredarnya surat panggilan dari Majelis Etik Golkar untuk dirinya. Sebab, menurut Darul, seharusnya surat tersebut bersifat pribadi dan tidak diedarkan ke publik.
ADVERTISEMENT
"Jadi saya merasa perlu memberi penjelasan kepada kawan-kawan, karena Majelis Etik dengan mengirim surat kepada pribadi saya secara terbuka itu, sebetulnya sudah melanggar etika per-suratan," tegas Darul.
Dalam pemanggilan itu, ia mengaku hanya dimintai klarifikasi soal surat terbuka yang ia tulis untuk Wakil Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tanjung dan Ketua Dewan Pakar Agung Laksono. Surat itu berisi tentang desakan agar DPP segera menggelar rapat pleno.
"Nah seyogyanya kalau majelis etik itu, tadinya saya menduga mestinya yang dipanggil duluan itu Pak Agung dan Pak Akbar karena beliaulah yang menurut pengamatan saya melaksanakan tugas di luar tupoksinya karena dia seolah sudah menjadi tim sukses salah seorang ketua umum," ujar Darul.
ADVERTISEMENT
"Tapi rupanya saya diberi penjelasan tadi bahwa majelis etik bekerja atas laporan. Jadi kalau ada laporan, misalnya si A melanggar kode etik dia boleh buat surat kepada majelis etik (untuk diminta keterangan)," imbuhnya.
Padahal, menurut Darul, surat itu ia tulis hanya sebagai respons dari lambatnya kerja DPP. Selain itu, kata dia, DPP cenderung tidak mengikuti aturan yang telah diatur dalam organisasi partai.
"Pleno yang mestinya dua bulan sekali, awal Januari sampai sekarang tidak ada pleno, biasanya menjelang munas, enam bulan itu sudah dibicarakan, kapan rapimnas, kapan munas. Hari ini belum pleno pun belom padahal paling lambat munas kita itu akhir Desember karena munas itu harus 2019," tutupnya.